Hakekat dan Inti Tauhid
Hakekat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua perkara berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan pandangan ini membuatnya tidak menoleh kepada selainNya Subhanahu wa Ta’ala tanpa sebab atau perantara. Seseorang melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang berbahaya dan semisalnya, semuanya berasal dariNya Subhanahu wa Ta’ala. Seseorang menyembahNya dengan ibadah yang mengesakanNya dengan ibadah itu dan tidak menyembah kepada yang lain.
Buah Hakekat Iman
Seseorang hanya boleh tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak memohon kepada makhluk serta tidak memperdulikan celaan mereka. Ia ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mencintaiNya dan tunduk kepada hukumNya.
Tauhid Rububiyah diakui manusia dengan naluri fitrahnya dan pemikirannya terhadap alam semesta. Tetapi sekedar mengakui saja tidaklah cukup untuk beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan selamat dari siksa. Sungguh iblis telah mengakuinya, juga orang-orang musyrik, namun tidak ada gunanya bagi mereka. Karena mereka tidak mengakui tauhid ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.
Siapa yang mengakui Tauhid Rububiyah saja, niscaya dia bukanlah seorang yang bertauhid dan bukan pula seorang muslim, serta tidak dihormati/diharamkan darah dan hartanya sampai dia mengakui dan menjalankan Tauhid Uluhiyah. Sehingga dia bersaksi bahwa tidak Ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak ada sekutu bagiNya. Dan dia mengakui hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala saja yang berhak disembah, bukan yang lainnya. dan konsekuensinya adalah hanya beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, tidak ada sekutu bagiNya.
Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah memiliki ketergantungan satu sama lain:
1. Tauhid Rububiyah mengharuskan kepada Tauhid Uluhiyah. Siapa yang mengakui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Esa, Dia lah Rabb, Pencipta, Yang Memiliki, dan yang memberi rizki niscaya mengharuskan dia mengakui bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka dia tidak boleh berdoa melainkan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak meminta tolong kecuali kepadaNya, tidak bertawakkal kecuali kepadaNya. Dia tidak memalingkan sesuatu dari jenis ibadah kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, bukan kepada yang lainnya. Tauhid uluhiyah mengharuskan bagi tauhid rububiyah agar setiap orang hanya menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, tidak menyekutukan sesuatu dengannya. Dia harus meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Rabb-Nya, Penciptanya, dan pemiliknya
2. Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah terkadang disebutkan secara bersama-sama, akan tetapi keduanya mempunyai pengertian berbeda. Makna Rabb adalah yang memiliki dan yang mengatur dan sedangkan makna ilah adalah yang disembah dengan sebenarnya, yang berhak untuk disembah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Katakanlah:”Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja manusia. Sembahan manusia.” (QS. An-Naas: 1-3)
Dan terkadang keduannya disebutkan secara terpisah, maka keduanya mempunyai pengertian yang sama, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Katakanlah: “Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah, …”. (QS. An-An’aam:164)
Keutamaan Tauhid
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’aam: 82)
2. Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu ‘Anh, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tiada sekutu bagi-Nya. Dan sesungguhnya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah hamba dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Isa adalah hamba dan Rasul-Nya, serta kalimah-Nya yang diberikan-Nya kepada Maryam dan Ruh dari-Nya. Dan (siapa yang bersaksi dan meyakini bahwa) surga adalah benar, neraka adalah benar, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memasukkannya ke dalam surga berdasarkan amal yang telah ada”. (Muttafaqun ‘alaih. HR. al-Bukhari no. (3435) dan ini lafaznya, dan Muslim no. (28))
3. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anh, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Wahai keturunan Adam, selama kamu berdoa dan mengharap kepada-Ku, niscaya Kuampuni semua dosa kalian dan Aku tidak perduli (sebanyak apapun dosanya). Wahai keturunan Adam, jika dosamu telah sama ke atas langit, kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, niscaya Kuampuni dan Aku tidak peduli (sebanyak apapun dosamu). Wahai keturunan Adam, jika engkau datang kepadanya dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau datang menemui-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku, niscaya Aku datang kepadamu dengan ampunan sepenuhnya (bumi).” (Shahih. HR. at-Tirmidzi no. (3540), Shahih Sunan at-Tirmidzi no. (2805))
Balasan Ahli Tauhid
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan:”Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu”. Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya. “(QS. Al-Baqarah: 25)
2. Dari Jabir Radhiyallahu ‘Anh, ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah dua perkara yang bisa dipastikan?’ Beliau menjawab, ‘Siapa yang meninggal dunia dan keadaan tidak menyekutukan sesuatupun dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala niscaya dia masuk dan siapa yang meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan sesuatu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya dia masuk neraka.” (HR. Muslim no. (93))
Keagungan Kalimah Tauhid
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘Anh, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Nabi Nuh ‘alaihissalam tatkala menjelang kematiannya, beliau berkata kepada anaknya, “Sesungguhnya aku menyampaikan wasiat kepadamu: Aku perintahkan kepadamu dua perkara dan melarangmu dari dua perkara. Saya perintahkan kepadamu dengan kalimat laa ilaaha illallah (Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah). Sesungguhnya seandainya tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi diletakkan dalam satu daun timbangan dan kalimah laa ilaaha illallah (Tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah) diletakkan pada daun timbangan yang lain, niscaya kalimat laa ilaaha illallah lebih berat. Dan jikalau tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi merupakan sebuah lingkaran yang samar, niscaya dipecahkan oleh kalimah laa ilaaha illallah dan subhanallahi wabihamdih (maha suci Allah dan dengan memujian-Nya), sesungguhnya ia merupakan inti dari semua ibadah. Dengannya makhluk diberi rizqi. Dan aku melarangmu dari perbuatan syirik dan takabur…” (HR. Ahmad dan al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)
Kesempurnaan Tauhid
Tauhid tidak sempurna kecuali dengan beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tiada sekutu bagi-Nya dan menjauhi thaghut, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):”Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu…” (QS. An-Nahl:36)
Thaghut adalah setiap perkara yang hamba melewati batas dengannya berupa sesembahan seperti berhala, atau yang diikuti seperti peramal dan para ulama jahat, atau yang ditaati seperti para pemimpin atau pemuka masyarakat yang ingkar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Thaghut itu sangat banyak dan intinya ada lima:
- Iblis –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kita darinya-,
- Siapa yang disembah sedangkan dia ridha,
- Siapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya,
- Siapa yang mengaku mengetahui yang gaib,
- Siapa yang berhukum kepada selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.