Sudahku tunaikan kewajibanku tuk sholat Dzuhur, Aku pun terhempas, menghempaskan badanku yang sedikit goyah, asa dan perasaanku ke sudut kamar.
Entahlah sejak ada masalah itu, hatiku berdetak tak terkira, marah dan sedih memenuhi jantungku, mengalir bersama darah ke seluruh tubuh tak lupa membawa serpihan efek negatif ke otakku. Semuanya berdampak negatif, entah senyumku yang tak tergurat, hilang nafsu makan, diam seakan membisu, pun juga imanku. (imanku menurun juga?) Tak perlu ditanya mendalam, bahkan untuk menunaikan sholat sunnah rawatib yang hanya 2 raka’at pun aku malas.
Aku tersungkur, berdiam lama di sudut ruangan. Redupnya cahaya matahari di kala mendung ditambah pintu dan tirai jendela kamarku yang tertutup, perfect membuat siang di seisi ruangan gelap, ya hatiku pun gelap. Sejak pagi tadi, rasanya sudah tak kuasa kantung air mataku tuk menahan gelombang besar, gelombang air mata yang ingin segera menetes keluar melihat bumi. Aku menangis. Tersedu.
Mematung, aku mematung lama, hanya saja mataku tak mematung, ia terus berkerja memproses antrian airmataku yang ingin keluar. Di tengah diamku, aku melihat sedikit cahaya masuk lurus ke meja belajarku dari ventilasi udara di atas jendela, emm.. sudah tak mendung rasanya diluar sana. Tapi kenapa aku masih saja ‘Mendung’ bahkan sudah ‘Hujan Deras’? ah aku tak suka diriku yang seperti ini, kemana asaku? Apa iya semuanya putus?
Aku (masih) mematung, hanya saja otak dan otot-otot mata seakan bekerjasama menggerakkan bola mataku untuk fokus lurus ke meja belajarku, fokus ke cahaya lurus tadi, fokus ke ujung cahaya itu. Al-Qur’an. Aku melihat Al-Qur’an di ujung sana seakan mengeluarkan cahaya, ya cahaya lurus tadi tepat berakhir di Al-Qur’an terjemahanku, sempurna membuat seakan Al-Qur’an ku bercahaya diantara kegelapan. Indah. Menakjubkan.
Kudekati Al-Qur’anku, ah ya tubuhku sudah sedikit memberi respon positif, sudah mau bergerak dari sudut kamar kecilku. Kudekati ia, ia yang mengalihkan pandanganku ke ‘cahayanya’, Al-Qur’an. Sedikit berdebu, sudah selama apa aku tak membukanya? Semakin sadar kadar imanku rasanya sudah lama menurun. Astaghfirullah.
Katanya, ketika kita bersedih, Al-Qur’an bisa menjadi obat paling mujarab, obat penawar hati yang sedang resah ataupun melunakkan hati yang keras membatu , membatu karena karang penyakit hati. Jari-jariku bergerak seraya membuka Al-Qur’an, aku tergerak ingin membacanya. Ku baca ia tepat di batas terakhirku membacanya dulu, baris perbaris, halaman per halaman, detak jantungku semakin teratur, hatiku semakin tenang. Aku sebentar terdiam, bahkan aku tak tahu apa arti ayat-ayat yang kubaca, terjemahannya pun belum kubaca, tapi hatiku berespon positif setelah membacanya. Terlepas dari arti ayat-ayat tersebut, entah berhubungan atau tidak dengan masalahku, setiap huruf yang kubaca terasa membawa pundi-pundi rasa tenang mengalir di otakku, merespon ke seluruh tubuhku. Damai. Secepat inikah respon dari yang katanya obat mujarab?
Kubaca lagi, lagi dan lagi firman Allah, surat cinta langsung dari Sang Pencipta, surat cinta yang kurasa cintaNya ada di setiap hembusan napas saat membaca firmanNya, cinta yang berenergi di setiap huruf di dalamnya. Kucoba membaca terjemahannya, terhenti sesaat setelah membaca arti..
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS Fussilat : 30)
Aku harus berekspresi apa? Ayat ini menampar sekali. Teguhkanlah. Kalau memang hati ini sudah teguh yakin bahwa Allah adalah Tuhanku, kenapa harus bersedih hati yang mendalam? Mengapa harus takut? Pun juga aku teringat yang sering terlontar di kala yang lain menasehati mereka yang sedih, agar mereka selalu ingat..
“Laa Tahzan, Innallah Ma’ana – Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”
Dan ini pun, ada di surat cinta dari Allah, At Taubah ayat 40. Jadi buat apa aku bersedih lama? Buat siapa? Untuk apa? Pertanyaan-pertanyaan ini saling bertumpuk di otakku dan semuanya terjawab, itu semua hanya karena masalah dunia. Aku terdiam lama tanpa mencari solusi hanya karena masalah, masalah, ya karena masalah. Kulanjutkan membaca arti di setiap lembar Al-Qur’anku, hanya yang kali ini aku mencoba acak saja, sesuai jariku berhenti di lembar mana akan kubaca artinya, aku terhenti di lembar-lembar awal Al-Qur’an. Dan aku pun mendapat jawabannya, selalu ada Allah yang selalu siap memberi pertolongan kepada hambaNya yang membutuhkan..
“Tidakkah kamu tahu bahwa Allah memiliki kerajaan langit dan bumi? Dan tidak ada bagimu pelindung dan penolong selain Allah.” (QS Al-Baqarah:107)
Ku buka lembar-lembar akhir di Al-qur’an, dan bahkan Allah pun berjanji dalam firmanNya
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS Al-Insyirah : 5-6)
Sudah dijanjikan kepada kita, ada kesulitan? Jawabannya pasti ada kemudahan, ya selalu ada kemudahan.
Kubaca (lagi) firmanMu ya Allah..
yang di setiap bagiannya terdapat jawaban, solusi dari setiap pecahan masalah di dunia ini
Kubaca (lagi) firmanMu ya Allah..
yang di setiap hurufnya, tersimpan energi, energi positif bagi siapapun yang membacanya
Kubaca (lagi) firmanMu ya Allah..
surat cinta langsung dariMu dan kutemukan titik terangku untuk sadar dan bangkit
Kubaca (lagi) firmanMu ya Allah, Tuhan Semesta Alam
ya Allah, ya Fattah yang Maha Pembuka Hati
Untuk aku dan aku-aku yang lain, Let’s move! Move on!
Oleh : Ana Sherly, Jakarta