Malaikat Yang Perkasa Pun Sujud Kepada Allah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sehingga apabila telah dihilangkan rasa takut dari hati mereka (malaikat), mereka berkata, apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?, mereka menjawab, perkataan yang benar, dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS Saba’: 23).

Ayat tersebut mengandung argumentasi yang memperkuat kebatilan syirik, khususnya yang berkaitan dengan orang-orang shaleh, dan ayat itu juga memutuskan akar-akar pohon syirik yang ada dalam hati seseorang.

Ayat ini menerangkan keadaan para malaikat, yang mana mereka  adalah makhluk Allah yang paling kuat dan amat perkasa yang disembah oleh orang-orang musyrik. Apabila demikian keadaan meraka dan rasa takut mereka kepada Allah ketika Allah berfirman, maka apakah pantas mereka dijadikan sesembahan selain Allah? tentu tidak pantas, dan makhluk selain mereka lebih tidak pantas lagi.

Diriwayatkan dalam kitab Shahih Imam Bukhari, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam  bersabda:

Apabila Allah menetapkan suatu perintah diatas langit, para malaikat mengibas-ngibaskan sayapnya, karena patuh akan  firmanNya, seolah-olah firman yang didengarnya itu bagaikan gemerincing rantai besi (yang ditarik) di atas batu rata, hal ini memekakkan mereka (sehingga jatuh pingsan karena ketakutan).

Sehingga apabila telah dihilangkan rasa takut dari hati-hati mereka, mereka berkata, ‘Apakah yang telah difirmankan oleh tuhanmu?

Mereka menjawab, “(Perkataan) yang benar, dan Dialah Yang Maha Tinggi Lagi Maha Besar.”

Ketika itulah (syetan-syetan) pencuri berita mendengarnya, pencuri berita itu sebagian diatas sebagian yang lain.

Sufyan bin Uyainah (perawi hadits ini) menggambarkan dengan telapak tangannya, dengan direnggangkan dan dibuka jari jemarinya.

Ketika mereka (penyadap berita) mendengar berita itu, disampaikanlah kepada yang ada dibawahnya, dan seterusnya, sampai ke tukang sihir dan tukang ramal, tapi kadang-kadang syetan pencuri berita itu terkena syihab (meteor)  sebelum sempat menyampaikan berita itu, dan kadang-kadang sudah sempat menyampaikan berita sebelum terkena syihab, kemudian dengan satu kalimat yang didengarnya itulah tukang sihir dan tukang ramal itu melakukan seratus macam kebohongan, mereka mendatangi tukang sihir dan tukang ramal seraya berkata, bukankah ia telah memberi tahu kita bahwa pada hari anu akan terjadi anu (dan itu terjadi benar), sehingga ia dipercayai dengan sebab kalimat yang didengarnya dari langit.

Para malaikat penghuni langit jatuh pingsan ketika mendengar firman Allah. Bahkan, langit pun bergetar keras ketika mendengar firman Allah itu. Bahwa bergetarnya langit dan pingsannya para malaikat itu disebabkan karena rasa takut mereka kepada Allah.

Malaikat yang pertama kali mengangkat kepalanya tersebut adalah Jibril. Dan Jibril memberikan jawaban tersebut kepada seluruh  malaikat penghuni langit, karena mereka bertanya kepadanya. Jibril adalah malaikat yang menyampaikan wahyu itu ke tujuan yang telah diperintahkan Allah kepadanya.

Hadits di atas juga menyebutkan tentang adanya syetan-syetan yang mencuri berita wahyu. Cara mereka mencuri berita adalah dengan cara sebagian mereka naik di atas sebagian yang lain, sebagaimana dipraktikkan oleh Sufyan bin Uyainah telapak tangannya, dengan direnggangkan dan dibuka jari jemarinya.  Kemudian para malaikat meluncurkan syihab (meteor) untuk menembak jatuh syetan-syetan pencuri berita.

Namun, adakalanya syetan pencuri berita itu terkena syihab sebelum sempat menyampaikan berita yang didengarnya, dan adakalanya sudah sempat menyampaikan berita ke telinga manusia yang menjadi abdinya sebelum terkena syihab. Oleh karena itu, adakalanya ramalan tukang ramal itu benar, tapi dengan berita yang diterimanya ia melakukan seratus macam kebohongan.  Kebohongannya itu tidak akan dipercaya kecuali karena adanya berita dari langit (melalui syetan penyadap berita). Satu kebenaran tersebut beredar luas dari mulut ke mulut dan diingatnya, lalu dijadikan sebagai bukti bahwa apa yang dikatakan oleh tukang ramal itu benar.

Di sinilah kita memahami lecenderungan manusia untuk menerima suatu kebatilan, bagaimana mereka bisa bersandar hanya kepada satu kebenaran saja yang diucapkan oleh tukang ramal, tanpa memperhitungkan atau mempertimbangkan seratus kebohongan yang disampaikannya.

Dalam hadits lain, dari An Nawwas bin Sam’an Radhiyallahu ‘Anhu menuturkan bahwa Rasulullah bersabda,

“Apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak mewahyukan perintahnya, maka Dia firmankan wahyu tersebut, dan langit-langit bergetar dengan kerasnya karena takut kepada Allah. Dan ketika para malaikat mendengar firman tersebut mereka pingsan dan bersujud. Di antara mereka yang pertama kali bangun adalah Jibril, maka Allah sampaikan wahyu yang Ia kehendakiNya kepadanya. Kemudian Jibril melewati para malaikat, setiap ia melewati langit maka para penghuninya bertanya kepadanya, “Apa yang telah Allah firmankan kepadamu?”

Jibril menjawab, “Dia firmankan yang benar, dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Dan seluruh malaikat yang ia lewati bertanya kepadanya seperti pertanyaan pertama, demikianlah sehingga Jibril menyampaikan wahyu tersebut sesuai dengan yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya.”

Penjelasan ini menunjukkan bukti lain yang menunjukkan kebhatilan syirik dan hanya Allah yang berhak dengan segala macam ibadah. Karena apabila para malaikat, sebagai makhluk yang sangat perkasa dan paling kuat, bersimpuh sujud di hadapan Allah yang Maha tinggi dan Maha besar ketika mendengar firmanNya, maka tidak ada yang berhak dengan ibadah, puja dan puji, sanjungan dan pengagungan kecuali Allah.

Di sini kita mendapati dalil untuk menetapkan sifat-sifat Allah (seperti yang terkandung dalam hadits di atas), berbeda dengan paham-paham lainnya yang mengingkarinya.

Firman Allah tersebut menunjukkan, bahwa Kalamullah bukanlah makhluk (ciptaan), karena mereka berkata, “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?”, menunjukkan pula bahwa Allah Maha Tinggi di atas seluruh makhlukNya, dan Maha Besar yang kebesaranNya tidak dapat dijangkau oleh pikiran mereka.