Gorengan adalah salah satu makanan favorit masyarakat Indonesia. Apapun jenis makanannya semuanya digoreng, mulai dari kerupuk, tempe, tahu, ikan, daging, hingga sayur pun ada sayur ditambah tepung lalu digoreng kering. Belum mantap rasanya kalau pas makan tidak ada yang berbunyi ‘kriuk’.
Menggoreng sendiri adalah proses memasak bahan pangan menggunakan suhu tinggi dengan bantuan minyak sebagai media pengantar panas. Minyak ini tidak hanya sebagai media, tapi juga akan diserap sedikit oleh makanan yang digoreng. Akibatnya kualitas dari minyak yang digunakan untuk menggoreng akan mempengaruhi rasa dan aroma dari makanan.
Melihat potensi ini, tidak heran kalau sekarang ini banyak beredar berbagai jenis minyak goreng. Mulai dari minyak kelapa sawit (ini pun ada yang prosesnya fraksinasi tunggal dan fraksinasi ganda), minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak biji bunga matahari, minyak bekatul, dan lain sebagainya. Ada juga minyak yang merupakan campuran dari dua minyak.
Sedikitnya pengetahuan masyarakat tentang minyak akhirnya membuat masyarakat banyak yang ditipu iklan minyak goreng. Apalagi banyak produsen yang dengan mudahnya mengeklaim bahwa minyak ini punya khasiat seperti ini, minyak itu punya khasiat seperti itu. Benarkah?
Sebagai contoh minyak kelapa, dulu sebelum ada minyak kelapa sawit, minyak kelapa adalah raja minyak goreng. Namun karena minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh dalam jumlah yang cukup tinggi, sehingga minyak kelapa dianggap ‘musuh’ bagi manusia, ‘dituduh’ sebagai penyebab utama dari penyakit jantung koroner. Padahal sebenarnya asam lemak jenuh pada minyak kelapa merupakan asam lemak rantai medium. Ini artinya asam lemak ini mudah dihidolisis dalam tubuh, sehingga tidak disimpan dalam bentuk lemak oleh oleh tubuh.
Sebenarnya berlebihan juga ketika kita menganggap bahwa asam lemak dalam minyak adalah biang dari penyakit. Pertama kita perlu tahu, apakah asam lemak jenuh yang dimaksud disni termasuk rantai medium atau long (panjang). Sebab ini akan memmpengaruhi hidrolisi asam lemak dalam tubuh. Asam lemak dengan rantai medium masih dapat dihidrolisis, sedangkan asam lemak rantai panjang akan disimpan dalam tubuh dalam sebagai lemak.
Kedua, pada saat proses pemanasan minyak saat menggoreng akan terjadi kerusakan asam lemak tidak jenuh karena tingginya suhu selama proses penggorengan (sekitar 150-180 derajat celcius). Sehingga jumlah asam lemak tidak jenuh yang diharapkan akan terkonsumsi, sesungguhnya sangat sedikit.
Penyakit jantung koroner tidak hanya disebabkan karena mengkonsumsi asam lemak jenuh. Banyak faktor lain yang harus diperhatikan. Misalnya pola diet yang tidak seimbang, kurang olahraga yang akhirnya menyebabkan obesitas, merokok, dan lain sebagainya.
Konsumsi asam lemak tak jenuh pun bila berlebihan akan membahayakan kesehatan karena dapat membentuk lebih banyak senyawa radikal dalam tubuh. Sesuatu yang dapat merusak sel-sel dan jaringan tubuh.
Senyawa radikal ini merupakan salah satu sebab terjadinya atherosclerosis lantaran rusaknya pembuluh darah oleh senyawa radikal itu. Jadi, bagi yang mengkonsumsi asam lemak tidak jenuh tinggi dianjurkan untuk disertai dengan konsumsi vitamin E yang tinggi pula.
Ikatan Dokter Ahli Jantung di AS menganjurkan agar konsumsi minyak/lemak dibatasi sekitar 30% dari total kalori yang dikonsumsi (sekitar 90-100 g minyak/lemak per hari). Minyak/lemak tersebut harus terdiri dari 10% mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid – SFA), 10% asam lemak tidak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acid – MUFA) dan 10% asam lemak tidak jenuh jamak (poly-unsaturated fatty acid – PUFA).
Dari keterangan tersebut sangat jelas bahwa konsumsi asam lemak jenuh dibolehkan dalam jumlah yang wajar. Apalagi bila sumbernya hanya dari makanan yang digoreng dengan jumlah relatif sedikit.
Memilih minyak goreng yang baik dapat dilakukan secara sederhana. Pertama, lihat kejernihannya (bukan warnanya); kedua, cium baunya apakah tengik atau tidak. Minyak goreng yang baik itu jernih dan tidak berbau tengik.
Minyak goreng yang membeku karena disimpan di ruangan berpendingin akan tampak keputih-putihan. Itu tidak berarti rusak tetapi karena kandungan asam lemak jenuhnya relatif tinggi sehingga lebih cepat membeku dibanding minyak yang lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh.
Satu hal yang perlu diketahui masyarakat adalah, konsumsi asam lemak tak jenuh memang dapat menurunkan kadar koleterol dan dapat mencegah timbulnya atherosclerosis serta penyakit jantung koroner. Namun, ini hanya berlaku bila minyak tersebut dikonsumsi dalam keadaan mentah. Misalnya digunakan sebagai minyak salad. Jadi asam lemak tidak jenuhnya tidak rusak karena proses pemanasan.