Di dalam pembahasan ini terdapat empat masalah:
Ziarah Masjid Madinah
Berziarah ke masjid Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah sesuatu yang dianjurkan, karena di dalamnya ada keutamaannya, sebagaimana bunyi hadits yang terdapat dalam Ash Shahih:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
“Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat di masjidku ini nilainya seribu kali lebih baik dibandingkan pada masjid lain kecuali pada Al Masjidil Haram.” (HR. Muslim)
Dibolehkan secara sengaja melakukan perjalanan untuk mengunjungi Masjid Nabawi, ini berdasarkan riwayat Abu Hurairah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِي هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
“Dari Abu Hurairah hingga sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Janganlah kalian bersusah payah melakukan perjalanan jauh, kecuali ke tiga Masjid. Yaitu; Masjidku ini (Masjid Madinah), Masjidil Haram (di Makkah) dan Masjid Al Aqsha.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Orang yang berkunjung tersebut hendaknya berniat untuk berziarah ke masjid bukan ke kuburan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Berziarah ke Masjid Nabawi merupakan ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan wajud ketaatan kepada-Nya, tetapi amalan ini bukan termasuk dari ritual ibadah haji dan bukan pula pelengkapnya. Jika dia tidak berziarah, maka ibadah hajinya tidak berkurang.
Masalah Kedua: Berziarah Ke Kuburan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
Disunnahkan bagi yang sudah sampai di Madinah untuk berziarah ke kuburan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi tidak dibolehkan untuk mengadakan safar hanya diniatkan untuk itu saja. Sebagaimana yang diriwayatkan Abu Hurairah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ
“Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan dan jangan kalian jadikan kuburanku sebagai ‘Id (tempat yang selalu dikunjungi dan didatangi pada setiap waktu dan saat), bershalawatlah kepadaku, sesungguhnya shalawat kalian akan sampai kepadaku di manapun kalian berada.” (HR. Abu Daud)
Adapun yang sering disebut oleh orang-orang awam bahwa ziarah kubur Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam merupakan kesempurnaan ibadah haji, maka hal itu tidak benar. Tidak satupun dari empat Imam yang mengatakan seperti itu. Adapun hadits yang sering dijadikan landasan untuk itu, yaitu:
مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَزُرني فَقَد جَفَاني
“ Barang siapa yang melakukan ibadah haji dan tidak berziarah kepadaku, maka dia telah memutuskan hubungan denganku.”
Ternyata hadits ini maudhu’ (dibuat-buat manusia), maka tidak boleh dijadikan dalil, dan bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang melarang untuk melakukan safar khusus untuk berziarah ke kuburan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
Masalah Ketiga: Adab-adab Berziarah
1. Dianjurkan bagi peziarah untuk memberikan salam kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kepada kedua sahabatnya, caranya dengan mengucapkan:
السَلَامُ عَلَيكَ أَيُهَا النَبي وَرَحمَة الله وَبَركَاتُه
“Semoga salam sejahtera tetap tercurahkan kepada Nabi, begitu juga rahmat Allah dan berkat-Nya.”
Jika dia menambahkan sesuatu yang sesuai dengan salam itu, maka tidaklah mengapa, seperti kalau mengucapkan:
السَلاَم عَلَيكَ يَا خَلِيلَ الله وَأَمِينُه عَلَى وَحيِه وَخِيرَته مِن خَلقه وَأَشهَدُ أَنَكَ قَد بَلَغتَ الرِسَالة وأديتَ الأمَانَة وَنصحتَ الأُمَة وجَاهَدتَ في الله حَقَ جهَاده
“Semoga salam sejahtera tetap tercurahkan kepada-mu wahai kekasih Allah dan pembawa wahyu, serta makhluq-Nya yang terbaik. Saya menyaksikan bahwa engkau telah menyampaikan risalah, telah melaksanakan amanah, telah menasehati umat, dan telah berjihad dengan sebenar-benar jihad.”
Jika hanya membaca dengan bacaan yang pertama tadi, maka itupun sudah baik.
Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anh, jika mengucapkan salam, dia mengatakan:
السَّلَامُ عَلَيْك يَا رَسُولَ اللَّهِ السَّلَامُ عَلَيْك يَا أَبَا بَكْرٍ السَّلَامُ عَلَيْك يَا أَبَتِ
“Semoga salam sejahtera tetap tercurahkan kepadamu wahai rasulullah, semoga salam sejahtera tetap tercurahkan kepadamu wahai Abu Bakar, semoga salam sejahtera tetap tercurahkan kepadamu wahai Bapak-ku.”
Kemudian beliau pergi meninggalkan tempat itu.
2. Hendaknya dia datang dengan tenang dan pelan-pelan menjauhi kegaduhan, tidak pula meninggikan suara. Hal ini berdasarkan firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi,” ( Qs.Al Hujarat: 2)
3. Tidak disyari’atkan bagi peziarah untuk mengusap-usap tembok kuburan dan tidak pula menciumnya ataupun sejenisnya.
4. Tidak disyari’atkan untuk berdo’a di kuburan Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan tidak ada kekhususan bagi beliau, bahwa orang yang berdoa’ dekat kuburannya maka doanya mustajab
5. Tidak disyari’atkan berdo’a kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan meminta bantuan kepadanya untuk mengampuni dosa atau mengindarkan dari musibah atau mengembalikan barang yang dicuri, atau meminta kemenangan terhadap musuh-musuhnya atau yang lainnya.