Jernihkan Niat, Runtuhkan Kekafiran

Ada sebuah pepatah yang sangat tidak asing di telinga kita: setelah kesulitan, pasti ada kemudahan, demikian anggapan orang yang yakin akan dinamika roda kehidupan. Bila beberapa orang menganggap pepatah sebagai kalimat yang mereka yakini, rupanya Alquran mempunyai bahasa yang lebih tajam, “Sesungguhnya bersama kesulitan, ada kemudahan. Sungguh, bersama kesulitan, ada kemudahan.” Makna yang menyiratkan akan janji Allah bahwasanya datangnya sebuah kesulitan pasti dibersamai dengan kemudahan.

Apa-apa yang diutarakan dalam Alquran adalah sebuah kebenaran yang langsung datang dari Allah. Seperti sebuah keyakinan, selayaknya mampu menjadi motivasi utama kita dalam berjuang. Ketika berbagai cobaan umat Islam menimpa, maka tidak ada solusi utama selain keyakinan akan kemudahan dari Allah. Cobaan yang mendera umat Islam mulai dari permasalahan di Indonesia hingga Palestina suatu saat pasti akan selesai. Itulah keyakinan yang seharusnya terhujam di dalam kalbu setiap mukminin. Setiap permasalahan akan selesai dengan dicarikan solusi, solusi tersebut adalah perjuangan dan keyakinan.

Seperti kisah Panglima Maslamah dalam ekspedisi militernya, saat itu benteng musuh tampak kokoh berdiri, daerah musuh seakan sulit ditaklukannya. Pasukan Maslamah sangat minim dibanding laskar musuh, meski ia meyakini bahwa para mujahidin menginginkan syahid, tetapi ia harus menjaga agar jumlah pasukannya tetap mencukupi untuk terus berjuang. Panglima Maslamah berpikir keras dan akhirnya ia menemukan jalan.

Ia melihat bahwasanya sebuah lorong dalam benteng musuh kurang terjaga ketat. Bila lorong tersebut dapat ditembus dan dibuka pintunya, tentu para tentara mujahidin dapat dengan mudah menyerang pasukan musuh. Kemudian Maslamah berkesimpulan dengan menawarkan kepada para mujahidin untuk menerobos lorong tersebut.

“Siapakah yang berani merelakan dirinya untuk mengemban amanah ini?” Sunyi. Semua pasukan mujahidin terdiam, mereka hanya saling berpandangan. Panglima Maslamah mengulang kembali pertanyaannya dan tetap saja tidak ada satu pun yang bersedia.

 Panglima Maslamah tercenung, ia memikirkan kembali strategi apa yang harus diputuskan. Maslamah hampir saja patah arah, hingga tiba-tiba seorang penunggang kuda mendekatinya. Dari atas pelana, lelaki itu berseru, “Saya akan menjalankan amanah itu wahai Maslamah.” Sontak panglima Maslamah terkejut. Dipandanginya lelaki yang menawarkan dirinya dengan gagahnya tadi. Di pinggangnya terselip pedang, sorot matanya tajam, tapi masyaa Allah, lelaki tersebut menyembunyikan wajahnya dibalik cadar yang diikatkan pada kepalanya. Hanya mata dan pangkal hidungnya saja yang terlihat. Tidak lama, lantas lelaki bercadar tadi pergi mengerjakan tugas. Doa Maslamah mengiringi kepergiannya.

 Beberapa saat kemudian, lelaki bercadar tadi kembali dan mengisyaratkan bahwa benteng musuh sudah terbuka. Tanpa pikir panjang, para pasukan mujahidin segera menyerang benteng musuh. Pertempuran pun berlangsung dahsyat, jeritan takbir saling bersahutan. Allah menghadirkan takdir yang telah tertulis. Berkat karunia Allah, Pasukan Islam yang dipimpin oleh Pasukan Maslamah berhasil meraih kemenangan.

Seusai pertempuran, Panglima Maslamah lantas berteriak di sekeliling paara mujahidin, “Wahai orang yang bercadar siapakah Anda sebenarnya? Mendekatlah, perkenalkan dirimu!” Tak ada seorang pun yang menyahut, terlebih mengakui dirinya. Para mujahidin hanya saling berpandangan, mereka pun ingin mengetahui siapa lelaki bercadar tadi. Tak berapa lama, datanglah seorang lelaki ke hadapan Maslamah.
“Jika Tuan ingin mengetahui lelaki bercadar tadi, saya bisa memberi tahu Tuan.” kata lelaki di hadapan Maslamah.

“Engkaukah lelaki bercadar itu?” sergah Maslamah.

“Sebelum saya memberi tahu siapa lelaki bercadar itu, Tuan harus memenuhi tiga syarat: pertama, tuan jangan tanya siapa namanya. Kedua, jangan memberi hadiah apa pun padanya. Ketiga, jangan ceritakan pada Amirul Mukminin.” Tiga syarat dari lelaki misterius tadi telah terlontar.

“Baiklah, sekarang katakan siapa dia.” Jawab Maslamah.

Lelaki tadi melanjutkan perkataannya dengan singkat, “Ya, sayalah lelaki bercadar itu.”

Seketika Panglima Maslamah terperanjat. Rasa kagum, haru dan bahagia berbaur dalam hatinya. Sontak,  Maslamah menengadahkan kedua tangannya, lisannya berdoa: “Yaa Allah, kumpulkan aku ke surga bersama lelaki bercadar ini.”

Begitulah kisah hikmah Panglima Maslamah dengan lelaki bercadar dalam ekspedisi militernya. Sejarah pun hingga kini tidak tahu siapa orang bercadar yang berhasil menerobos lorong di benteng musuh. Tapi para malaikat telah mencatat kepahlawanannya dalam peristiwa bersejarah tersebut. Dari kisah Panglima Maslamah ini kita dapat memetik pelajaran bahwa setiap zaman akan hadir seseorang berjiwa pahlawan. Ia tak dikenal namanya atau dibesar-besarkan perjuangan dan kegigihannya. Allah yang berhak membalasnya dengan kebaikan dan surga, Insya Allah. Allah berkuasa untuk melahirkan pahlawan dalam setiap perubahan zaman, pada setiap kesulitan dan kehimpitan, pahlawan-pahlawan yang tulus akan Allah hadirkan untuk siap mendobrak pintu-pintu kezaliman. Seperti orang bercadar yang mendobrak pintu musuh tadi.

Keikhlasan niat dan takdir Allah lah yang membuat pasukan mujahidin berhasil meruntuhkan kaum kafir. Bukankah keikhlasan adalah puncak dari ajaran Islam? Seberapun beratnya ujian yang dihadapi kaum muslim di Indonesia  saat ini, keikhlasan niat, kejernihan hati, ketulisan jiwa dan amal Insya Allah mampu menjadi pendobrak yang luar biasa. Bi ‘idznillah. Oleh karenanya, mari belajar membersihkan hati dan bersabar dalam beramal. Saling berusaha dalam berlomba memperjuangkan kebaikan, bukan saling menjatuhkan. Semoga dengannya permasalahan umat bisa usai dan kelak kejayaan Islam dapat kita raih.