Kini, ditengah-tengah terpuruknya umat Islam di bumi ini, dan kemunduran umat ini kita saksikan di setiap langkah kaki kita berpijak. Benar kata Rasulullah SAW, suatu saat nanti Islam di akhir zaman diantara orang-orang kafir bagaikan makanan yang berada disebuah wadah yang diperebutkan oleh orang-orang yang kelaparan. Dan begitu juga umat Islam sendiri bagaikan buih dilautan, banyak tetapi tidak berdaya. Di bumi jihad palestina kita menyaksiakn sendiri bagaimana kaum kafir zionis la’natullah ‘alaihim jami’an yang penduduknya hanya segelintir orang mampu menyiksa, merampas dan membunuh di tengah-tengah bangsa Arab yang mayoritas kaum Muslimin.
Maka sekarang! Kami semua sedang menunggu tibanya hari dimana para aktivis muslim, terkhusus para syabaab, datang dengan ghirah yang membara memperjuangkan Islam dari keterpurukan tersebut. Kami menunggu hari semacam hari dimana Abu Bakar saat terjadi murtad massal, semacam hari Khalid saat perang Yarmuk, semacam hari Sa’ad saat perang Qadishiyah, semacam hari Muhammad Al-Fatih saat penaklukan konstantinopel, dan semacam hari Shalahuddin al-Ayyubi saat menduduki kembali Palestina dalam perang Hithin.
Kami ingin –walaupun sesaat ketika ruh kami telah sampai di tenggorokan- mata kami merasakan sejuknya menyaksikan khilafah Islamiyah, telinga kami mendengar merdunya panji-panji Islam berkibar di Timur dan Barat. Dan badan kami merasakan payungnya yang teduh memenuhi dunia dengan keadilan, kesejahteraan, kebenaran dan petunjuk. Kami sungguh ingin menyaksikan saat Khilafah memandang awan lalu berkata, “Wahai awan, pergilah ke Timur dan ke Barat dan segala penjuru yang kamu sukai, niscaya kamu pasti akan menjumpaiku disana.”
Kami memimpikan suatu hari seperti harinya Shalahuddin al-Ayyubi menaklukan Yerussalem. Saat beliau dengan jiwa kepemimpinannya mampu untuk menyatukan umat Islam yang dahulunya tercerai berai menjadi sebuah kekuatan maha dahsyat nan kokoh yang tidak terkalahkan oleh pasukan salib waktu itu.
Kami benar-benar merindukan suatu hari saat Allah lewat tangan Sultan Muhammad Al-Fatih menundukkan Konstantinopel atau Istambul. Beliau berhak menyandang pujian Nabi dalam hadits yang terkenal:
Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan. Panglima perangnya adalah sebaik-baik panglima, dan pasukannya pun sebaik-baik pasukan. (Imam Ahmad dalam Musnadnya 4/335)
Kami menunggu hari semisal hari-hari itu dengan sangat cemas dan gelisah.
Sesungguhnya kemenangan Islam adalah harapan tertinggi yang menjadi cita-cita seseorang, supaya matanya menjadi sejuk di dunia karenanya.
Hari ini kita merasakan bahwa yang dimaksud dengan kebaikan di dunia yang termuat di dalam firman-Nya,
Wahai Rabb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akherat. (al-Baqarah: 201)
Bahwasanya itu adalah kemenangan Islam dan dien ini. Sungguh, kebaikan yang tak tertandingi. Kebaikan yang menepis segala kelesuan, kegundahan, dan kesedihan, meski salah seorang dari kita mesti kehilangan keluarga, anak, harta, atau kedudukannya di jalan ini.
Kami benar-benar merindukan hari-hari semisal hari kala Allah memenangkan dien-Nya, memuliakan wali-wali-Nya, dan hizb-Nya melebihi kerinduan kami kepada istri-istri kami, anak-anak kami, bapak-bapak kami, ibu-ibu kami, hal mana kami sudah tidak berjupa dengan mereka selama bertahun-tahun.
Kami benar-benar merindu sejuknya mata kami oleh hari semacam hari ‘Uqbah bin Nafi’, saat ia tegak di atas pelana kudanya, menceburkan kudanya di tepian Samudera Atlantik seraya berkata,”Demi Allah, sekiranya aku tahu bahwa di seberang sana ada daratan, niscaya aku akan berperang di sana di jalan Allah!”
Lalu ia menatap langit seraya berkata, “Wahai Rabbku, jikalau bukan karena lautan ini, niscaya aku akan ke seberang sebagai mujahid di jalanmu” (al-Kamil fit Tarikh, Ibnul Atsir 3/42)
Kami benar-benar menunggu hari-hari itu.
Adakah kalian memenuhinya?
Adakah kalian mengabulkannya?
Oleh: Ibnu Chaldun
(Mahasiswa Teknik Nuklir UGM 2008)