Dari risalah Ustadz Abu Abdillah Tommi Marsetio disebutkan bahwa dalil disyari’atkannya bertakbir pada hari raya ‘Id adalah pada surat Al Baqarah, akhir ayat mengenai puasa.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS Al Baqarah : 185)
Para SalafusS adalah orang yang bersemangat dalam mengamalkan ajaran ini, mereka bertakbir, bertahmid dan bertahlil mengagungkan asma’ Allah, mereka bersyukur atas karunia yang Allah Ta’ala berikan kepada mereka.
Dari Az Zuhri, ia berkata, “Dahulu manusia bertakbir pada hari ‘Id ketika mereka keluar dari rumah-rumah mereka hingga mereka mendatangi mushalla, dan hingga keluarnya imam shalat. Jika imam shalat telah keluar maka mereka diam, jika imam bertakbir (memulai shalat), mereka pun bertakbir.
(Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no. 5672 – Shahih hingga Az Zuhri)
Dari Ibnu ‘Umar -radhiallahu ‘anhuma-, bahwa dia dahulu keluar dari masjid pada dua hari ‘Id kemudian ia bertakbir hingga ia mendatangi mushalla, dan ia bertakbir hingga imam datang. (Sunan Ad Daruquthni no. 1712 – Shahih mauquf)
Dan dari Ibnul Musayyib, ‘Urwah, Abu Salamah dan Abu Bakr, “Mereka bertakbir pada malam ‘Idul Fithr di masjid dengan menjahrkan takbir.” (Syarhus Sunnah 3/168)
Dari Ibnu ‘Umar, bahwa dia dahulu menjahrkan takbir pada hari raya ‘Idul Fithr jika akan ke mushalla hingga keluarnya imam, kemudian ia bertakbir dengan takbirnya (untuk shalat). (Ahkamul ‘Idain li Al Firyabi no. 47 – Shahih mauquf) Dan masih dalam kitab yang sama, dari ‘Utsaim bin Nisthas, ia berkata, “Dahulu Sa’id bin Al Musayyib melakukan seperti itu.” Ibrahim bin Nasyith, ia berkata, “Aku melihat Bukair bin Al Asyaj melakukan seperti itu.”
Al Hafizh Ibnul Mundzir rahimahullah mengatakan, “Keseluruhan khabar-khabar dari para pendahulu menunjukkan bahwasanya mereka dahulu bertakbir pada hari raya Fithr ketika mereka berangkat menuju shalat.” (Al Ausath fi As Sunan wal Ijma’ 4/249)
Lafazh Takbir
Ada beberapa macam lafazh takbir pada hari raya dengan tingkat keshahihan yang berbeda-beda yang kami ringkas di sini.
1) ‘Abdullah bin ‘Abbas
Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya dia dahulu bertakbir dari shalat Subuh pada hari ‘Arafah hingga akhir hari-hari Tasyriq, dan dia tidak bertakbir ketika maghrib,
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، اللَّهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْد
“Allahu Akbar Kabira, Allahu Akbar Kabira, Allahu Akbar wa Ajallu, Allahu Akbar, wa Lillahil Hamdu.” (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 2/73– Shahih mauquf)
2) ‘Abdullah bin Mas’ud
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, bahwasanya dia dahulu bertakbir dari shalat Fajr pada hari ‘Arafah hingga shalat ‘Ashr pada hari Nahr, dia mengucapkan,
: اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, La Ilaha Illallahu, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillahil Hamdu.” (Al Ausath fi As Sunan wal Ijma’ no. 2204 dan 2208 – Hasan mauquf)
3) Salman Al Farisi
Dari Abu ‘Utsman An-Nahdi, ia berkata, dahulu Salman mengajari kami kalimat takbir, ia mengatakan, “Bertakbirlah kalian,
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Kabira,
atau mengucapkan,
: تَكْبِيرًا، اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَى وَأَجَلُّ مِنْ أَنْ تَكُونَ لَكَ صَاحِبَةٌ، أَوْ يَكُونَ لَكَ وَلَدٌ، أَوْ يَكُونَ لَكَ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ، أَوْ يَكُونَ لَكَ وَلِيٍّ مِنَ الذُّلِّ، وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا، اللَّهُمَّ ارْحَمْنَا
“Allahu Akbar, Allahumma anta a’la wa ajallu min an takunu laka shahibah au yakuna laka walad au yakuna laka syarik fil mulki au yakunu laka walin minadz dzulli wa kabbirhu takbira, Allahummagh firlana, Allahummar hamna.” (Fadha’ilul Auqat no. 227 – Shahih mauquf)
4) ‘Umar bin Al Khaththab
Dari ‘Ubaid bin ‘Umair, bahwa ‘Umar dahulu bertakbir dari shalat Fajr pada hari ‘Arafah hingga shalat Zhuhur pada akhir hari-hari Tasyriq, ia bertakbir pada shalat ‘Ashr, ia mengucapkan,
: اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, La Ilaha Illallahu Wallahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu.”(Al Ausath fi As Sunan wal Ijma’ no. 2207 – Dha’if)
5) Jabir bin ‘Abdillah
Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata, dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika shalat Subuh pada hari ‘Arafah, beliau mengatakan sesuatu kepada para sahabatnya, beliau bersabda, “Tetaplah di tempat kalian!” Kemudian beliau mengucapkan,
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, La Ilaha Illallahu, Wallahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu.”
Maka beliau bertakbir dari selesai shalat Subuh pada hari ‘Arafah hingga shalat ‘Ashr pada akhir hari-hari Tasyriq. (Sunan Ad-Daruquthni no. 1721 – Dha’if jiddan.)
6) ‘Ali bin Abi Thalib
Dari ‘Ali, bahwa ‘Ali dahulu bertakbir pada hari ‘Arafah dari shalat Fajr hingga ‘Ashr pada akhir hari-hari Tasyriq, ia mengucapkan,
: اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, La Ilaha Illallahu, Wallahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu.” (Al Ausath fi As Sunan wal Ijma’ no. 2209– Dha’if)
Demikian riwayat-riwayat dari para sahabat mengenai takbir pada hari raya ‘Id, dan lafazh-lafazh takbir diatas dapat diucapkan pada dua hari raya, yaitu ‘Idul Fithr dan ‘Idul Adha. Dan riwayat-riwayat tersebut kesemuanya adalah riwayat mauquf yang bersumber hingga para sahabat saja, adapun riwayat yang marfu’ hingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia sangat lemah. Namun sebagai catatan untuk kita semua, masalah lafazh takbir pada hari raya adalah masalah yang luas karena Allah Ta’ala memerintahkan kita dengan perintah umum yaitu mengagungkanNya dengan takbir, tahmid dan tahlil, dan tidak terdapat lafazh yang tsabt dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga jika seseorang sudah biasa memakai lafazh yang dipakai oleh masyarakat Indonesia ketika takbiran, maka itu boleh dan bukan bid’ah. Dan jika ingin mengikuti lafazh yang diajarkan oleh para sahabat -radhiallahu ‘anhum- diatas maka itupun bagus.
Sebagai contoh, Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah mempunyai lafazh takbir pula, seperti diriwayatkan oleh Al Imam Al Baihaqi rahimahullah :
أَخْبَرَنَا أَبُو سَعِيدِ بْنُ أَبِي عَمْرٍو، نَا أَبُو الْعَبَّاسِ الأَصَمُّ، أَنَا الرَّبِيعُ، أَنَا الشَّافِعِيُّ رَضْيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: ” أُحِبُّ أَنْ يَخْرُجَ إِلَى الصَّفَا مِنْ بَابِ الصَّفَا، وَيَظْهَرَ فَوْقَهُ مِنْ مَوْضِعٍ يَرَى مِنْهُ الْبَيْتَ، ثُمَّ يَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ، فَيُكَبِّرَ وَيَقُولَ ” اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ عَلَى مَا هَدَانَا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى مَا هَدَانَا وَأَوْلانَا، لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَلا إِلَهَ إِلا اللَّهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لا إِلَهَ إِلا اللهُ وَلا نَعْبُدُ إِلا إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Sa’id bin Abu ‘Amr, telah mengkhabarkan kepada kami Abul ‘Abbas Al Asham, telah memberitakan kepada kami Ar-Rabi’, telah memberitakan kepada kami Asy-Syafi’i -radhiallahu ‘anhu-, ia berkata, “Aku menyukai seseorang keluar menuju Shafa dari pintu Shafa, dan ia melihat Al Bait (Ka’bah) dari posisinya yang ia dapat melihatnya, kemudian ia menghadap kiblat dan bertakbir dengan mengucapkan, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillahil Hamdu, wallahu akbar ‘ala ma hadana, walhamdulillahi ‘ala ma hadana wa aulana, la Ilaha Illallahu wahdahu la syarika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumitu biadihil khairu wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir, wa la Ilaha Illallah shadaqa wa’dahu wa nashara ‘abdahu wa hazamal ahzaba wahdahu la Ilaha Illallah wa la na’budu illa iahu mukhlishina lahud dina wa lau karihal kafirun.” (Sunan Ash-Shaghir no. 1685– Shahih hingga Asy-Syafi’i)
Dan dengan sanad yang sama hingga Asy Syafi’i, ia berkata :
وَالتَّكْبِيرُ كَمَا كَبَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي الصَّلَاةِ اللَّهُ أَكْبَرُ فَيَبْدَأُ الْإِمَامُ فَيَقُولُ: ” اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، حَتَّى يَقُولَهَا ثَلَاثًا، وَإِنْ زَادَ تَكْبِيرًا فَحَسَنٌ، وَإِنْ زَادَ فَقَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ فَحَسَنٌ، وَمَا زَادَ مَعَ هَذَا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أَحْبَبْتُهُ لَهُ “
“Dan bertakbir sebagaimana takbirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada shalat, (yaitu) Allahu Akbar,” Imam memulai dengan mengucapkan, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, hingga ia mengucapkannya tiga kali, dan jika seseorang menambah takbirnya maka itu baik, dan jika menambah lafazhnya, “Allahu Akbar Kabira, walhamdulillahi katsira, wa subhanallahi bukrataw wa’ashila, Allahu Akbar, wa la na’budu illa iahu mukhlishina lahud dina wa lau karihal kafirun, la Ilaha Illallahu wahdahu, shadaqa wa’dahu, wa nashara ‘abdahu, wa hazamal ahzaba wahdahu, la Ilaha Illallahu wallahu Akbar, maka itu baik, dan apapun yang ditambah bersama lafazh ini dari kalimat-kalimat dzikrullah, maka aku menyukainya.” (Ma’rifatus Sunan wal Atsar 3/62)
Demikian pemaparan ini, semoga bermanfat terutama bagi kami. Allahu a’lam.