Amat jarang rasanya kita memeroleh informasi mengenai kekayaan sejarah peradaban Islam di benua Afrika sana. Padahal, benua hitam ini memiliki kekayaan peradaban yang tak kalah menakjubkannya dari pusat-pusat peradaban lainnya di dunia. Berikut sekelumit informasi mengenai warisan budaya dan intelektual Islam dari Afrika yang diharapkan dapat menambah wawasan kita bersama.
Bangsa Tuareg adalah sebuah bangsa nomaden kuno yang telah
malang melintang di keganasan gurun Sahara selama berabad-abad. Adalah bangsa ini yang lalu mendatangi seorang wanita bernama Buktu yang memiliki akses terhadap sumur air minum atau “Tim” maka kemudian nama “Well of Buktu” atau “Sumur Buktu” kemudian dikenal sebagai “Timbuktu”. Bangsa Tuareg menemukan daerah ini sekitar 1180 M.
Selama bertahun-tahun, Timbuktu menjadi sebuah pusat pembelajaran yang menakjubkan. Para sarjana Muslim menjadi pakar dalam keilmuan Islam dan mewariskan ilmu mereka kepada para pelajar. Para cendekiawan menulis karya-karya kepakaran meliputi beragam subjek seperti sains, matematika, astronomi, hukum dan tata bahasa Arab. Manuskrip-manuskrip tersebut mengandung ilmu pengetahuan yang mendalam dan luas. Namun, bagaimanapun juga, sayangnya banyak dari manuskrip-manuskrip tersebut telah dihancurkan. Dan sebagian yang selamat selama berabad-abad kini telah dimuseumkan di Institut Ahmed Baba di Mali.
Pada bulan November 2008, Afrika Selatan mendapatkan kesempatan istimewa untuk melihat beberapa dari manuskrip-manuskrip menakjubkan ini. Manuskrip, “Timbuktu: Naskah dan Keilmuan”, dipamerkan di kota-kota seluruh Afrika Selatan dan menarik minat serta perhatian yang luar biasa.
Pada tahun 2003, dalam kunjungannya ke Timbuktu, mantan Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki berinisiatif untuk melestarikan manuskrip-manuskrip ini. Untuk itu, pemerintah Afrika Selatan dan Mali bekerjasama membangun sebuah perpustakaan baru dan gedung pengarsipan untuk Institut Ahmed Baba.
Muhammad Diagayeté, seorang peneliti dari Institut Ahmed Baba menerangkan kepada pengunjung galeri seni dengan sedikit sejarah singkat Timbuktu dan berbagi pandangannya terhadap manuskrip-manuskrip ini. Beberapa manuskrip berasal dari abad ke-13. Kopian tebal yang ditulis tangan dengan indah milik Imam Malik mengenai syariah dan biografi Nabi Muhammad, di antara karya ulama lainnya, menjadi bukti bahwa Afrika memiliki sejarah tulisan. Para ulama itu sendiri menulis manuskrip-manuskrip ini dalam bentuk kaligrafi Arab yang kecil-kecil dan rapat dan banyak di antaranya memiliki catatan kaki. Beberapa manuskrip lainnya dihias indah dengan pola emas dan dijilid dengan sampul kulit yang masih tetap utuh dan lengkap.
Diagayeté menjelaskan bahwa tidak hanya Timbuktu adalah sebuah pusat keilmuan yang menakjubkan tetapi kota ini juga menjadi pusat perdagangan. Orang-orang Moroko dulunya membawa garam, manuskrip, bulu unta dan getah Arab untuk kemudian mereka tukarkan dengan emas, gading, biji-bijian dan budak.
Diagayeté menambahkan, bahwa manuskrip-manuskrip tersebut amat rapuh karena saking tuanya, maka sulit untuk memindahkannya ke tempat lain guna serangkaian tur. Manuskrip-manuskrip rapuh tersebut membutuhkan perawatan khusus dan gedung baru di Institut Ahmed Baba akan segera memiliki kendali suhu dan kelembapan yang dibutuhkan untuk menjamin kondisi yang aman guna mengawetkan manuskrip-manuskrip ini.
Mengharapkan dapat menyaksikan manuskrip-manuskrip itu dari dekat di Indonesia dan melihat langsung peninggalan Imam Malik dan ulama lainnya, mungkin adalah hal yang mustahil mengingat betapa rapuhnya manuskrip-manuskrip ini. Berbeda dengan pameran pedang Nabi, yang jelas tidak rapuh seperti manuskrip kuno, yang pernah diadakan beberapa waktu yang lalu di Indonesia. Namun, itu semua adalah karya masa lalu. Saatnya menatap ke depan, dengan belajar dari sejarah masa lalu, guna membangun peradaban madani di sini. Di Indonesia.