Semua manusia, termasuk kita. Dulu jauh sebelum kelahiran kita, sebenarnya kita sudah pernah memenangkan kompetisi yang luar biasa. kita pernah mengalahkan miliaran sel sperma lainnya, dan kemudian hanya kita yang bisa sampai dan menembus sel telur, hingga kita bisa lahir sebagai manusia. Kita adalah pemenang itu. Jika bukan kita pemenangnya tentu kita tidak berada di tempat kita sekarang. Dan bisa membaca tulisan ini.
Namun seiring bertambahnya usia kita begitu pula dengan anak-anak kita, mulai ada yang memiliki anggapan bahwa dirinya, lemah, bodoh, dan tidak memiliki daya saing. Sebuah kenyataan yang dihadapi sekarang dan tidak bisa dihindari adalah model pendidikan disekolah. Institusi pendidikan yang semestinya memberikan motivasi agar anak menemukan dan mengembangkan potensi dirinya sering kali malah menjadi sebuah tempat “pembodohan” bagi anak-anak kita.
Jika kita perhatikan, seringkali di sekolah lah anak mulai mengenalkan bahkan memberikan label-label seorang anak ini termasuk anak yang bodoh dan pintar. Dan parahnya banyak orang tua yang terpengaruh dan percaya bahwa anak mereka adalah anak yang bodoh. Sangat tidak mungkin Allah memberikan label bodoh kepada seorang Anak. Semua anak dilahirkan jenius, sering kali karena mereka tidak menemukan para pendidik yang baik dan bijaklah sehingga membuat anak-anak menyimpulkan diri mereka “bodoh”.
Anak-anak sering menjadi korban pembodohan. Tanpa disadari orang tua, guru, pihak sekolah, sistem pendidikan, telah menghancurkan masa depan anak. Anak-anak diberikan label-label negatif : anak malas, sulit diatur, anak bodoh, anak lambat, kemampuan pas pasan, dan sebagainya. Banyak anak-anak kita yang belum mengerti dan mengenal semua label yang diberikan pada mereka, karena ketidak pahaman mereka, sehingga mereka cenderung menerima saja label tersebut tanpa mengkritisi. Kemudian masuklah semua label tersebut ke alam bawah sadar mereka (subconscioul mind). Sehingga anak telah memiliki program jangka panjang yang berakibat menghancurkan masa depan mereka dengan semua label yang dengan sangat kejam telah dicap di dahi mereka.
Kita tentu punya pengalaman masing masing saat duduk dibangku sekolah dulu. Akibat dari prilaku dan ucapan guru kita, maka sering kali program negatif itu telah bekerja diotak kita. Dalam pelajaran tertentu misalnya, sebagian anak sampai trauma dengan pelajaran tertentu seperti matematika, fisika dan kimia misalnya. Setiap kali mendengar , melihat dan merasakan suatu pengalaman yang ada kaitannya dengan pelajaran tersebut, seketika itu pula bawah sadarnya berkata “Saya tidak bisa!” atau, “Saya anak bodoh!” atau, “Matematika itu sulit!” atau, “Sekolah itu tidak menyenangkan!” atau, “Fisika itu menakutkan!” dan “PR itu siksaan bagi saya.” Sehingga banyak anak yang tidak bisa menikmati masa masa sekolah mereka. Belajar menjadi sangat tidak menyenangkan, karena penuh dengan paksaan dan ketakutan dalam hidup. Pada sebagian orang kondisi bawah sadar yang negatif ini, terbawa terus hingga masa kuliah bahkan sampai dunia kerja. Akibatnya pribadi dengan mental block dan sistem yang selalu melemahkan dirinya, bisa dipastikan mereka akan kesulitan berprestasi dan mewujudkan cita citanya karena sejak awal didahapkan pada masalah, label negatif selalu muncul dalam diri mereka.
Hari ini PR orang tua semakin banyak, disaat dunia pendidikan sudah tidak lagi murni pendidikan. Sistem pendidikan kita saat ini tidak bisa dilepaskan dari politik dan kepetingan golongan tertentu, sehingga sistem pendidikan yang seharus sangat mendesak untuk dibenahi namun tidak bisa dilakukan. Karena bertentangan dengan konflik kepentingan yang lainnya. Disisi lain akhir akhir ini komersialisasi pendidikan semakin kental, bisnis pendidikan menjadi pasar yang sangat menjanjikan bagi kelompok kelompok kapitalis yang selalu ingin memperkaya diri. Seolah membuat diferensiasi dalam pendidikan, namun faktanya mental anak-anak kita semakin hancur.
Saya sering mengulang ulang dalam kelas pelatihan parenting yang saya pandu, bahwa terapis terbaik bagi anak kita adalah orang tua kandung mereka sendiri. Hendaknya orang tua tidak menyerahkan kewajiban pendidikan mental anak kepada sekolah, guru les pelajaran tambahan , psikolog dan lain sebagainya. Orang tua hari ini harus lebih cerdas, jika ingin anak-anak berkembang dengan penuh motivasi dan percaya diri menjalani masa depan mereka.
Standart dan model pendidikan kita saat ini penuh dengan “kepalsuan”. Seorang anak dituntut untuk memiliki prestasi yang tinggi diukur dengan nilai berupa angka angka sebagai laporan prestasi mereka. Nilai nilai yang ada telah menjadi kesepakatan dalam keyakinan bahwa yang pintar adalah mereka yang nilainya besar, dan anak-anak dengan nilai kecil adalah kelompok anak-anak yang bodoh.
Pihak sekolah sering menyarankan bagi orang tua yang anak-anaknya memiliki nilai yang rendah, sebaiknya mengikutkan anak mereka les tambaha. Lagi lagi anak “jebloskan” dalam lingkaran bisnis pendidikan berikutnya. Apakah anak yang telah diberi label bodoh akan menjadi pintar hanya dengan diikutkan les pelajaran tambahan? Saya tidak yakin.
Kita sebagai orang tua mestinya lebih bijak untuk tidak ikut ikutan memberikan label negatif pada anak kita. Satu hal yang perlu kita fahami adalah setiap anak itu dilahirkan genius, Setiap anak dilahirkan cerdas, dan setiap anak dilahirkan dengan keunikan masing masing. Ibarat produk yang ada ditoko toko, masing masing produk memiliki barcode. Masing masing garis pada barcode tentu tidak sama tingginya. Begitu pula dengan anak-anak kita, tidak ada yang sama persis. Tiap anak membawa keunikan mereka sendiri sendiri. Ada anak yang lebih mahir mate matika namun disisi lain mereka lemah dalam kesenian. Ada anak yang sangat tangguh dalam berolah raga namun lemah dalam pelajarah fisika, begitu seterusnya. Orang tua yang bijak adalah orang tua yang berusaha menemukan potensi buah hati mereka, memperhatikan dengan jeli potensi apa yang dominan pada diri anak mereka. Kemudia potensi yang yang dominan inilah yang sebenarnya perlu terus difokuskan peningkatannya agar anak semakin percaya diri bahwa mereka memiliki kecerdasan dan kelebihan yang unik.
Tak perlu panik jika anak-anak lemah dalam pelajaran tertentu. Toh memaksakan anak menguasai pelajaran tertentu yang mereka tidak memiliki minat sama saja membunuh percaya diri anak. Nilai disekolah bukanlah satu satunya ukuran prestasi anak-anak kita, sehingga mereka dengan mudah diberi label bodoh. Mari kita bantu anak-anak kita menemukan diri mereka sendiri, membongkar mental block dalam diri mereka. Dan memotivasi anak kita untuk selalu bersemangat menjadi pribadi yang mampu mewujudkan impian mereka dimasa depan. Bukan hanya mengejar nilai di sekolah.
Semoga kita senantiasa menjadi orang tua yang sabar, dalam memotivasi anak-anak kita menjadi pribadi yang tangguh, penuh dengan keyakinan pada diri mereka, bahwa semua anak adalah anak yang cerdas. Semua itu bisa kita capai jika mulai hari ini dan seterusnya kita belajar menjadi orang tua yang dengan kerendahan hati, mau menghargai dan fokus kepada kelebihan dan prilaku positif anak-anak kita.
Karena sesungguhnya tidak ada anak yang dilahirkan “bodoh”.