Bersedekah adalah anjuran dalam agama islam. Tiada berkurang harta yang disedekahkan, kecuali bertambah, bertambah, dan bertambah. Demikian bunyi hadits riwayat At Tirmidzi. Namun, untuk tetap konsisten bersedekah diperlukan cara-cara kreatif supaya sedekah terasa ringan dan menyenangkan. Pahala sedekah pun akan selalu mengalir untuk kita tanpa kita sadari.
Dalam sebuah artikelnya Ustad Yusuf Mansur menceritakan kisah seorang tukang tambal ban bernama Bejo yang menyedekahkan “uang angin” untuk menyekolahkan anak yatim. Pak Bejo memiliki sebuah bengkel yang melayani tambal ban, baik sepeda motor maupun sepeda angin. Dia memiliki pompa untuk menambah angin bagi sepeda yang kempes atau sepeda yang telah selesai ditambal.
Suatu hari, Ustad YM (demikian Ustad Yusuf Mansur sering disapa) berniat untuk menambal sepeda anaknya yang benama Saffana yang sudah lama kempes. Ustad YM berpikir sepeda Saffana kempes, karena sudah dua bulan kempes tidak bisa dipakai. Sesampainya di bengkel, Pak Bejo dengan sigap menganalisa kondisi ban sepeda Saffana. Ternyata ban tersebut hanya kempes saja, tidak bocor. Pak Bejo hanya perlu memompanya sebentar supaya sepeda tersebut bisa digunakan lagi.
Selesai dipompa, Ustad YM memberikan uang sebesar 2000 rupiah untuk jasa menambah angin yang telah diberikan bengkel Pak Bejo. Tak disangka, Pak Bejo tidak memasukkan uang tersebut ke dalam kantongnya, melainkan dimasukkan ke dalam sebuah kotak yang mirip kotak amal yang ada di dekat pompa. Praktis Ustad YM kepikiran. Apa uang yang dia berikan itu kurang? Apalagi Pak Bejo tadi tidak hanya sekedar memompa, namun juga menganalisa kondisi ban sepeda. Ustad YM berpikir, nanti jika ingin memompa lagi Ustad YM akan memberikan yang lebih banyak.
Singkat cerita Ustad YM kembali ke benkel Pak Bejo untuk menambah angin sepeda Pixie milik Fatih, anaknya. Kemudian, Ustad YM memberikan uang jasa memompa sepeda sebanyak 10 ribu rupiah. Pak Bejo kaget. Beliau hanya mau menerima uang 2000 rupiah saja, seperti biasa. Namun, Ustad YM menolak.
“Kalau tak ada kembalian nggak usah kembali. Buat Bapak aja,” kata Ustad YM.
Pak Bejo menjawab,”Jangan, jangan, ini kan ‘uang angin’. Bukan uang menambal sepeda.”
“Emang kenapa kalau uang angin, Pak?
“Kalau uang angin, saya masukkan ke kotak amal ini. Alhamdulillah, lumayan untuk membayar sekolah anak yatim.”
“Masya Allah, hebat bapak ini,” Ustad YM sampai terpana mendengar pernyataan Pak Bejo tentang uang angin-nya. Akhirnya, Ustad YM tetap memberikan 10 ribu-nya pada Pak Bejo untuk dimasukkan kotak amal, atas nama Pak Bejo. Namun lagi-lagi Pak Bejo menolak. Pak Bejo bilang, bahwa haknya hanya 2000 rupiah, sedangkan sisanya adalah sedekahnya Ustad YM. Masya Allah!
Dari cerita diatas kita dapat memetik pelajaran bahwa apapun profesi kita, baik yang berpenghasilan besar maupun kecil, sedekah tetap harus dilakukan. Mungkin dengan cara-cara kreatif seperti ‘uang angin’ a la Pak Bejo. Meski tidak banyak, namun jika konsisten bisa untuk membayar biaya sekolah anak yatim!
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita yang penghasilannya jutaan rupiah merelakan sebagian rezeki kita untuk orang yang membutuhkan? Masihkah kita keberatan untuk memberikan harta kita untuk sedekah? Pak Bejo bisa melakukannya, kita pasti lebih bisa. Kreatiflah dalam bersedekah.