Gerakan lama yang gagal dalam menerjemahkan gagasan-gagasan brilian tak bisa juga menghindar dari sunnah perubahan. Sudah tentu akan terjebak dalam kejumudan dan berjalan di tempat [stagnan].
Dunia Islam pernah menyaksikan kelahiran gerakan-gerakan yang membawa gagasan-gagasan besar. Gerakan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy, gerakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, gerakan Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab, dan gerakan Syaikh Hasan Al-Banna–rahimahumullaahu jamii’an. Gerakan-gerakan tersebut adalah sebuah gerakan yang “radikal” karena ingin melakukan perbaikan dan perubahan yang mendasar.
Kita adalah manusia-manusia biasa. Kita tidak punya keshalihan sebagaimana Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy, keluasan ilmu sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, keteguhan dalam perjuangan sebagaimana Syaikh Muhammad Bin ‘Abdul Wahhab, serta kejeniusan dalam mentanzhim dan membuat sistematika tahapan-tahapan Shahwah Islamiyyah sebagaimana Syaikh Hasan Al-Banna.
Beberapa pihak hendak menempatkan dirinya menjadi “mujtahid-mujtahid muqayyad” pergerakan dengan tujuan untuk menyegarkan [tajdid] tetapi gagal karena mereka tak menguasai ushul pergerakan yang sudah diletakkan imam-imam dan syaikh-syaikhnya.
Beberapa pihak malah melangkah lebih jauh. Mereka memandang dirinya adalah “mujtahid muthlak” pergerakan. Kemudian dia merumuskan sebuah sistematika pergerakan tanpa terikat dengan imam-imam dan syaikh-syaikh yang telah mendahuluinya dan telah melakukan tajribah-tajribah mendalam. Akhirnya mereka gagal juga karena pada dirinya tidak terpenuhi syarat-syarat sebagai “mujtahid muthlak” yang menjadikannya layak menelorkan ijtihad-ijtihad baru atau memberikan “fatwa pergerakan” tanpa terikat dengan imam-imamnya.
Dalam konteks itulah kami menyadari betul kekurangan-kekurangan kami. Maka kami pun memutuskan untuk mengambil yang sudah ada. Tak butuh waktu membangun dari awal. Tak perlu repot merumuskan dasar-dasar dan prinsip-prinsip serta metode-metodenya. Prinsipnya adalah melangkah dari tempat mereka berhenti serta tetap mempertahankan kebaikan-kebaikan lama dan menerima kebaikan-kebaikan baru yang sejalan dengan tujuan-tujuan agama, prinsip-prinsip syariah, nilai-nilai akhlak, dan esensi-esensi dakwah.
Dan, kamipun sekarang menatap masa depan umat dengan penuh keyakinan. Bahwa suatu saat nanti Nusantara akan berubah menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur.
Ustadz Hafidin Achmad Luthfie, Lc.