Bangsa Indonesia sejak runtuhnya rejim Soeharto terus dilanda dengan eforia pemberantasan Koruspi, Kolusi, dan Nepotisme. Bahkan Habibi yang diberi mandat untuk melanjutkan sisa kepemimpinan Presiden Soeharto menarik anaknya Ilham dari PT Dirgantara atau dulu dikenal dengan PT Nurtanio supaya tidak berkiprah di Industri pesawat terbang. Padahal saat itu sudah banyak Negara-negara tetangga yang memesan pesawat terbang dari Indonesia. Mungkin penarikan Ilham itu sebagai salah satu upaya tidak melakukan nepotisme.
Dekade berikutnya Para ahli hukum mengejar semua yayasan yang diprakarsai Mantan Presiden Soehato untuk diperiksa dan dijadikan objek pemberantasan korupsi, walaupun manfaat yang diperoleh bangsa ini dari yayasan cukup banyak seperti halnya yayasan harapan kita, darmais, supersemar dan yang lainnya, tapi itu semua dianggap sebagai lahan korupsi dan merupakan sebuah kenistaan dan kenestapaan. Sehingga nasib Mantan Presiden Soeharto dalam situasi sakaratul maut masih terus menjadi objek perdebatan dan pertentangan serta objek kajian hukum bahkan ditetapkan sebagai tersangka, dimana sebenarnya letak jati diri bangsa yang bermartabat dan rela mendoakan secara tulus ikhlas kepada yang sakaratul maut untuk diampuni segala dosanya dimaafkan segala kesalahannya serta diterima segala amal kebaikananya, bahkan filosofi ”silih asah, silih asuh, silih asih” nyaris hilang dipermukaan. Semuanya sudah tertular visus saling curiga, saling hujat, saling buka kesalahan, bahkan dalam dirinya merasa paling benar dan paling berkuasa untuk mengungkap kasus KKN. Jangan-jangan bangsa Indonesia ini ketularan virus politik balas dendam.
Bahkan sangat disayangkan cara mengungkapan dugaan KKN banting sana-banting sini tidak fokus dan hanya berkutat pada prosedur dan mekanisme, sedangkan esensi sebenarnya tidak nampak boleh dikata cenderung semakin carut-marut, karena yang salah tak tertangkap yang tidak salah malah banyak yang dipenjarakan, dengan dalih menyalahi prosedur, penyalahgunaan wewenang, lalai. Sehingga wajar bila Eef Saefulloh dalam Diklat Pim II pada tahun 2006 di Bandung mengatakan bahwa ”pemberantaran KKN tidak menyentuh pada ensi tapi pada prosedur dan tata kerja”. Yang sangat sedih orang yang tidak ikut memakan dari korupsi malah yang harus dipenjarakan, karena dianggap menyalahai prosedur, lalai dan alasan tuduhan lain. Jadi dimana letak keadilan yang sebenarnya.
Disini harus ada kajian mendalam baik secara empirik, teoritis, sosiologis, politis, filosofis tentang latar belakang lahirnya Undang-undang KKN, supaya tahu persis nilai apa yang ingin diperjuangkan dan perbaikan apa yang ingin dikedepankan, jangan sampai lahirnya sebuah aturan itu tidak berujung pada kesejahtraan masyarakat malah menjerat orang-orang yang kreatif dan berani berinovasi menjadi frustasi karena secara tidak langsung terjadi pembunuhan karakter dari kreatif, berani dan inovatif menjadi apatis sebab takut dengan resiko amang-amang terjerat KKN. Bahkan dengan jargon pemberantasan KKN justur tumbuh subur orang tak bermoral yang pandai melempar isu dan fitanah terus meraja lela ke semua lini dalam denyut kehidupan masyarakat bahkan bergulir intrik, adu domba dan berseliweran surat kaleng serta laporan sepihak. Sehingga azas praduga tak bersalah di abaikan, yang ada malah menggiring supaya orang terseret jadi tersangka dan terdakawa, setelah tidak terbukti malah yang melaporkan dan memfitnah tidak dituntut oleh penegak hukum, malahan ongkang-ongkang bebas berkeliaran mencari isu baru dan intrik baru.
Kerikil tajam seperti itu sangat sulit untuk dihindari karena dunia semakin kompleks dan sulit memilah dan memilih antara kenyataan dan isu, antara manfaat dan mafsadat, antara nasihat dengan menghujat semuanya berbaur tanpa batas, sehingga orang berkutat pada verbalistik daripada berkarya nyata untuk orang banyak. Orang-orang saat ini senang berkata-kata dibandingkan dengan merefleksikan ide dan gagasannya dalam sebuah karya, banyak orang yang benci terhadap perbuatan KKN tapi dirinya sendiri tidak bisa menjadi orang baik-baik, bahkan dalam dirinya melekat sifat-sifat rakus serakah, tamak, kejam, sombong, arogan, ujub dan takabur, merasa sudah suci. Itulah yang terjadi di alam global, apakah mungkin ini ciri-ciri kiamat semakin dekat, karena yang salah bisa jadi benar, yang benar malah dibenci dan dicari-cari kesalahannya supaya terjerat dalam sebuah kenistaan dan kenetapaan.
Esensi hukum itu bukan untuk menjerat orang dimasukan ke-bui, tapi bagaimana membuat keteraturan dan perlindungan terhadap manusia hidup dan kehidupan manusia supaya berakhlak mulia dengan memanfaatkan alam semesta dan segala isinya demi mencapai keridhoan Allah SWT, sehingga sejahtera di dunia dan selamat di akhirat. Bisa dibayangkan bila semua orang kreatif, penuh inovasi dan religius memadati penjara, lantas yang berkeliaran di muka bumi ini orang malas, tega menindas dengan moral yang tak waras karena pengaruh minuman keras maka tunggulah bumi dan semua isinya akan amblas seperti yang pernah dialami umat-umat terhadulu di jaman Nabi Nuh A.S.
Semua penegak hukum akan salah mencatat, salah menganalisa serta salah mempersepsikan fakta dan data yang diolahnya dan salah menjatuhkan hukuman apabila mereka bekerja tidak karena Allah dan tidak merujuk petunjuk Allah SWT , karena hati nuraninya telah ditutup tidak menerima kebenaran yang hakiki, yang ada adalah arogansi demi mengejar prestasi dan reputasi diri yang diiming-imingi syeithon demi mengejar patamorgana dunia yang fana. Tapi Allah SWT tidak akan salah mencatat, tidak akan salah menganalisa tidak akan memanipulasi data, karena Allah itu ”a’laisallahu biahkamil hakimin”. Allah SWT adalah hakim yang maha adil. Jadi bisa saja orang dihukumi oleh sesama manusia di dunia ini dan selamat di akhirat, dan bisa saja orang itu sejahtera di dunia ini dan bebas tidak terjerat hukum manusia karena pandai bermain slancar di hadapan orang-orang yang dholim.
Mampukah kita memunguti kerikil-kerikil tajam yang berserakan di muka bumi ini secara telaten dan shabar, supaya motivasi diri dan karakter yang baik itu tidak terbunuh! ditelan masa dari kedholiman orang-orang sesat?
Pertanyaan besar itu harus dijawab oleh ”basic life” masing-masing, apakah kita siap menderita untuk menegakan kebenaran, atau lari dari medan tempur yang sudah carut marut ini. Terserah pada para pemabaca apa mau takut pada Allah SWT, atau takut pada manusia yang dholuman jahula. Ingat semua permasalahan mengandung konsekwensi.
Salahsatu cara untuk memunguti kerikil tajam yang bisa membunuh motivasi, mari kita kaji secara mendalam hadits riwayat Tirmidzi dan dia menyatakan sebagai hadits hasan shahih ”Wahai pemuda! Aku hendak mengajarimu beberapa kalimat: Jagalah Allah maka Ia akan menjagamu; Jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya bersamamu; bila engkau memohon sesuatu, mohonlah kepada-Nya; bila engkau meminta pertolongan, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya seluruh umat ini berkumpul untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat bagimu, maka mereka tidak akan bisa memberikan manfaat kepadamu kecuali sesuatu yang telah ditetapkan Allah kepadamu. Dan seandainya seluruh umat ini berkumpul untuk memberikan sesuatu yang merugikanmu, maka mereka tidak akan bisa merugikanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah terhadapmu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering tintanya”
Menurut riwayat selain Tirmidzi dijelaskan ”Jagalah Allah, niscaya engkau akan bersama-Nya. Ia mengenalimu diwaktu susah. Ketahuilah bahwa segala perbuatan salahmu belum tentu mencelakaimu dan musibah yang menimpamu belum tentu akibat kesalahanmu. Ketahuilah bahwa kemenangan beserta kesabaran, kebahagiaan beserta kedukaan, dan setiap kesulitan ada kemudahan”
Eporia pemberantasan KKN sudah meraja lela dimana-mana, dan itu merupakan pesan dunia yang dimotori oleh negara adikuasa, karena untuk menyembunyikan keserakahan mereka dihadapan publik, supaya strategi mereka tidak dikutak-katik dan sebagai upaya mengalihkan perhatian dari orang-orang yang benar-benar korup secara material dialihkan kepada masalah prosedur dan mekanisme kerja, sehingga menjadi carut-marut tak beraturan, padahal masalah besar yang tidak bisa dibongkar dari masalah korup secara material adalah masalah primport yang tidak bisa dijamah oleh siapapun, berapa banyak kekayaan bumi dan alam yang ada di dalamnya dibawa oleh orang Amerika ke negaranya.
Penulis bukan tidak setuju dengan upaya-upaya mulia untuk menegakan kebenaran dan kejujuran, sehingga bangsa ini bersih dari perbuatan terkutuk, namun dalam implementasinya harus karena Allah dan harus berdasarkan petunjuk Allah, jangan berlandaskan target dan berdasarkan mencari reputasi serta prestasi yang maya dari pengaruh patamorgana dunia sehingga fitnah meraja lela dimana-mana.
Tegakkanlah kebernaran dengan niat ibadah karena Allah SWT, putuskan segala perkara berdasarkan rujukan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, kembalikan seluruh persoalan pada Al-Qura’an dan suhan Rosulullah SAW, ingatlah bahwa pemikiran manusia punya keterbatasan, berfikirlah secara jernih dalam menilai seseorang, gunakan hati nurani, hindari kebencian dan kedholiman antara sesama manusia, gunakan pemikiran kita kearah yang lebih positif dan bermanfaat dalam meraih ridho Allah SWT, supaya menjadi obat dalam menjalani krisis yang berkepanjangan ini.
Marilah kita semua bertobat kepada Allah SWT, berdzikir kepada Allah dalam setiap saat dan seluruh perbuatan kita karus bersandar kepada petunjuk Allah SWT. Ingatlah bahwa yang akan menyelamatkan kita semua hanyalah Allah SWT, makanya takutlah kepada Allah, manusia itu tidak ada apa-apanya.
Bisakah bangsa ini berhenti dari perbuatan saling menghujat, salaing mengorek kesalahan, saling fitnah? Mari kita lakukan saling membesarkan dan saling mentokohkan, saling maafkan supaya kerikil tajam tidak terus berserakan di muka bumi ini, marilah kita implementasikan antara Iman, Ilmu Amal supaya ”Ilmunya jadi amaliah dan Amalnya yang ilmiah” sehingga kita semua termasuk orang yang ulil albab tidak terpuruk pada bujuk rayu syeithon, ingat bahwa dunia ini hanya persinggahan, karena kita semua dipersinggahkan oleh Allah SWT, marilah kita semua kembali pada jalam Allah SWT.