Mencintai Nabi Sesuai Selera

Kalau ada yang bertanya kepada kita, apakah kita mencintai Nabi? Pasti semuanya langsung lantang menjawab, tentu saja. Bahkan banyak yang siap mati demi apapun tentang beliau. Maka tidak heran kalau banyak orang yang begitu geram dan marah bila ada yang menghina Beliau meskipun dalam bentuk komik sekali pun. Benar, bila banyak orang langsung turun ke jalan bila ada siapapun yang berani dengan sengaja menghina Nabi.

Mereka semua mengaku itulah cinta. Tapi, bagaimana bisa mengaku mencintai Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bila sunnahnya kita pilih-pilih sesuai selera?

Bagaimana mungkin kita merasa bahwa kitalah pengikut Nabi yang menjunjung teguh sunnahnya, sedang diwaktu yang sama kita membaca sholawat sambil meralat syariat. Membuat hari-hari khusus bersholawat, dengan alasan mengikuti adat istiadat. Sedang kepada mereka yang masih teguh bersyariat kita selalu bernafsu untuk mendebat. Mencari-cari alasan dengan logika, mencari pembenaran atas apapun yang kita lakukan. Menomor duakan contoh yang Nabi berikan.

Kita semua mengharapkan syafaat dari Nabi di hari akhir nanti, dengan giat-giat membaca sholawat bahkan sampai menyayat, namun diwaktu yang sama kita menganggap banyak tuntunannya yang tak lagi tepat. Katanya perkembangan zaman, menyesuaikan adat setempat. Lalu dengan percaya diri mengatakan bahwa, bila Rasulullah diutus sekarang, tentulah beliau akan menggunakan aturan ini.

Lebih miris lagi, banyak dari kita yang merasa berhak menentukan ibadah ini boleh dan itu tidak boleh. Tersebab adat yang sudah mengakar kuat di masyarakat lantas kita berlunak-lunak hati, menganggap ibadah yang tercampur adat tersebut sudah benar. Padahal sebenarnya di waktu yang sama masyarakat disekitar kita berhak untuk tahu seperti apa yang sebenarnya.

Terlebih lagi, ada beberapa orang  yang menganggap bahwa ada yang disebut Islamisasi ibadah. Ibadah-ibadah yang  awalnya bukan dicontohkan Nabi, hanya sebagai sarana beberapa ulama untuk menyebarkan dakwah, terus kita tumbuh suburkan dimasyarakat. Padahal diwaktu yang sama kita tahu bahwa ada begitu banyak sunnah Nabi yang belum diamalkan dalam kehidupan masyarakat.

Tugas kita untuk mengembalikan hakikat ibadah yang sebenarnya. Bukan lagi islamisasi ibadah, namun menunjukkan sebenar-benarnya sunnah. Sebab harus mulai ada individu-individu yang memulai, untuk pelan-pelan memberikan contoh yang sebenarnya.

Sebab mencintai Nabi, bukan tentang selera hati.

Wallahu’alam