Tantangan dalam hidup ini merupakan sebuah nikmat besar dari Yang Maha Kuasa. Allah menciptakan peluang tantangan kepada manusia untuk dijadikan sebagai sarana penempaan diri. Dengan tantangan kehidupan itu, manusia akan menjadi lebih hebat, cerdas, energik, dan dewasa. Baik di mata manusia, apalagi di mata Allah swt sebagai sebuah kebanggaan keimanan.
Untuk lebih menukik ke arah pembahasan, mari kita simak firman Allah berikut dalam QS Asy Syarah/Alam Nasyrah: 5-7
فإذا فرغت فانصب فإن مع العسر يسرا إن مع العسر يسرا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”
Betapa indahnya ayat-ayat motivasi ini apabila kita mau mentadabburinya.
Dari ayat di atas setidaknya ada beberapa tafsiran yang membuat kita harus melakukan tadabbur secara mendalam di sini. Coba perhatikan baik-baik rangkaian lafaz-lafaz di atas.
Menurut tinjauan ilmu nahwu (tata bahasa Arab) lafaz العسر (kesulitan) berbentuk ma’rifah (satu kesulitan) dengan tanda alif laam. Dan lafaz العسر itu di-stressing (ditekan) dengan lafaz فإن (fainna) yang mengisyaratkan bentuk penekanan bahwa dalam setiap memulai aktivitas, apapun itu bentuknya, yang jelas berat dan menantang selalu diawali dengan kesulitan. Dan itu merupakan sunnatullah dalam kehidupan manusia.
Nah, pada ayat berikutnya, redaksi ayatnya diulang kembali, sama persis. Hanya tidak menggunakan huruf fa’ sebagai isyarat ‘jeda‘ dari aktifitas. Tapi, stressing ‘inna’ (sesungguhnya) tetap diulang. Ini menandakan bahwa kesulitan yang menantang itu akan selalu anda bagi setiap orang yang melakukan pekerjaan-pekerjaan berat dan menantang.
Mari kita paparkan kembali tinjauan menurut tata bahasa Arab untuk tafsiran Al Qur’an ini.
Setidaknya ada dua point di sini, yakni:
1. Bentuk ma’rifah pada lafaz العسر apabila diulang dua kali, maka العسر yang kedua pada ayat berikutnya adalah seperti العسر pada ayat sebelumnya. Sama arti dan bentuknya.
Dalam arti bahwa kesulitan, kerumitan dan masalah yang dihadapi seseorang itu adalah sebagai bentuk dari pembelajaran awal tentang kesulitan itu. Kapan saja seseorang bisa memecahkan masalah dari suatu kesulitan, maka berarti ia telah belajar dari kesulitan itu. Dan Insya Allah segala kesulitan-kesulitan lain yang muncul, karakternya tidak jauh berbeda dengan kesulitan awal yang pernah ia jumpai lalu ia dapatkan solusinya.
Makanya, kesulitan pertama dalam suatu bidang akan memberikan pemahaman bagi kita tentang kesulitan itu. Dan pada kesulitan-kesulitan lainnya, Insya Allah kita akan terbiasa menghadapinya secara bijak dan baik. Karena di mana-mana karakter kesulitan itu sama saja. Yang tidak biasa adalah cara setiap orang dalam menghadapi kesulitannya itu. Ada yang menemukan solusi dan ada pula yang tidak menemukan solusi sehingga membuatnya depresi kalau ia tidak pandai-pandai mengelola kesulitan itu menjadi sebuah jalan keluar yang terbaik.
2. Sedangkan nakirah (jenis yang masih berbilang) pada lafaz اليسر (al-yusru/kemudahan) apabila diulang, maka اليسر yang kedua bukanlah bentuk yang pertama.
Artinya adalah bahwa ketika kita menemukan sebuah kesulitan dalam suatu persoalan atau permasalahan, maka kemudahan yang Allah berikan bentuk dan jumlahnya bisa banyak. Tidak hanya satu jenis. Padahal jenis kesulitannya satu.
Jelas ini mengisyaratkan bahwa kemudahan yang Allah berikan kepada manusia itu sesungguhnya lebih banyak bentuknya daripada kesulitan yang menghampiri.
Ini juga sejalan dengan firman Allah dalam hadits Qudsi tentang kemurahan-Nya kepada hamba-hamba-Nya,
“Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku.”
Yakni bahwa Allah swt memberikan kesempatan kepada manusia untuk mencari kemudahan-kemudahan yang telah diberikan oleh-Nya melalui kesulitan yang dijumpai pada setiap persoalan.
Rasulullah juga bersabda dalam sebuah hadits, “Satu kesulitan tidak akan mengalahkan dua kemudahan.”
Inilah motivasi Rasulullah untuk para sahabatnya. Dan inilah bentuk kabar gembira bagi kita umatnya agar bisa mengerti tentang karakter kesulitan dan kemudahan itu, sehingga kelak kita bisa menjumpai berbagai kemudahan pada persoalan hidup masing-masing kita.
Secara naluri, manusia memang tidak menyukai kesulitan dan tantangan. Manusia lebih menyukai hal-hal yang mudah, simpel dan sederhana. Tapi dalam ayat di atas Allah hendak mendidik kita, manusia, agar mencari takdir baik-Nya melalui kerja keras, berpikir positif dan husnuzzon yang tinggi bahwa segala persoalan yang mendera diciptakan semata-mata agar manusia menjadi matang dan dewasa. Baik secara mental, nyali, fisik, pemikiran maupun wawasan.
Bukan untuk menyusahkan dan memberatkan, apalagi menyulitkan. Allah telah memberikan garansi bahwa persoalan dalam agama Islam ini diturunkan dalam rangka untuk membersihkan hati, menyempurnakan nikmat dan agar kita senantiasa bersyukur kepada-Nya. (QS Al Maidah: 7)
Zaman terus berubah. Manusia terus berpikir dan mengembangkan ide-ide dan alam bawah sadarnya. Dalam mengejar cita-cita dan impian, di antara mereka ada yang kemudian mempraktekkan manajemen tantangan ini. Dia ingin membuktikan bahwa Tuhan akan memberikan jalan keluar dan nasib yang terbaik kepadanya selama ia berbaik sangka, ber-positive thinking/husnuzhan kepada-Nya.
Hal ini tidak hanya terjadi pada orang-orang muslim saja. Tapi juga dilakukan oleh orang-orang non muslim. Malah dengan segala kreatifitasnya, orang-orang non muslim lah yang membuat jejak-jejak dan karya-karya prestatif mereka itu. Itu yang terlihat oleh kita. Meski, sebenarnya mereka juga mengadopsi ilmu managemen tantangan ini dari para ulama Islam kita dahulu.
Tapi, karena ada sebuah kepentingan pragmatis akhirnya, yang lebih menonjol dalam penemuan ini adalah mereka, orang-orang Barat itu.
Dengan tadabbur ayat-ayat motivasi ini, mudah-mudahan kita bisa semakin mengerti tentang bagaimana cara kerja kesulitan dan kemudahan itu pada setiap persoalan kita masing-masing. Dengan harapan, kita bisa menemukan takdir baik Allah melalui berbagai fasilitas tantangan hidup yang Allah sediakan di dunia ini. Makanya ayat di atas Allah ending-kan dengan ayat:
“Maka apabila kamu telah luang (dari suatu persoalan), maka bersiap-siap untuk mengerjakan persoalan lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah kamu berharap.” (QS Asy Syarah/Alam Nasyrah: 7-8)
Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab.