“Diatas hukum agama dan adat ada konstitusi negara, ” demikian perkataan Nusron Wahid, ketua Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor yang merupakan sayap pemuda Nahdhatul Ulama.
Pernyataan mantan kader Golkar yang dipecat karena menjadi pendukung Joko Widodo dalam Pemilihan Presiden 2014 itu diucapkannya dalam acara Indonesia Lawyer Club di TV One Senin 14 Oktober 2014 dalam rangka membela kepemimpinan Ahok yang beragama Katolik di Jakarta.
Di acara yang dipandu oleh Karni Ilyas itu, ia juga sempat mengatakan, “Kita orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang tinggal di Indonesia,” artinya kenegaraan harus diutamakan daripada keimanan.
Pandangan Pendiri NU
Kholili Hasib dalam opininya di Hidayatullah Online mengajak kita memperhatikan pesan KH. Hasyim Asy’ari yang pernah berwasiat untuk tetap taat kepada syariat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam sampai hari kiamat. Dalam kitabnya al-Durar al-Muntasirah fi Masa’il al-Tis’a ‘Asyara, beliau pernah ditanya bagaiamana hukum orang yang berkata: ‘Sejak tahun 1357 H (1938 M) syariat Nabi Muhammad Saw sudah tidak terpakai, al-Qur’an tidak ada faidahnya?
Beliau menjawab: Syariat junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam masih tetap terpakai sampai kiamat, dan orang yang berkata demikian (syariat Nabi Muhammad Saw sudah tidak berlaku) rusak Islamnya. Juga rusak Islamnya orang yang mengikuti dan membenarkan ucapan tersebut. Keterangan dari Nadzam Bad’ul Amaliy: Wajib dalam sahnya iman adalah mengi’tiqadkan kekekalan syariat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam sepanjang waktu sampai hari kiamat dan sampai saat orang-orang berangkat ke padang Mahsyar’ (KH. Hasyim Asy’ari, al-Durar al-Muntasirah fi Masa’il al-Tis’a ‘Asyara, hal. 17).
Terhadap orang kafir beliau tegas, dan lembut kepada sesama Muslim. Beliau pernah mengatakan: ‘Wahai manusia, di antara kalian terdapat orang-orang kafir yang memenuhi dataran Negara ini. Maka bangkitlah kalian, membahas mereka dan serius memberi petunjuk’ (Hasyim Asy’ari,Risalah fi Ta’akkudil Akhdi Bimadzhabil aimmah al-Arba’ah, hal. 33).
Kepada para ulama ia menasihati: ‘Wahai para ulama, apabila kamu melihat orang yang melakukan amalan yang mengikuti pendapat salah satu ulama madzhab yang telah diakui jika tidak sesuai dengan amalan kamu maka jangan bersikap keras dengannya, tuntunlah dengan kelembutan. Jika ia tidak mau mengikuti kamu maka janganlah menjadikan ia sebagai musuh’ (Risalah fi Ta’akkudil Akhdi Bimadzhabil aimmah al-Arba’ah, hal. 34).
Dalam Qonun Asasai organisasi NU didirikan untuk menegakkan akidah Islam, memadamkan api fitnah, dan menghilangkan keyakinan-keyainan yang tidak sesuai dengan para salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah. KH. Hasyim Asy’ari menuliskan pesan bahwa para ulama yang terhimpun dalam organisasi ini adalah ulama-ulama yang ‘adil, yang harus bisa menghilangkan kepalsuan ahli kebatilan, takwil sesat orang bodoh dan menghilangkan distorsi orang-orang yang ekstrim.
Kepada pemuda, khususnya pemuda NU, KH. Hasyim Asy’ari memberi semangat: ‘Ketauhilah wahai pemuda Muslim, Anda adalah seorang tentara di antara tentara-tentara Allah yang dinisbatkan kepada umat yang mulya. Memiliki sejarah yang agung, penuh dengan kehebatan amal dan akhlak. Sungguh merupakan aib bagi siapa yang memiliki leluhur hebat seperti Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali namun hidupnya cuma untuk mencari makan, minum dan tidur. Harusnya, mereka bangkit meneruskan perjuangan leluhurnya. Jika kamu ingin menjadi anak-anak orang hebat tersebut maka kamu harus mengikuti jalan mereka. Semboyan mereka adalah bersatu, menyiapkan kekuatan untuk hadapi orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya’ (Irsyadul Mu’minin Ila Sirati Sayyidil Mursalin, hal. 38).
Beginilah pemuda-pemuda dan Ansor-Ansor yang dicita-citakan oleh KH. Hasyim Asy’ari. Sejarah, petuah, nasihat dan kaidah yang telah ditulis dengan baik oleh pendiri NU itu sepatutnya menjadi semacama ‘Aswaja Terapan’ (istilah Faris Khoirul Anam) dalam menertibkan kader-kader muda Ansor. Disiplin organisasi wajib ditegakkan. Agar tidak kesusupan oknum-oknum liberal yang mencabik-cabik ajaran dan perjuangan KH. Hasyim Asy’ari.