Kehidupan adalah pilihan.
Berkarir, ibu rumah tangga atau keduanya.
Lalu seberapa bijak kita memilih jalan kehidupan.
Hingga merasa tak ada yang dikorbankan atas sebuah pilihan
Hana mulai menghitung lembar rupiah dalam dompet belanjaannya. Melihat tanggal yang masih di angka 12, padahal bulan ini angka terakhir di angka 30. Sisa 18 hari dan Hana masih harus pandai mengelola keuangan, memutar otak, berhemat sana-sini dan terakhir mengencangkan ikat pinggang. Agar sisa uang cukup untuk kebutuhan bersama, sehingga Hana tak ada kepikiran untuk men-debit tabungan keluarga atau berhutang. Ah iya, berhutang, Hana teringat bahwa Rasulullah tidak menyukai umatnya yang berhutang, sampai beliau menganjurkan umatnya berdoa supaya terhindar dari lilitan hutang. Maka sekuat tenaga, Hana menghindari gaya hidup hutang secara langsung (cash) atau hutang eksklusif menggunakan kartu kredit. Baginya berhutang akan menambah masalah.
Sejak 2 tahun yang lalu, ia memutuskan untuk berhenti dari aktivitasnya di salah satu perusahaan Retail terbesar dengan posisi terakhir sebagai General Manager Regional. Selama 8 tahun ia bekerja dan memutuskan berhenti adalah pilihan yang sulit. Mengurus keluarga sudah menjadi impiannya sejak dulu, namun disisi lain pendapatan mas Zulfar, suaminya masih di bawahnya. Setelah diskusi yang panjang dengan suami, akhirnya ia memutuskan resign disaat usia kehamilannya memasuki bulan ke 7.
Kini 2 tahun sudah ia beraktivitas dirumah, mengurus 2 buah hati mereka yang kembar. Ketika keluar dari kantor, atasannya yang kebetulan seorang perempuan, Bu Helen mengingatkan padanya bahwa kapanpun ia mau, ia dapat kembali bekerja. Dan pertemuannya dengan Bu Helen beberapa waktu lalu di sebuah undangan pernikahan sepupunya, membuat ia berpikir ulang atas keputusannya. Apalagi kalau bukan masalah ekonomi yang membuatnya berpikir ulang tentang tawaran Bu Helen.
Suami dan si kembar memang membutuhkan perhatian Hana. Namun pada kenyataannya, pemenuhan kebutuhan yang semakin meningkat juga membuat Hana kewalahan mengelola keuangan, sedangkan pendapatan dari Mas Zulfar sangat mepet bahkan untuk tabungan mereka. Belum lagi jika ada salah satu dari keluarga besar ada yang memerlukan bantuan. Tidak enak rasanya jika menolak membantu mereka. Ah, Hana teringat pula kata seorang teman di pengajian kantor suaminya bekerja, bahwa seorang muslim harus kaya. Agar dapat berbagi secara nyata untuk keluarga, saudara atau tetangga.
Hana mulai memikirkan waktu yang tepat untuk berdiskusi kembali dengan suaminya. Ini bukan hanya masalah istri beraktivitas agar tidak jenuh dirumah lalu bekerja di luar rumah. Bagi Hana beraktivitas dirumah adalah hal paling menyenangkan, dimana ia dapat melihat tumbuh kembang si buah hati dan fokus mengurus suami. Namun keinginannya membantu suami sangatlah besar. Bukankah dalam beberapa hal, istri berperan sebagai partner suami untuk mengatasi masalah rumah tangga, termasuk masalah ekonomi.
Menjadi Ibu dirumah, lebih utama.
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi keluarga anggota suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829).
Jika setiap hamba Allah kelak akan ditanya apa yang menjadi tanggung jawabnya, pun seorang istri yang juga berperan sebagai ibu bagi anak-anaknya. Mengingat ibu adalah madrasah utama bagi buah hatinya, maka tugas utama seorang ibu mendidik anak-anaknya dengan baik. Dan mengurus kebutuhan suami sang pencari nafkah juga ada di pundaknya. Bagaimana ia harus mencukupi kebutuhan gizi keluarga agar terpenuhi dengan baik. Belum lagi kondisi kesehatan rumah yang menyita waktu dan tenaga untuk diperhatikan, serta diselesaikan.
Lalu jika perempuan akhirnya hanya dirumah dan menjadi seorang ibu saja, berarti perempuan tidak perlu menuntut ilmu pendidikan yang lebih tinggi? Bukan begitu, jika ibu adalah madrasah utama untuk anak-anaknya, maka dibutuhkan ibu yang berkualitas. Ibu yang mampu mengelola keuangan, ibu yang mampu mendidik anak agar berakhlaqul karimah, ibu yang mampu menjaga aib keluarga, ibu yang tak bosan mencoba resep masakan serta kue cemilan, sepertinya tugas seorang ibu adalah paket lengkap.
Kalau perusahaan saja mematok karyawannya dengan lulusan Diploma atau Strata, maka “perusahaan” rumah tangga lebih penting untuk anggotanya berilmu. Karena ibu yang akan membentuk karakter anak ketika di dalam rahim hingga ia lahir ke dunia.
Sebaiknya ibu di rumah, jika sang ayah mampu mencukupi kebutuhan keluarga dan anak-anak membutuhkan perhatian ibu lebih banyak. Mengingat tugas ibu yang cukup berat, maka mengurus keluarga lebih utama. Namun sebaiknya pula, mengurus keluarga tak mengurangi aktivitasnya bermanfaat untuk orang lain, tentu dengan porsi dan batas-batasnya.
Ketika ibu harus bekerja.
Kebanyakan ketika perempuan memutuskan untuk berumahtangga yang terpikir di dalamnya ialah dirumah dan mengurus keluarga. Itu dulu ketika perempuan belum mendominasi di sektor usaha baik perusahaan swasta, instansi pemerintah maupun menciptakan lapangan usaha sendiri. Kini perempuan bukan lagi kaum minoritas ketika bekerja. Mulai dari lapangan pekerjaan yang memang untuk perempuan seperti karyawan di dalam ruangan hingga di lapangan.
Ada beberapa hal yang menyebabkan seorang istri harus bekerja dengan terpaksa atau sukarela. Misalnya, ia tulang puggung keluarga sebelum ia menikah sehingga ketika sudah berkeluarga pun, ia masih dibutuhkan sebagai pencari nafkah. Atau keadaan terpaksa dimana suami mengalami musibah sehingga suami tidak bisa menjalankan kewajibannya mencari nafkah sampai waktu yang tak bisa ditentukan. Kedua hal ini memaksa istri meninggalkan rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Karena memang hanya ia yang mampu melakukannya.
Ketika seorang wanita bekerja diluar rumah, maka harus ada beberapa hal yang diperhatikan dan diterapkan untuk menjaga etika bekerja.
- Sebaiknya perempuan tetap menggunakan hijabnya, mengingat hijab adalah kewajiban setiap muslimah untuk menjaga harga diri seorang perempuan.
- Sebaiknya ruangan lelaki dan perempuan terpisah. Atau jika terpaksa satu ruangan, maka lebih baik jika dipisahkan dengan kubikel berbeda.
- Sebaiknya menghindari tugas luar kota dengan seorang lawan jenis saja. Jika terpaksa, mintalah untuk bertugas dengan tim.
- Sebaiknya menjaga komunikasi baik baik antara lelaki dan perempuan. Lebih menjaga gesture tubuh, ketika berkomunikasi dengan lawan jenis. Sehingga tidak menimbulkan fitnah antar rekan kerja.
- Buatlah perjanjian lisan dan tertulis di awal kontrak bekerja tentang tugas Anda selain sebagai karyawan di kantor baru, anda juga berperan sebagai seorang Ibu dirumah. Isi perjanjian tersebut misalnya berapa kali anda diperbolehkan ijin ketika ada keperluan keluarga dan kemungkinan beberapa hal darurat yang berhubungan dengan keluarga.
Berperan ganda sebagai Ibu dan karyawan, tentu tak mudah. Diperlukan ketrampilan memanajemen waktu dengan baik. Sehingga tetap amanah dalam menjalankan tugas keduanya. Dan yang terpenting, mampu menjaga kesehatan agar optimal dalam menjalankan peran tersebut. Karena ibu bukan hanya sebagai ibu saja yang mengurusi anak dan suami , namun juga sebagai anak yang harus berbakti kepada orang tua dan mertua.
Setiap pilihan dalam kehidupan selalu mempunyai resiko. Jika buahnya manis, maka besar pula resiko dalam perjuangannya. Memang setiap manusia, anggota keluarga, bahkan mahluk di bumi Allah ini mempunyai rizqi masing-masing yang telah Allah atur dan kehendaki. Namun harus diingat, jika rizqi dan nasib yang Allah tentukan, besar-kecilnya sesuai ikhtiar kita.
Begitu pula ketika seorang suami istri dihadapkan pada pilihan cara untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Termasuk saat istri harus merelakan waktunya membantu suami untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Diperlukan kesiapan iman dan ilmu jika masalah mulai melanda saat istri harus membagi waktu, antara keluarga dan pekerjaan. Istri harus tetapkan prioritas, bahwa yang utama tetaplah keluarga.
Jika sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah. Maka wanita yang baik, yang mampu menjaga ke-shalihah-annya dirumah, ditempat kerja maupun lingkungan sekitar.
Semoga muslimah yang diamanahi menjalankan peran keduanya, mampu menjaga diri dan keluarganya karena Allah semata.