Awal bulan ini saya membaca berita dari salah satu koran nasional (Radar Banten) yang memberitakan tentang perilaku “terpuji” seorang anak manusia dalam mengekspresikan karakter positifnya. Seorang anak yang diajak belanja ibunya di pusat perbelanjaan modern.
Seperti biasanya, di tempat perbelanjaan modern, kita dipersilahkan untuk “melayani diri sendiri” dalam memilih barang-barang yang akan kita beli, terkadang…kitapun melakukan “uji kualitas” dengan mencicipi barang sebelum kita beli seperti mencicipi buah lengkeng. Si anak yang ikut belanja ibunya pun ikut mencicipinya, meskipun ibunya tidak membeli buah lengkeng tersebut karena mahal.
Setelah belanja bermacam-macam, si anak dan ibunya pulang ke rumah hingga hampir larut malam. Tepat pukul 23.00 mereka sampai dirumah dan si anak menyampaikan pada ibunya, “Ibu, buah lengkeng yang di pusat belanja tadi rasanya sangat manis dan aku mencicipi satu buah.”
Lalu ibunya menjawab, “O…iya, tadi ibu akan beli satu kilo tapi tidak jadi karena harganya mahal.”
Jawaban sang ibu membuat sianak kaget bukan kepalang dan sambil berkata keras,”Emangnya buah lengkeng tadi di jual, Bu, bukannya hanya untuk dicicipi?” si anak bertanya dengan penuh penasaran.
“Iya, lengkeng itu emang dijual, habis kenapa?” balik tanya sang ibu. Sambil menangis, si anak menyampaikan pada ibunya bahwa ia harus kembali ke pusat perbelanjaan itu untuk membayar satu buah lengkeng yang telah di makannya. Sang anak memaksa ibundanya dan terus mendesaknya. Dan subhanahallah, malam itu juga si anak dan ibunya kembali ke pusat perbelanjaan itu untuk membayar buah lengkeng tersebut.
Sahabat Golden Family yang berbahagia,
Membaca peristiwa di atas terasa bagaikan meneguh air segar ditengah gurun pasir yang panas, terasa “membahagiakan”. Mengapa? Di saat masyarakat kita sedang dilanda krisis integritas, kebohongan merajalela, korupsi seperti telah disepakati, ternyata masih ada anak bangsa yang tetap mempertahankan integritas itu sebagai “pakaian kehormatan” dirinya.
Integritas yang bisa diartikan sebagai kepercayaan atau kejujuran adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh manusia yang beradab, manusia yang menginginkan hidup sukses penuh keberkahanNya, dan ini sangat diperlukan untuk membangun peradaban bangsa kita yang telah menyatakan dirinya 66 tahun “merdeka”. Secara pribadi saya mengatakan (maaf) bangsa kita sedang “sakit” jiwanya. Kita terlalu serius “menyehatkan” badannya tapi kita tidak serius “menyehatkan” jiwanya. Kebiasaan korupsi bangsa kita telah memasuki “fase parah”, hal ini bisa dibuktikan dengan adanya sikap “tidak merasa bersalah” atas korupsi yang telah dilakukan dan dengan entengnya ia mengatakan bahwa orang lain juga melakukan korupsi.
Sahabat Golden Family yang hebat,
Kita harus optimis, karena kita telah bersama-sama mengibarkan “bendera” membangun keluarga emas Indonesia. Membangun integritas suatu bangsa bisa kita mulai dari membangun integritas anggota keluarga kita. Untuk mengawalinya, para orangtua mulai membangun integritas dirinya, kemudiaan integritas yang kita miliki itu kita contohkan pada anak-anak kita. Kita bimbing mereka bahwa kejujuran itu terbaik dan mulia, dan kebohongan itu akan menghasilkan kesengsaraan dan kehinaan. Bila orangtua merasakan atau mengetahui bahwa anak telah melakukan ketidakjujuran (berbohong), maka lakukan prosesi sebagai berikut:
Duduklah bersama mereka, tatap matanya dengan lembut, buatlah rasa nyaman agar anak menikmati komunikasi ini dan sampaikan dengan tutur kata yang santun. Kemudian kita (orang tua) mengatakan padanya,”Nak, Ayah dan Ibu berharap kamu bisa mengatakan yang sebenarnya dan selalu mengatakan kejujuran. Bukankah Ayah dan Ibu tidak pernah mengatakan kebohongan?”
Bila terjadi seperti ini, target orangtua adalah si anak harus mengetahui bahwa melakukan ketidakjujuran (berbohong) itu adalah sikap dan perilaku salah, merusak diri kita dan tidak terpuji. Kita sebagai orangtua harus terus dan terus menyampaikan informasi/nasehat kebenaran, kemudian kita memberi contoh tentang kebaikan. Insya Allah, integritasnya akan terbangun.
Melatih anak membagun integritas dirinya bisa dilakukan dengan cara menunda apa yang ia minta atau melakukan puasa. Puasa, yang diajarkan oleh para rasul Allah memiliki nilai-nilai kejujuran yang luar biasa, khususnya jujur pada dirinya sendiri.
Sahabat Golden Family,
Berikut ini ada beberapa tanda dan gejala yang bisa saya bagikan untuk mengidentifikasikan tingkat keseriusan kebohogan anak dan perlu diobati, sebagai berikut:
- Anak Sering Tidak Jujur. Anak melakukan kebohongan bukan hanya sekali saja ia lakukan melainkan sudah berkali-kali dan telah menjadi kebiasaannya.
- Anak Bereputasi Buruk. Orang dewasa lainnya atau temen-temannya memberitahu kita bahwa ia sering berbohong dan tidak bisa dipercaya.
- Anak Memiliki Kebiasaan Menyontek. Anak terus menjiplak atau menyalin pekerjaan anak-anak lain.
- Anak Berbohong Tanpa Alasan. Anak melakukan kebohongan tanpa bisa memberi alasan, tidak ada tujuan mengapa ia berbohong. Atau anak memberikan beberapa alasan tapi ternyata tidak benar.
- Anak Melakukan Kebohongan namun Tidak Merasa Bersalah. Anak tidak melihat ada yang salah dengan berbohong, anak mengatakan bahwa orang lain juga melakukan kebohongan.
Semoga bermanfaat,…