Menahan Dan Melepas Karena Allah

Dee, kau tahu sendiri, ada beberapa kelemahanku dalam berkomunikasi, bukan karena aku tidak bisa mengatakan langsung apa yang kupikirkan, justru terkadang aku takut bila aku bersikap terlalu over, mereka malah tersakiti, jadi aku lebih leluasa menuliskan apa yang ingin kusampaikan dalam bentuk cerita, karena sebuah cerita ada intisari kehidupan dari masa lalu, bila tentang masa depan dia akan menjadi sebuah harapan, sehingga siapapun yang mendengar atau membacanya tidak merasa di hakimi atau di gurui, tapi mereka akan berfikir secara jernih untuk mengambil langkah mana yang terbaik dalam menyelesaikan masalahnya.

Ada tiga cerita berkaitan dengan dua masalah yang di hadapi temanku tersebut.

Kisah Pertama

Ada Sebuah hutan di pedalaman Amerika, bila seorang pemburu ingin memburu seekor monyet dengan mudah mereka hanya membutuhkan sebuah botol yang di dalamya di taruh sebuah roti isi, kemudian di letakkan dekat kawanan monyet pada malam hari, keesokan harinya pasti ada monyet yang terperangkap karena salah satu tangannya terjebak di botol dalam keadaan memegang roti yang ada di dalam botol. Padahal bila sang monyet mau melepaskan roti tersebut dia bisa saja tidak terjebak dan kembali bebas, namun karena monyet-monyet di kawasan tersebut lebih memilih menahan roti isi daripada melepaskan akhirnya para pemburu dengan mudah mendapatkan mereka tanpa susah lagi berburu.

Kisah Kedua

Suatu ketika seorang guru bijak mengumpulkan semua muridnya, beliau bertanya adakah di antara muridnya yang pada saat itu sedang membenci orang, bila yang ya maka murid tersebut di minta angkat tangan, ternyata semua muridnya angkat tangan. Maka sang guru membuat sebuah permainan yang di sepakati bersama yakni bila muridnya membenci orang dia harus membawa tomat, 1 tomat untuk satu orang yang di benci, besar kecil tomat tergantung kebencian pada orang tersebut, semakin besar kebencian semakin besar tomat yang di bawa, dan tomat tersebut harus di bawa kemanapun murid tersebut pergi selama masih ada kebencian masih ada. Bila bisa memaafkan, mereka boleh menanam tomat di tanah dan mereka di minta membuat laporan dua minggu kemudian.

Ternyata para murid yang membawa tomat ada yang keberatan terlebih yang membawa tomat yang besar dan banyak. Karena tomat tersebut tak hanya membebani tapi juga semakin hari semakin bertambah busuk, ada juga murid yang telah belajar memaafkan dan menanam tomat tersebut. Dua minggu kemudian, murid-murid yang masih membenci datang dengan sejuta keluhan, pinggang sakit belum lagi merasakan bau busuk dari si tomat sedangkan murid yang belajar memaafkan mereka malah tersenyum mereka malah datang dengan sebuah tunas tomat yang mereka tanam.

Kisah Ketiga

Dua pengembara, mereka berdua mengadakan perjalanan yang sangat panjang. Suatu ketika kedua orang tersebut mendapati di salah satu sepatu mereka ada sebuah kerikil, seorang pengembara berhenti sejenak dan mencopot sepatunya mengambil dan mengeluarkan kerikil yang ada di sepatunya, sedang pengembara satu lagi menganggap remeh, dia merasa hanya sebuah kerikil kecil.

Namun apa yang terjadi pengembara yang mengambil dan mengeluarkan kerikil tersebut lebih cepat sampai ketujuannya, sedang yang menahan kerikil akhirnya dia merasakan kecapaian karena kerikil tersebut sehingga sepanjang perjalanan dia kesakitan.

Dee, sesungguhnya dalam hidup ini Allah telah memberikan sebuah pilihan agar kita bisa menentukan langkah apa yang terbaik agar kita semua bisa mencapai derajat kebaikan di sisi-NYA, namun terkadang kita sebagai manusia seringkali tertipu ada yang karena ketamakan seperti kisah sang monyet menyebabkan dia terbelenggu dan binasa karena tidak mau melepaskan apa yang seharusnya bukan miliknya.

Ada yang membawa beban yang memang bisa di lepaskan seperti kisah guru dan tomat, bebannya itu atas kemauannya sendiri, busuknya dia juga yang merasakan, namun bila bersikap lapang untuk menanam tomat tersebut akan tumbuh tunas baru yang akan membuat harapan baru.

Sedangkan kisah ketiga kita bisa bercermin bahwa jangan merasa sok kuat bisa menahan sesuatu yang menurut kita sepele (kecil), tapi kita tahu bahwa itu ada sebuah ganjalan dalam mencapai tujuan kita. bila lebih cerdas kita bisa mengembilnya kemudian menaruhkan sebuah persimpangan yang akan menjadi petunjuk bagi orang lain.

Dee, sesungguhnya tiap cinta yang Allah sebarkan di muka bumi ini ibarat cahaya yang menyinari dimanapun dia berada, namun cahaya tersebut akan berubah kegelapan bila tidak di posisikan pada tempat yang salah. Apa yang kita miliki di dunia sesungguhnya milik Allah semata, kita tak berhak menangisi, kecewa bahkan membenci ketika Allah mengambil kembali milik-Nya karena sesungguhnya Allah lebih tahu tentang rencana indah di balik kehidupan yang Dia ciptakan dan berhati-hati terhadap penyakit Ghurur (tertipu/kekaguman terhadap diri sendiri yang terlalu besar dan berlebihan) dan penyakit wahan yakni cinta dunia dan takut akan kematian. Kita bersaudara karena Allah. Semoga ikatan ini saling mengingatkan dengan baik, dengan niat baik, dengan cara yang baik pula sehingga merasakan limpahan kasih sayang dan penjagaan Allah di setiap desahan nafas kita.

Oleh: Amatullah Mufidah, Surabaya.
Blog, Facebook, Twitter.