Ketika perempuan tak mampu lagi mengendalikan lisan.
Dimanapun selalu membicarakan kesia-siaan.
Maka imanlah yang dibutuhkan. Hingga lisan selalu dalam kebaikan.
Rara termenung di sudut musholla kantor tempat ia bekerja. Di depannya ada Nena yang menangis sesenggukan. Benar kata orang, lidah perempuan lebih panjang daripada tali. Terbukti cerita murahan itu sudah menyebar, bukan hanya di divisi tempatnya bekerja, tetapi teman dari divisi lain pun menanyakan kepada Rara tentang masalah yang sedang dialami Nena. Entah kabar burung dari siapa yang membuatnya. Rara sendiri terkaget, ketika seorang teman bertanya padanya, apa benar Nena menjalin hubungan super spesial dengan si “x” dari Kepala Divisi lain. Bahkan Nena dituduh telah melangsungkan pernikahan diam-diam dengan si “x” tersebut. Awalnya Rara mencoba menenangkan Nena dengan tidak usah menggubrisnya. Karena memang hubungan Nena hanya sebatas rekan kerja saja dan menghormati beliau yang memang atasan Nena. Dan Nena tak mau terjadi hal yang tak diinginkan dengan keluarga mereka. Nena sadar bahwa ia yang belum menikah harus menjaga harga dirinya sebagai seorang muslimah, maka Nena berusaha menjelaskan kepada beberapa orang bahwa kabar itu tidak benar. Kedekatan mereka hanya sebatas satu tim dalam proyek yang mereka tangani. Dan mereka dengan 14 orang lainnya dalam 1 tim, bukan hanya mereka berdua saja. Sedangkan Nena juga tak ingin keluarga terutama istri beliau juga mengkhawatirkan keadaan suaminya yang tiba-tiba difitnah dengan cerita murahan ini. Sampai suatu ketika bukan hanya di tempat kerja saja cerita bohong ini disebarkan, bahkan pengajian yang Nena ikuti juga membicarakannya. Ternyata teman sepengajian Nena punya sepupu yang satu kantor dengannya.
Rara prihatin melihat sesosok mungil didepannya. Nena yang semakin kurus, karena memikirkan tuduhan orang-orang terhadap dirinya, dan membuatnya tak berkonsentrasi bekerja. Rara bingung kenapa teman-teman pengajian pun ikut membicarakannya, padahal seharusnya akhlaq mereka lebih terjaga. Ah, seharusnya perempuan lebih sadar untuk menjaga lisan, karena jika lisan tak terarah, berapa banyak lagi hati yang tersakiti.
Sedikit analisis sederhana tentang awal mula hobi ber-ghibah para perempuan di masa kini. Mungkin sebelum era para perempuan berkarir di kantor, baik perempuan yang masih berstatus lajang atau sudah berkeluarga, kebanyakan dari mereka hanya beraktivitas di rumah, maka untuk menghibur diri dan mengusir rasa bosan, mereka memutuskan untuk keluar rumah lalu memulai membahas topik pembicaraan dengan tetangga. Jika ditilik dari masa lalu, seharusnya perempuan jaman sekarang sibuk bekerja, mengurusi keluarga dan belum lagi banyak tuntutan dari dunia pendidikan agar anak mereka diperhatikan secara khusus, maka perempuan jaman sekarang akan sibuk mengurusi dunianya hingga tak ada waktu mengurusi “dapur” orang lain.
Ternyata bukan hanya infotainment yang sibuk membicarakan urusan atau kehidupan pribadi orang lain. Disekitar kita pun, banyak perempuan yang sibuk mengorek masalah orang lain. Ada yang cukup disampaikan saja, atau malah dikurangi dan ditambahi dari keadaan yang sebenarnya.
Kenyataan yang dihadapi saat ini, banyak perempuan yang lebih peduli dengan urusan pribadi orang lain, sibuk mengoreksi masalah orang lain daripada instropeksi diri sendiri atau keluarga yang seharusnya dia perbaiki. Memang tidak semua perempuan memiliki pribadi yang “minus” terebut, namun maraknya rating infotainment yang memasuki peringkat teratas dan kebanyakan penontonnya kaum perempuan, maka patutlah dikoreksi lagi hobi ber ghibah para perempuan ini. Lalu dengan segala kerendahan hati, mengkoreksi diri adakah kita termasuk di jajaran para perempuan yang meramaikan tontonan infotainment? Ataukah termasuk dari para perempuan yang ada di deretan ibu-ibu rumpi yang membahas aib orang lain, atau malah mengunakan jam kerja dan beribadah dengan membahas si “ini-itu” yang jelas kurang bermanfaat?
Berikut beberapa aktivitas yang insyaAllah dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan “bad habit” dalam diri perempuan agar tak terjebak dosa lisan.
Teman dan Lingkungan
Banyak perempuan yang berubah karena teman dekat. Berubah dalam artian kebaikan atau sebaliknya. Perlu diingat teman yang baik adalah yang mengingatkan ketika akan ke terpeleset ke sebuah kesalahan dan akan menolong ketika terjatuh ke sebuah lubang kesalahan. Tak jarang pula, orang akan menilai kita dengan melihat teman dekat kita, maka berhati-hatilah dalam memilih teman dekat, agar kita dapat saling berbagi dalam kebaikan dan belomba–lomba untuk kemanfaatan.
Jangan lupa bahwa perempuan harus peka terhadap lingkungan. Memfilter lingkungan mana yang harus disinggahi. Jika lingkungan tersebut kurang layak untuk disingggahi maka kewajiban kita untuk melayakkan lingkungan sehingga lingkungan tersebut menjadi ladang amal kita dalam berkebaikan.
Dengan Iman, Kita Berteman
Iman menata kehidupan seorang perempuan menjadi lebih baik. Dengan iman, seorang perempuan menjaga harga dirinya. Mulai dari dalam hal pergaulan, baik dengan sesama perempuan atau lawan jenis, sampai dalam memilih topik pembicaraan agar nantinya topik tersebut tidak melibatkan aib orang lain atau malah aib kita sendiri yang kita ‘obral’ untuk konsumsi publik.
Hanya dengan iman, silaturrahim karena Allah dapat terbingkai. Karena keimanan membuat seorang perempuan bertenggang rasa kepada sesama, sehingga lisan tak sampai menyakiti orang lain dan menimbulkan prasangka buruk terhadap diri kita.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hujurat : 12)
Gunakan Waktu, Untuk Kemanfaatan
Banyak tali persaudaraan tak berjalan dengan baik hanya karena lisan. Membicarakan orang lain, menanggapi “katanya” orang lain sampai waktu pun tersita memikirkan hal tersebut, pikiran pun lelah dibuatnya, waktupun terbuang percuma. Pertengkaran kecil dan kesalahpahaman seringkali terjadi akibat lisan yang tak terjaga yang akhirnya memicu prasangka buruk dalam hubungan persaudaraan tersebut.
Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, perempuan harus pandai mengisi waktu. Saling menanamkan semangat untuk menggali ilmu pengetahuan agar para perempuan menggunakan waktunya dengan cerdas sehingga banyak yang menuai sebuah manfaat dari kita, karena hanya dengan ilmu waktu tak terbuang sia sia.
Waktu tak akan mampu mengembalikan kita ke masa lalu, supaya kita tidak lagi melakukan kesalahan tersebut. Tapi kita mempunyai “hari ini” untuk memperbaiki masa lalu hingga tak ada lagi sesal yang terulang.
Dan Pepatah mengatakan, “ ingin tahu pribadi anda, maka bercerminlah kepada teman dekat anda”.
Maka, jadilah pribadi yang baik sehingga diripun pantas menjadi cerminan untuk sesama perempuan.