Taqiyyah adalah pondasi terpenting dalam idiologi syiah. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal:
- Syiah menjadikan taqiyyah sebagai sarana untuk membunglon diri agar dapat masuk jauh ke dalam kelompok sosial atau masyarakat tertentu tanpa dapat dideteksi bahaya keberadaan mereka. Karena akidah dan ideologi mereka benar-benar berlawanan dengan akidah kaum muslimin. Begitu juga dengan tujuan sekte Syiah yang sangat kotor yaitu ingin menjatuhkan negara-negara Muslim dan mencegah serta menghalangi perkembangan Islam. Oleh karena itu mereka harus melakukannnya dengan diam-diam agar tidak terbongkar, khususnya ketika kondisi mereka masih lemah dan pendukungnya masih sedikit. Namun, jika mereka sudah kuat dan berkuasa mereka akan memperlihatkan jati dirinya, jika tidak mereka akan terus berlindung dibalik taqiyyah dan akan terus berdusta.
- Berhubung di dalam buku-buku Syiah juga terdapat perawi-perawi hadis yang merawikan banyak hadis-hadis yang merugikan ideologi Syiah dan dapat meruntuhkan doktrin-doktrin Syiah; maka para tokoh syiah berusaha menggunakan topeng taqiyyah untuk menyerang perawi-perawi hadis yang merugikan sekte Syiah tersebut sebagai solusi dari berbagai kontradiksi yang menimpa ideologi Syiah. dengan demikian jika kedapatan para tokoh-tokoh Syiah atau imam-imam Syiah mencela perawi-perawi hadis yang meriwayatkan hadis-hadis yang merugikan doktrin Syiah, maka mereka menjustifikasi tindakan pencelaan tersebut dengan alasan taqiyyah atau celaan yang berpura-pura dan tidak serius. Tentu saja tindakan-tindakan model ini berbenturan dengan logika normal, karena orang menjadi bingung untuk membedakan mana yang benar dan mana pula yang salah, sebab para imam-imam saja mengeluarkan perkataan-perkataan yang kontradiktif dan sulit untuk diketahui maksud dan tujuan mereka yang sebenarnya.
Fenomena Penting Terkait Taqiyyah Di Dalam Literatur-Literatur Syiah
1.Berdusta atas nama Allah Dan Rasulullah
2.Melakukan kedustaan-kedustaan atas nama Ahlu Bait
3.Melakukan kedustaan-kedustaan atas nama sahabat-sahabat Nabi
4.Melakukan pembohongan-pembohongan sejarah
Jika berdusta saja adalah dosa besar, bagaimana pula dengan berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya. Bahayanya berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya adalah ketika materi-materi kebohongan yang sama sekali bukan bagian dari agama lalu dilabel menjadi bagian dari agama, karena sudah dinisbahkan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kalau sudah dinisbahkan kepada Allah dan Rasul-Nya maka sudah barang tentu menjadi bagian dari agama yang harus diterapkan layaknya menerapkan hukum-hukum agama, wajib diimani, wajib diikuti, wajib disakralkan. Dan orang-orang yang berdusta atas nama Allah dan Rasulu-Nya sesungguhnya telah mengotori agama benar ini dengan agama bathil. Oleh karena itulah ancamannya sangat besar. Rasulullah bersabda:
“إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ»
“Berdusta atas namaku tidak seperti berdusta atas nama manusia lain. Barang siapa yang berbohong kepadaku dengan sengaja maka hendaklah mempersiapkan tempat duduknya di neraka.”
Poin-poin kebohongan Syiah atas nama Allah, berupa:
- Kebohongan Syiah yang meyakini bahwa Al-Quran sesungguhnya berbeda dengan Al-Quran yang dikenal ummat Islam selama ini. Al-Quran yang sebenarnya menurut mereka adalah Al-Quran yang jumlah 17.000 ayat.
- Selain Al-Quran, Allah juga menurunkan kitab-kitab suci lainnya yang diturunkan kepada para imam-imam syiah berupa mushaf-mushaf, satu diantaranya bernama mushaf Fatimah.
- Menyelewengkan teks Al-Quran dengan cara mentakwilnya atau menafsirkannya dan menuduh bahwa teks aslinya sudah diselewengkan.
Sementara keduataan Syiah atas nama Rasulullah berupa:
1. Klaim Syiah yang mengatakan bahwa sekte syiah sudah ada sejak masa Rasulullah danpun sudah diakui oleh Rasululah sendiri, seperti kesesatan sejarah yang dikatakan oleh Muhammad Husein Al Kasyiful Ghatha (w.1373 H.), “Yang pertama kali menanam bibit Syiah di dalam Islam ialah pemilik syariah ini sendiri”, yaitu Rasulullah. Artinya bibit Syiah sudah ditanam bersamaan dengan bibit Islam, menurut mereka.
Al-Qumi juga mengatakan, “Firqah pertama adalah firqah syiah, yaitu firqahnya Ali bin Abi Thalib yang pada masa nabi disebut dengan Syiah Ali, begitu juga setelah nabi wafat. Syiah Ali sangat loyal dengan konsep keimaman Ali. Pada masa itu ada Miqdad bin Al-Usud Al Kindi, Salman Al Farisy, Abu Dzar Al Ghifary, dan Ammar bin Yasir. Mereka adalah generasi Syiah awal dari ummat ini.”
Tentunya klaim diatas benar-benar kedustaan belaka, dengan beberapa alasan:
Pertama, sudah menjadi pengetahuan umum dalam sejarah bahwa yang pertama kali mendirikan Syiah dan meletakkan pondasi pertama Syiah adalah seorang Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba’ meskipun pada waktu itu Ibnu Saba’ belum menamainya dengan sebutan Syiah, namun Ibnu Saba’ sudah membangun pondasi dasar kesyiahan yang sebelumnya tidak dikenal di kalangan kaum muslimin.
Kedua, Ali bin Abi Thalib dahulu tidaklah ramah dengan Syiah, melainkan Ali dikabarkan membakar dan membumihanguskan para pengikut Syiah.
Ketiga, pengakuan ulama Syiah sendiri, seperti Al-Qumi, yang mengatakan, “Bahwa Abdullah bin Saba’ pada awalnya beragama Yahudi lalu masuk Islam, dan selanjutnya mendaulat Ali. Ibnu Saba’ pada masa Yahudinya meyakini bahwa Yusya’ bin Nun adalah penerima wasiat untuk menggantikan Musa, dan setelah Ibnu Saba’ masuk Islam model akidah Yahudinya masih melekat kuat dan diterapkannya kepada Ali yang dipromosikannya sebagai penerima wasiat setelah nabi Muhammad wafat. Ibnu Saba’ adalah orang yang pertama kali mempromosikan kewajiban untuk mendaulat Ali bin Abi Thalib sebagai imam pengganti nabi dan ikut bersama memusuhi dan mengkafirkan orang-orang yang tidak menerima konsep ke-imam-an Ali.”
Pengakuan Al-Qumi ini adalah bukti nyata bahwa kesyiahan dimulai oleh Ibnu Saba’ dan sama sekali tidak pernah ada wujudnya di masa Rasulullah. Anehnya lagi, Al-Qumi sendiri pernah mengatakan -dalam bukunya “Al-Maqalaat wa Al-Firaq”- bahwa kesyiahan sudah ada sejak zaman nabi dan yang pertama kali menanam bibit Syiah adalah Rasulullah sendiri. sedangkan pada kesempatan lain Al-Qummi juga mengatakan bahwa pendiri Syiah adalah Ibnu Saba’ si penganut Yahudi.
Bagaimana pun, manusia biasa pasti tidak mampu berdusta dengan sempurna tanpa jejak, sehingga mau tidak mau kebohongan-kebohongan tokoh-tokoh syiah itu menimbulkan kontradiksi fatal sebagai akibat dari terlalu memaksakan untuk mencari pembenaran idiologi syiah.
Kedustaan mereka terkait keimaman Ali adalah kedustaan terbesar yang pernah dilakukan oleh syiah atas nama nabi yang akhirnya dijadikan sebagai pondasi akidah syiah. Teksnya hadis palsunya sebagai berikut:
(قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مشيرا إلى علي: (إن هذا أخي ووصيي وخليفتي من بعدي فاسمعوا له وأطيعوا).
“Ali ini adalah saudaraku yang kelak akan menjadi penerima wasiatku dan penggantiku, maka dengarkanlah dia dan taatilah dia.”
Itulah teks palsu wasiatnya, yang kemudian berlnadaskan teks palsu itu mereka menuduh bahwa semua sahabat-sahabat nabi yang lain ikut serta menyembunyikan wasiat tersebut dari Ali. Lebih parahnya lagi, sangking maniaknya mereka dalam mengkreasi kebohongan, mereka juga mengarang-ngarang ayat Al-Quran yang berbicara tentang wasiat nabi untuk Ali yang mana ayat itu -menurut mereka- dihapus oleh kaum muslimin dari Al Quran, ayatnya berbunyi:
“يا أيها الذين آمنوا بالنورين أنزلناهما يتلوان عليكم آياتي. إن الذين يوفون ورسوله في آيات لهم جنات نعيم. والذين كفروا من بعد ما آمنوا بنقضهم ميثاقهم وما عاهدهم الرسول عليه يقذفون في الجحيم. ظلموا أنفسهم وعصوا الوصي الرسول يسقون من حميم. إن الله الذي نور السموات والأرض بما شاء واصطفى من الملائكة وجعل من المؤمنين أولئك في خلقه يفعل الله ما يشاء… إن علياً من المتقين وإنا لنوفيه حقه يوم الدين.. فإنه وذريته الصابرون، وإن عدوهم إمام المجرمين… يا أيها الرسول قد جعلنا لك في أعناق الذين آمنوا عهداً فخذه وكن من الشاكرين بأن علياً قانتاً بالليل. يحذر الآخرة ويرجو ثواب ربه قل هل يستوي الذين ظلموا وهم بعذابي يعلمون. سيجعل الأغلال في أعناقهم وهم على أعمالهم يندمون “.
Inti dari ayat palsu diatas adalah terkait wasiat nabi kepada Ali yang diingkari oleh kelompok tertentu, pujian-pujian Allah kepada Ali dan berbagai kelebihan Ali, dan ganjaran neraka bagi orang-orang yang mengingkari wasiat Nabi untuk Ali.
Semua tentu sudah maklum bahwa ayat itu palsu, sesat, dan tidak benar, serta tidak
mungkin omongan seperti itu sebagai kalam Ilahi Pencipta Semesta Alam.
Efek dari keyakinan sesat adanya editing dan revisi pada ayat-ayat Al-Quran tadi adalah:
- Al Quran dianggap mereka tidak sempurna dan banyak kekurangan, karena ada ayat super penting yang sudah dibuang, yaitu ayat wasiat, dimana keimamanan seseorang jadi tidak sah kecuali dengan mengimani adanya wasiat dan ayat-ayat wasiat.
- Mereka meyakini bahwa semua sahabat kompak menyembunyikan ayat wasiat tersebut dalam rangka untuk mengingkari wasiat Nabi. Ini sama artinya mendustakan nabi Muhammad, sebab nabi pernah bersabda bahwa “ummat ini tidak akan pernah kompak dalam kesesatan”, sementara mereka sudah menuduh generasi pertama dan generasi terbaik dari ummat ini sebagai generasi yang kompak dalam kesesatan.
- Efek berikutnya adalah syiah tidak mengakui legitimasi kepemimpinan siapapun, khilafah manapun, pemerintah manapun, yang berada diluar kempemimpinan imam-imam mereka yang 12 orang itu. Tokoh syiah, Almajlisy mengatakan bahwa semua khalifah-khalifah itu adalah perampok kekuasaan dari Ali, diktator-diktator, dan sudah murtad dari agamanya, terkutuklah mereka dan para pengikutnya dalam kezaliman mereka terhadap ahlul bait, baik itu generasi-generasi awal maupun generasi-generasi akhir.
” إنهم لم يكونوا إلا غاصبين جائرين مرتدين عن الدين، لعنة الله عليهم وعلى من اتبعهم في ظلم أهل البيت من الأولين والآخرين ”
Itu berarti semua ummat Islam ini dianggap sudah kafir, karena ummat ini mengikuti dan meneladani para sahabat-sahabat nabi dalam masalah ini.
Syiah mengubah masalah Imamah (kepemimpinan) yang harusnya jabatan politik menjadi Jabatan Idiologis dan bersperspektif akidah
Jabatan sebagai pemimpin (imam) yang awalnya hanyalah sekedar jabatan yang bertugas untuk melayani ummat ini; mereka ubah menjadi sosok yang wajib dipatuhi secara mutlak dan kafir bagi siapa saja yang tidak mau mentaatinya, bahkan lebih dari itu, imam adalah sosok penerima wahyu yang persis seperti nabi dan rasul. Semua itu tidak dapat diterima karena tidak ada landasan sahihnya.