Mengenal Hadits Shahih

Definisi Hadits Shahih

هُوَ الْمُسْنَدُ، الْمُتَّصِلُ إِسْنَادُهُ، بِنَقْلِ الْعَدْلِ الضَّابِطِ، عَنِ الْعَدْلِ الضَّابِطِ إِلَى مُنْتَهَاهُ، مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ عِلَّةٍ

Hadits shahih adalah hadits yang musnad, bersambung sanadnya, dengan penukilan seorang yang adil dan dhabith dari orang yang adil dan dhabith sampai akhir sanad, tanpa ada keganjilan dan cacat.”[1]

Untuk memudahkan memahami definisi tersebut, dapat dikatakan, bahwa hadits shahih adalah hadits yang mengandung syarat-syarat berikut;

  1. Haditsnya musnad
  2. Sanadnya bersambung
  3. Para rawi (periwayat)nya adil dan dhabith
  4. Tidak ada syadz (keganjilan)
  5. Tidak ada ilah (cacat)

Penjelasan Definisi

Musnad, maksudnya hadits tersebut dinisbahkan kepada nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan disertai sanad. Tentang definisi sanad telah disebutkan di depan.

Sanadnya bersambung, bahwa setiap (periwayat) dalam sanad mendengar hadits itu secara langsung dari gurunya

Para rawi-nya adil dan dhabith, yaitu setiap periwayat di dalam sanad itu memiliki sifat adil dan dhabith. Apa yang dimaksud dengan adil dan dhabith?

Adil adalah sifat yang membawa seseorang untuk memegang teguh taqwa dan kehormatan diri, serta menjauhi perbuatan buruk, seperti syirik, kefasikan dan bid’ah[2].

Dhabith (akurasi), adalah kemampuan seorang rawi untuk menghafal hadits dari gurunya, sehingga apabila ia mengajarkan hadits dari gurunya itu, ia akan menga-jarkannya dalam bentuk sebagaimana yang telah dia dengar dari gurunya Dhabith ini ada dua macam, yaitu;

1. Dhabith shadr, yaitu kemampuan seorang rawi untuk menetapkan apa yang telah didengarnya di dalam hati – maksudnya dapat menghafal dengan hafalan yang sempurna- sehingga memungkinkan baginya untuk menyebutkan hadits itu kapanpun dikehendaki dalam bentuk persis seperti ketika ia mendengar dari gurunya[3].

2. Dhabith kitab, yaitu terpelihara bukunya dari kesalahan, yang menjadi tempat untuk mencatat hadits atau khabar yang telah didengarnya dari salah seorang atau beberapa gurunya,  dengan dikoreksikan dengan kitab asli dari guru yang ia dengarkan haditsnya, atau diperbandingkan dengan kitab-kitab yang terpercaya keshahihannya. Dan ia memelihara bukunya dari tangan-tangan orang yang hendak merusak hadits-hadits di dalam kitab-kitab lainnya.

Tidak ada syadz.  Syadz secara bahasa berarti yang tersendiri, secara istilah berarti hadits yang diriwayatkan oleh seorang periwayat bertentangan dengan hadits dari periwayat lain yang lebih kuat darinya. Tentang hadits syadz secara terperinci, akan dibahas pada bagian tersendiri, Insya Allah.

Tidak ada illah, Di dalam hadits tidak terdapat cacat tersembunyi yang merusak keshahihan hadits. Tentang hadits mu’allal (cacat) juga akan dibahas dalam bagian tersendiri[4].

Contoh Hadits Shahih

Hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari di dalam kitab Shahih-nya jilid 4 halaman18, Kitab Al  Jihad wa As Siyar, Bab Ma Ya’udzu min Al Jubni;

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا مُعْتَمِرٌ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي قَالَ:سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِي اللَّه عَنْهم، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ، وَالْكَسَلِ، وَالْجُبْنِ، وَالْهَرَمِ، وَأَعُوذُ بِكَ  مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Mu’tamir, ia berkata; Aku mendengar ayahku berkata; Aku mendengar Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdo’a; “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu perlindungan dari kelemahan, kemalasan, sifat pengecut dan dari kepikunan, dan aku memohon kepada-Mu perlindungan dari fitnah (ujian) di masa hidup dan mati, dan memohon kepada-Mu perlindungan dari adzab di neraka.”

Hadits tersebut di atas telah memenuhi persyaratan sebagai hadits shahih, karena.

  1. Ada sanadnya hingga kepada Rasulullah saw.
  2. Ada persambungan sanad dari awal sanad hingga akhirnya. Anas bin Malik adalah seorang shahabat, telah mendengarkan hadits dari nabi saw. Sulaiman bin Tharkhan (ayah Mu’tamir), telah menya-takan menerima hadits dengan cara mendengar dari Anas. Mu’tamir, menyatakan menerima hadits dengan mendengar dari ayahnya. Demikian juga guru Al Bukhari yang bernama Musaddad, ia menyatakan telah mende-ngar dari Mu’tamir, dan Bukhari -rahimahullah- juga menyatakan telah mendengar hadits ini dari gurunya.
  3. Terpenuhi keadilan dan kedhabitan dalam para periwayat di dalam sanad, mulai dari shahabat, yaitu Anas bin Malik ra hingga kepada orang yang mengeluarkan hadits, yatu Imam Bukhari
    1. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau termasuk salah seorang shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan semua shahabat dinilai adil.
    2. Sulaiman bin Tharkhan (ayah Mu’tamir), dia siqah abid (terpercaya lagi ahli ibadah).
    3. Mu’tamir, dia siqah
    4. Musaddad bin Masruhad, dia siqah hafid.
    5. Al Bukhari –penulis kitab as-Shahih-, namanya adalah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari, dia dinilai sebagai jabal Al hifdzi (gunungnya hafalan), dan amirul mu’minin fil hadits.
  4. Hadits ini tidak syadz (bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat)
  5. Hadits ini tidak ada illah-nya

Dengan demikian jelaslah bahwa hadits tersebut telah memenuhi syarat-syarat hadits shahih, Karena itulah Imam Bukhari menampilkan hadits ini di dalam kitabnya Ash Shahih.

______________________________


[1] Muqaddimah Ibni Sholah, h.11

[2] Nuzhat an-Nadhr, h.51

[3] Ibid

[4] Ibid, h.52

_________________________________

Amru Abdul Mun’im Salim