Sebetulnya, pada malam itu saya merasa sangat sungkan menyusuri jalan di kawasan mahasiswa sebuah kampus universitas terkemuka di kota ini. Akan tetapi, demi membungkam perut yang berdendang keroncongan, apatah lagi? Senja mulai memekat, maghrib pun telah usai. Hilir mudik kendaraan ramai membelah jalan sempit yang kian sesak oleh warung makan sepanjang kanan dan kirinya itu.
Saya sedang menunggu empat bungkus mie goreng siap saji sambil terpaku menatap malam. Hanya ada diam dan kesungkanan. Sungkan dan malu sekali rasanya, melihat saudari-saudari yang sebaya saya berboncengan mesra dengan laki-laki yang diakuinya sebagai pacar. Atau mereka berdua menungging di atas sepeda motor dan jenjang-jenjang paha kaki mereka beradu satu sama lain.
Yang ada dalam bayang pikiran Anda benar, tepat sesuai dengan apa yang saya lihat. Mereka mengenakan celana yang teramat pendek dan jauh di atas lutut. Apabila mereka naik sepeda motor, tentu akan menyisakan sedikit sekali bagian paha mereka yang masih terbungkus celana kecil itu. Na’udzubillah min dzalik.
Duhai saudariku, andai saja engkau mengetahui, bahwa saya malu sekali melihatmu malam itu. Apakah engkau merasakan apa yang aku rasa?
Saudariku muslimah, apa yang sesungguhnya sedang engkau mau dengan merelakan paha dan betismu yang indah itu terbuka dan dinikmati sembarang mata liar?
“Ya, mau gimana lagi sih ya? Secara, lagi trend-nya ini,” selorohmu enteng.
Padahal hawa terasa dingin sekali pada beberapa malam itu di kota ini. Kalian rela tertusuk angin dingin demi sebuah pencapaian arus mode atau sekadar menggapai eksistensi sebagai perempuan ‘menarik’ di komunitasmu. Maka, sangat wajar bila zaman kita sekarang ini dianggap zaman kesakitan. Karena sebagian perempuannya pun tak lagi mau bahu membahu menjaga kesucian peradaban ini.
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku suatu fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki (melainkan fitnah yang datang dari) wanita.” (HR Bukhari (9/5096); Muslim (4/2097), Ibnu Majah (3998) dan At-Tirmidzi (2780) dan dia berkata: “Hadits Hasan Shahih”)
Rasanya, saya pun sangat jahat karena hanya memandangmu sinis kala itu. Tak satu pun ucap yang berani saya sampaikan padamu. Padahal banyak sekali yang ingin saya sampaikan, minimal dari apa yang pernah saya dengar, duhai saudariku muslimah. Mungkin saja, Engkau belum pernah mendengar wasiat Rasulullah pada kita.
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128).
Sesungguhnya, kalaulah bukan karena syariat yang memerintahkan kaum perempuan untuk melindungi tubuhnya dengan mengulurkan pakaian seraya jilbab, mungkin saya pun tidak jauh berbeda dengan engkau, saudariku. Perempuan mana yang tidak mau diakui cantik dan menarik oleh penghuni dunia ini? Perempuan mana yang hatinya tidak melayang bila ditaburi pujian dan kekaguman dari para pemandangnya? Begitulah tabiat perempuan.
Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla, yang menciptakan kita, pasti mengetahui segala titik kelemahan makhluk-Nya tersebut. Jadi sangat masuk akal, syariat Pencipta kita yang dalam Surat Al Ahzab ayat 59.
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dia tidak akan pernah merugikan dan mencelakakan kita, meskipun sebesar dzarrah. Bahkan Dia yang Maha Mengetahui keselamatan kita dan seluruh penciptaan-Nya. Maka, Allah menegakkan syariat ini dan mengutus Rasulullah sebagai pemberi peringatan dan pemberi kabar gembira kepada umatnya.
Saudariku muslimah, dunia yang kita kejar, justru akan semakin jauh berlari meninggalkan kita, namun syariatlah yang digigit sekuatnya kelak akan meluruskan langkah kita di dunia dan akhirat.
Insya Allah, kelak engkau semakin payah bila mengekor pada trend dan mode yang menggila itu. Sesungguhnya para perekayasa mode itu mengetahui bahwa dengan memalingkanmu pada dunia adalah justru fitnah terbesar yang menimpa seorang muslimah. Mereka sengaja berupaya menjauhkanmu dari agama dan syariat. Ini adalah sebuah kecelakaan dan musibah besar bila kita tidak bergegas siuman dari tipu daya mereka.
Maka saudariku, mari mengenali syariat Islam yang mulia ini. Semakin engkau mengenalinya, insya Allah engkau akan semakin mencintainya. Bahkan jilbab yang mungkin saat ini dianggap memperburuk rupa penampilanmu, bisa jadi akan kita bela sampai titik darah penghabisan. Tentu saja saat kita benar-benar yakin, membenarkan, dan berusaha menaati syariat tersebut.
Tenanglah saudariku, sehelai kain jilbab itu tidaklah norak, kuno,dan tidak menarik. Justru, jilbab yang berkibar itu adalah mahkota terindah yang membuat sedemikian bernilai. Seberkas kain itulah yang membuatmu akan dikenal sebagai muslimah. Bahkan dengan jilbab itulah yang dapat menyelamatkan segala amal-amal kebaikanmu. Maka sekarang yang kita butuhkan adalah iman terhadap Rabb sang Pencipta. Karena kita diciptakannya sebagai perempuan, menjadi sosok perhiasan yang berharga, dan sangat perlu dijaga.
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya wanita itu apabila menghadap ke depan berbentuk setan dan menghadap ke belakang juga berbentuk setan. Karenanya jika salah seorang di antara kalian melihat seorang wanita yang menakjubkan pandangannya, maka hendaklah ia segera mendatangi istrinya…” (HR Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi)
Serta dalam sabdanya yang lain, Rasulullah pun telah mengingatkan kita,
“Aku tidak melihat orang orang yang kurang akal dan kurang agama yang lebih bisa menghilangkan akal laki laki yang teguh daripada salah seorang diantara kalian (para wanita).” (HR. Al Bukhari no 304 dan Muslim no. 80).
Saudariku, mohon maafkanlah saya. Seandainya saja saya tidak takut untuk menggamit dan menggandengmu malam itu jua, kemudian kita akan bersama belajar mengenakan jilbab ini dengan sebaiknya dan secantiknya, tentu sambil berbagi mie gorengnya. Insya Allah..
Dian Suci Lestari