Memulai Peradaban dari Rumah

Bukan tanpa alasan saya memilih sebuah pekerjaan yang tidak “pasti”, bukan tanpa alasan saya memilih  mundur dari sebuah pekerjaan yang telah memberikan pembelajaran yang begitu besar kepada saya. Bukan tanpa alasan saya memilih mundur dari pekerjaan di saat karier mulai “menanjak”. Ya.. semuanya dengan alasan, bukan emosional semata. Bukan pula semata-mata karena saya tidak mau terikat dengan orang lain. Tetapi ada sebuah misi besar yang ingin saya lakukan untuk mewujudkan mimpi, sebuah mimpi yang harus saya rancang dan mulai wujudkan sejak dini.

Sebagaimana kita tau, ada tugas-tugas mulia yang mesti dijalankan oleh seorang wanita ketika telah menikah, yaitu menjalankan kewajiban sebagai seorang istri dan ibu. Tugas inilah yang mestinya diutamakan. Dalam Islam, kedudukan wanita (dalam hal ini ibu) sangatlah terhormat dan mulia. Karena dari sentuhan mereka pendidikan manusia dimulai. Islam mengarahkan kaum wanita agar tetap dapat mengutamakan tugas fitrahnya, sekalipun saat bekerja.

Menjalankan peran sebagai ibu dan pengatur rumah tangga merupakan aktivitas yang sangat mulia, sebab peran itu menentukan keberhasilan rumah sebagai institusi umat pertama dan utama umat, yang melahirkan anak berkualitas sebagai penerus generasi. Anak seharusnya menjadi lebih baik dari orang tuanya, dan itu bisa diraih jika peran dalam rumah tangga bisa dijalankan dengan sungguh-sungguh.

Mencoba menilik lebih dalam, betapa besar dan pentingnya peran seorang ibu. Ibu adalah guru dari segala guru. “Ibu itu laksana sekolah yang besar, apabila kamu menyiapkan dengan baik, berarti kamu telah menyiapkan sebuah bangsa yang harum namanya.” Tanggung jawab yang paling utama seorang ibu adalah menjaga tauhid anak-anak dan keluarganya, agar kelak iman mereka tidak mudah digadaikan.

Namun, di luar sana ada gerakan yang terus menerus  mempengaruhi kaum wanita, sebuah gerakan yang (katanya) terus mempersoalkan ketidak produktifan wanita karena menganggap bahwa wanita yang aktif dalam rumah tangga atau kegiatan domestik, yang pekerjaannya hanya reproduksi (melahirkan anak), mengasuh rumah tangga, mengasuh anak dan melayani suami itu tidaklah produktif dan tidak ideal. Wanita tipe ini tidak dapat menghasilkan uang dan tidak mampu mendukung devisa negara maupun rumah tangga, sehingga mereka harus diberi hak publik besar di luar rumah. Dan parahnya ini dikatakan oleh mereka sebagai bentuk emansipasi wanita. Sebuah propaganda emansipasi yang merupakan perangkap nyata, agar wanita mau meninggalkan tugas utama domestiknya (rumah tangga), dan tak mau lagi menentramkan suami atau mengamankan tauhid anak-anak dan keluarganya.

Adakah kita sadar wahai saudaraku? Bahwa target jangka panjang dari gerakan feminisme dan gender alat liberalisme ini adalah hancurnya institusi rumah tangga, generasi, dan keturunan. Sungguh sebuah strategi efektif penghancuran ummat tengah terjadi. Karena, jika kaum muslimah sudah rusak, maka dapat dipastikan, sepuluh atau seratus tahun ke depan, bangunan generasi akan lebur.

Islam-pun sebenarnya tidak pernah melarang wanita melakukan tugas apapun. Tapi Islam tetap menuntut agar wanita berusaha menjadi terhormat dan berharga. Kunci tugasnya, beramal dalam dalam koridor keshalihan.

Keshalihan yang paling mudah untuk dilakukan adalah peran kariernya sebagai ibu rumah tangga. Dengan menjadi ibu, seorang wanita harus mampu menjalani siklus periode kehamilan, melahirkan, menyusui, hingga mendidik anak. Periode ini sangat vital bagi kualitas masa depan generasi, dan butuh kesungguhan melaksanakan. Dan ibu menjadi pilar utama pelaksananya.

Keshalihan kedua berupa khidmah pada suami, menjaga ketentramannya, dan mewujudkan keharmonisan keluarga dengan penuh amanah.
Keshalihan ketiga, berperan dalam masyarakat dengan profesi yang sesuai dengan potensi dan kodratnya, dalam rangka amar ma’ruf nahy munkar.

Jadi silahkan tetapkan pilihan anda sejak dini. Mau manjadi wanita karier secara umum ataukah menjadi wanita “karier” yang luar biasa. Jika anda memilih menjadi wanita karier secara umum, mari kita perhatikan rambu-rambu syari’at. Pun ketika memilih berkarier daam rumah tangga, mungkin akan ada saatnya kebosanan melanda, maka, mari kita menjadi wanita  kreatif, dan terus hidupkan otak dengan aktifitas-aktifitas domestik. Lahan dakwah diluar banyak dan menanti sentuhan tangan-tangan kita, atau berbisnis dengan tetap memprioritaskan keluarga dan anak-anak. Karena bagaimanapun, muslimah juga butuh ruang untuk mengekspresikan diri, agar tetap dinamis, kalau di ajak ngobrol suami juga nyambung.

Semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam bishshowab