Menantu di Pondok Mertua

 

Toleransi, tenggang rasa, saling menghargai & menghormati.

Adalah kunci menumbuhkan kasih sayang keluarga.

Untuk kedua orang tua, mertua, suami, istri, anak, saudara ipar, hingga keluarga besar.

Agar mudah kita berperilaku baik, ketika memasuki biduk Rumah Tangga baru.

 ***

14 Minggu sudah Alaya tinggal di rumah baru setelah pernikahannya dengan mas Ghalif, seorang anak tunggal yang kedua orang tuanya berasal dari Medan. Sedangkan Alaya sendiri kelahiran Solo. Alaya mengingat kembali proses perkenalan antara ia dan mas Ghalif, perkenalan  pun terjadi karena Paman Alaya yang mengenalkan keduanya. Singkat cerita mas Ghalif keponakan sahabat Paman Alaya, keluarga mereka sudah sangat dekat. Sekali berkenalan, mas Ghalif langsung mengutarakan keinginannya untuk serius dengan Alaya. Melewati shalat istikharah dan nasehat orang tua. Akhirnya Alaya pun mengiyakan ajakan mas Ghalif untuk serius.

Dan disinilah ia sekarang, di ‘Pondok Mertua Indah’. Ya, semoga indah seperti julukannya. Namun selalu saja ada ujian dalam kehidupan. Ujiannya kali ini adalah di bagaimana ia harus beradaptasi dengan kedua mertuanya. Karena Mas Ghalif adalah anak tunggal, maka mau tidak mau Alaya harus tinggal dengan mertuanya. Kesepakatan pula antara ia dan suaminya, bahwa mereka akan tinggal  bersama mertua sebagai tanggung jawab seorang anak yang harus merawat mereka.

Bulan pertama proses adaptasi Alaya berjalan lancar. Sampai pada saat pertemuan Alaya dan keluaga besar suaminya, dimana ia harus mengakrabi satu-persatu keluarga mas Ghalif. Setelah acara pernikahan mereka, di arisan keluarga ini untuk kedua kalinya ia bertemu saudara-saudara suaminya. Pertemuan ini yang membuat ia bertanya, benarkah ibu mertuanya over protective pada mas Ghalif? Benarkah  ibu mertuanya sosok yang perfectionist, yang menginginkan semuanya berjalan sempurna? Maklumlah, telinga sepertinya harus tahan uji, jika bertemu dengan mereka. Kekhawatiran pun melanda Alaya. Karena ia bukanlah sosok menantu yang sempurna. Untuk ukuran attitude, ia jauh dari menantu diatas standard. Kebiasaan bersih-bersih rumah setelah ia pulang kerja (harusnya membereskan rumah di pagi hari ya), itupun sering terlewatkan. Belum lagi acara sering bolos buat sarapan untuk suami karena pagi ia harus keluar kota, atau bolos makan malam karena lembur kerja yang kadang kurang berkompromi dengan waktu Alaya. Mas Ghalif sebenarnya tidak masalah ia lembur kerja, asal waktunya tak sampai larut dan Alaya masih bisa meng-handle mengurus keluarga (terutama suaminya). Namun di acara arisan keluarga, sepupu mas Ghalif dan beberapa saudara dari ibu mertuanya, menceritakan kebiasaan dan watak ibu mertuanya. Ia sedikit bernapas lega bahwa ayah mertuanya sosok yang easy going. Mungkin karena lelaki, jarang sekali mengurus hal detail seperti perempuan.

Sesampainya di rumah, Alaya menceritakan kegundahannya pada mas Ghalif. Beruntung Alaya, ketika mas Ghalif malah mendinginkan hatinya, mengurai kekhawatirannya tentang ia dengan ibu mertua, apakah nantinya akan berjalan selaras atau malah sebaliknya. Kata mas Ghalif, tak ada yang perlu ditakutkan menghadapi ibu, kita memang harus banyak belajar.

***

  • Kenali tipikal mertua

Mengenali tipikal mertua, tidak sehari atau 2 hari. Bisa membutuhkan waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dan untuk mengasah kesabaran diri sebagai menantu. Hal tersebut diperlukan, apalagi jika hidup seatap. Karena mertua juga manusia sama seperti kita, maka tidak perlu ada yang ditakutkan. Berikut beberapa tipe mertua yang sering kita temui:

  1. Mertua mungkin tipikal mudah panik, sedikit-sedikit panik. Siap-siap deh, menyiapkan kesabaran yang ekstra untuk menenangkan mertua. Apalagi jika menyangkut dengan urusan rumah tangga kita dengan suami.
  2. Tipikal mertua yang suka menilai orang lain. Nah, kalau yang ini harus lebih sabar menanggapi dengan positif. Menilai orang lain membuat kita membicarakan lebih banyak keburukan daripada kebaikan. Kalau misalnya yang dinilai malah kita sebagai menantu? Ya kembali kepada si “sabar”, anggap kita butuh dikritik untuk meminimalisir sakit hati di diri kita.
  3. Tipikal yang ingin pekerjaan rumah tangga berjalan sempurna hingga khadimat dirumah hafal dengan cara kerja mertua. Mungkin bertanya ke asisten rumah tangga tentang rutinitas mertua di rumah, akan memudahkan kita mengikuti kebiasaan mertua di rumah. Jadi, baik-baikin khadimat ya.
  4. Tipikal yang santai dengan keadaan rumah. Kalau yang ini, pasti mertua dambaan menantu yang santai juga. Tapi jangan santai yang kebablasan ya. Menantu perempuan cerminan keadaan rumah. Rumah rapi dan sejuk kan, bikin adem penghuni dan tamu yang bersilaturrahim.
  5. Mertua sama dengan tipikal kita sebagai menantu. Membuat kita lebih mudah memahami dan beradaptasi dengan keadaan rumah mertua.

Dan masih banyak tipikal mertua di lingkungan kita. Silahkan jika pembaca ingin menambahkan. 🙂

  • Santai. Be fleksibel.

Jika sudah mulai mengenal tipikal mertua, maka bersikaplah apa adanya, tidak perlu dibuat-buat hingga terlihat kaku. Mengenali tipikal mertua, tak perlu menjadikan diri kita sebagai orang lain. Bersikap santai namun tetap santun.

  • Membedakan Masalah.

Tinggal dimanapun tak luput dari masalah. Nah, begitu pula tinggal di “Pondok Mertua Indah”. Jika hubungan sudah terjalin dengan baik, maka bila suami atau mertua saling mengeluhkan satu sama lain, sebaiknya sikap kita menjadi penengah yang baik. Mendinginkan suasana hati satu sama lain. Ingat ya, kita di takdirkan sebagai istri & menantu perempuan, bukan sebagai “provokator” yang menambah panas suasana. Dan jika pada akhirnya suami dan mertua terjadi aksi diam sejenak, kita jangan ikut aksi diam tersebut. Sebaiknya jadilah menantu yang tidak ikut campur urusan suami dan mertua, tentunya dalam batasan tertentu. Memberi waktu untuk suami dan mertua berpikir, agar mereka menyelesaikannya dengan baik.

  • Stop, buka aib keluarga mertua!

Ada banyak hal yang kita tidak tahu, dan akhirnya menjadi tahu. Ada banyak hal baik di isi rumah mertua yang kita pelajari dan tidak menutup kemungkinan ada pula hal yang kurang baik (menurut pandangan kita) yang kita temukan, namun semuanya pelajaran untuk kita. Belajarlah untuk tidak membicarakan ke-kurangbaik-an keluarga mertua kepada orang lain, apalagi ke orang tua sendiri. Anda tidak mau kan, hubungan antar besan menjadi kurang baik. Maka simpan cerita untuk diri sendiri, kita bukan menantu sempurna yang tak luput dari kekurangan. Jika bertemu kelaurga besar suami, janganlah membicarakan hal yang memancing gosip atau aib. Jadi, ssst.. Jaga lisan semampu kita. Agar Allah menutup aib kita.

  • Berdamailah.

Ya, berdamailah dalam keadaan apapun. Memberi waktu diri sendiri untuk bersosialisasi dengan mertua dan keluarga besar. Lebih membuka diri untuk membangun komunikasi dengan mertua, para saudara ipar dan kelaurga besar. Mengendalikan ego semampu kita. Dan dengarlah keinginan mertua terhadap kita sebagai menantunya. Tentulah keinginan mertua terhadap kita selalu ada sisi positifnya. Jadi belajarlah untuk berdamai dengan mereka. Karena ada proses pendewasaan disana.

Semoga catatan sederhana ini bermanfaat untuk para menantu dan calon menantu. Akan ada banyak kebaikan disana. Mungkin berbagi kehidupan dengan mertua adalah salah satunya. Selamat berbagi.

 

Terimakasih untuk para pasangan menantu & mertua yang rela berbagi  pengalaman. Semoga pambaca bisa menambahkan pengalaman mereka.