Seorang mahasiswa fisika Mesir telah berhasil menciptakan perangkat propulsi (bahan Bakar Roket) baru yang dapat mempercepat pesawat antariksa dan satelit buatan melalui fisika kuantum dan reaksi kimia bukan radioaktif berbasis jet saat ini dan mesin roket biasa.
Aisyah Mustafa, yang telah memasuki bidang penelitian aktif propulsi pesawat ruang angkasa dengan perangkatnya yang baru diciptakan, mengatakan kepada kantor pemerintah EGYNews bahwa ia mematenkan penemuan itu Februari lalu di Akademi Penelitian Ilmiah dan Teknologi Mesir (ASRT).
Perangkat propelling Mustafa didasarkan pada campuran ilmiah antara fisika kuantum, teknologi ruang, reaksi kimia dan ilmu listrik. Berbagai roket saat ini, satelit buatan, pesawat antariksa dan kendaraan ruang angkasa menggunakan roket mesin gas yang bergantung pada tekanan gas ke luar kendaraan pada kecepatan supersonik atau reaksi kimia yang mendorong roket-roket dengan bahan bakar padat atau cair seperti radionuklida atau minyak bumi, atau tenaga electric-propelled probe yang tergantung pada dorongan kekuatan melalui percepatan ion.
Sebaliknya, penemuan Mustafa mentenagai kendaraan ruang angkasa dengan memanfaatkan energi listrik yang dibentuk oleh kekuatan Casimir-polder yang terjadi antara permukaan terpisah dan objek dalam ruang hampa dan oleh energi titik nol yang dianggap sebagai energi yang paling rendah. Mustafa menambahkan bahwa ia menggunakan panel reflektif untuk tenaga tambahan yang terlihat seperti sel surya fotovoltaik. Penemuan ini berkaitan dengan konsep hipotetis sebuah jet yang disebut “Sail Diferensial”, yang secara teoritis dibuat oleh pensiunan NASA Profesor Marc G. Millis yang memimpin NASA terobosan propulsi proyek fisika.
Dalam sebuah wawancara televisi dengan program pagi Mesir yang terkenal “Sabah El Kheir Ya Masr” (Mesir Good Morning), Mustafa, yang mempelajari fisika di Sohag University, mengungkapkan penghargaannya ke fakultas dan staf universitas atas usaha mereka dalam membantu dan memberikan dengan bahan dan sumber daya yang dibutuhkan. Namun, pada saat yang sama dia menyatakan depresi dan kesedihan karena kurangnya ruang departemen ilmu di universitas-universitas Mesir.
“Departemen astronomi dan fisika hanya tersedia. Meskipun mereka terkait dengan ilmu ruang angkasa tapi sayangnya mereka tidak ke dalam bidang tertentu dari penemuan saya dan mereka tidak bisa dibilang menguji atau menerapkannya.”
Gadis berusia 19 tahun itu mengatakan bahwa kekurangan departemen untuk ruang ilmu menghambat penelitian nasional lebih lanjut di bidang ini dan sekaligus sebagai hambatan baginya untuk terus melakukan studinya di bidang ini.