Kurikulum

Kurikulum 2013 dipersoalkan. Namun, menteri yang baru juga dipersoalkan, soal usulan tentang mengatur doa di sekolah. Sekolah hendak disekulerkan? Entahlah. Yang jelas hal-hal yang berbau reliji mau digugat.

Hampir tiap ganti menteri, akan ada pembaharuan kurikulum. Pendidikan Nasional benar-benar terlalu banyak persoalan.

Keadaan ini menunjukkan sistem pendidikan Nasional belum mapan. Labil dan suka berganti-ganti sistem. Tapi kali ini menteri pendidikan melempar wacana yang tidak substantif; yaitu mengatur doa sekolah. Isu kurikulum 2013 belum dituntaskan, malah lempar isu yang memancing perdebatan. Jelas saja, seorang dai kondang merespon keras.

Apapun itu, baiklah, kita coba melihat isu lain yang cukup urgen. Yakni adab pelajar.

Lebih baik kementrian pendidikan saat ini mengurus proyek yang lebih fundamental dan substantive. Yakni proyek perbaikan akhlak pelajar. Sebuah sekolah elit di Ibu Kota, sudah tidak memiliki etika bagaimana belajar dengan benar.

Terdapat laporan, di sebuah sekolah, guru muda dilempar sesuatu oleh muridnya. Jika tidak suka pelajaran, dengan santai murid bermain gitar saat guru mengajar, bermain-main sampai meloncati meja. Itu dilakukan saat guru mengajar di depan, bukan ketika jam kosong.

Ini pendidikan yang aneh. Lebih anehnya lagi sekolah model begitu tetap banyak muridnya dan pemerintah santai saja. Tentu bisa dipastikan, ilmunya tidak akan berkah. Guru sebagai teladan di sekolah sudah hancur otoritasnya sebagai pengajar.

Guru tidak punya daya. Jika berkeras, murid melawan. Jika dihukum akan lapor kepala sekolah dan orang tua. Guru akan menjadi ‘budak’. Bahkan bisa saja akan dilaporkan ke Komnas HAM. Guru saat ini kasihan. Namun sebetulnya lebih kasihan murid-murid kurang beradab itu. Akhlak tidak dapat, ilmu juga nihil.

Sebetulnya, dalam kurikulum 2013 ada poin yang patut diapresiasi. Yakni, menempatkan pembangunan karakter sebagai hal yang penting dan ditekankan dalam setiap subjek. Dengan model tematik, internalisasi nilai-nilai kebaikan dapat dilakukan ke dalam tiap mata pelajaran. Tapi, karakter yang baik harus berdasarkan agama. Bukan netral agama.

Oleh karena itu, mari kita melihat isu kurikulum 2013 ini dalam perspektif yang sedikit berbeda dengan pak Mentri dan Mantan Mentri.

Setelah mencermati beberapa buku teks kurikulum 2013, baik yang diterbitkan Kemendikbud maupun yang diterbitkan pihak swasta, banyak hal yang perlu dievaluasi. Baru-baru ini kita dikagetkan dengan lolosnya ajaran mengajak berpacaran dalam buku Pendidikan Jasmani dan Olahraga untuk siswa SMA/MA/SMK kelas XI, semester 1 yang diterbitkan oleh Kemendikbud RI.

Tema tersebut ada di Bab X yang berjudul “Memahami Dampak Seks Bebas”. Disebutkan, gaya pacaran sehat terdiri dari beberapa macam unsur, yaitu sehat fisik, sehat emosional, sehat sosial dan sehat seksual.

Materi pada halaman 128-129 seakan mengajarkan siswa untuk pacaran. Sementara pada ruang yang sama dalam buku itu dengan jelas menayangkan gambar seorang gadis berbusana muslimah dengan pemuda berbaju koko.

Memang persoalan itu tidak bisa dituntaskan secara singkat. Patut digaris bawahi, orang tua siswa juga wajib menjadi guru saat siswa tidak di sekolah.

Sekolah hanya bagian kecil anak belajar. Justru siswa lebih banyak di luar sekolah. Maka, kalau perlu di rumah ada ‘madrasah’ buat anak-anak. Dijalankan secara disiplin, berikut system belajar dan kurikulum. Berarti, di keluarga juga perlu kurikulum sendiri. Kurikulum keluarga Muslim, tampaknya menarik untuk dikembangkan.

Shobahul Khoir, Selamat Beraktifitas

Ustadz Kholili Hasib, MA