Sepuluh tahun yang lalu saya baru benar-benar mengenalnya, walau saya tahu sosok itu sejak berusia tujuh tahun. Saya baru mengenalnya saat sama-sama dikumpulkan dalam sebuah kajian pekanan di kampung saat itu. Ia memang berusia tiga tahun lebih tua dari saya, namun hal itu tidak menjadi penghalang dalam merajut ukhuwah Islamiyah di antara kami. Keterbatasan fisik yang ada padanya tidak membuatnya minder, bahkan hal itulah yang membuatnya memiliki semangat di atas rata-rata. Kakinya tidak sama tinggi, bola matanya tidak simetris dan bicaranyapun kurang fasih. Dalam kondisi yang sedemikian rupa, saya tak heran jika ia pernah memiliki impian yang mungkin tidak pernah terbersit dalam pikiran kita. Memiliki fisik yang sempurna, sama seperti orang-orang lainnya. Pikirnya, mungkin dengan kondisi yang sempurna seperti orang lain, ia mampu berkontribusi secara lebih optimal.
Lain ceritanya dengan seorang nenek yang saat ini sudah Allah karuniakan lima orang cucu. Walaupun saat ini ia sudah sangat merasa bersyukur, namun ia juga pernah memiliki impian agar bisa membaca dan keluar dari kekurangannya yaitu buta huruf. Seorang teman dekat saat masih mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar dulu juga memiliki sebuah impian agar bisa melanjutkan pendidikannya hingga jenjang perguruan tinggi. Namun impian yang ia punyai hanya sebatas mimpi yang tidak dapat terealisasi. Bagaimana mungkin sampai ke perguruan tinggi, untuk melanjutkan ke jenjang SMA maupun SMP saja ia tidak mampu. Bukan karena keinginannya, tapi karena keadaan yang memaksanya. Saat berkesempatan silaturahim ke sebuah Universitas di Cilegon pernah pula ada seorang mahasiswa yang bermimpi untuk memiliki sebuah komputer jinjing. Mungkin impian-impian yang saya sebutkan di atas nampak sederhana, namun sesederhana apapun impian itu, pernahkah kita berempati atas impian mereka. Pernahkan kita mencoba mengukur impian mereka dengan kondisi kita?
Terkadang impian orang lain terlihat sederhana dimata kita, namun bagi yang memiliki impian itu, hal itu sangat luar biasa. Luar biasa karena mereka baru sebatas mimpi dan kita mungkin bukan lagi mimpi tapi sudah memang benar-benar kita nikmati. Tidak pernah membadingkan keadaan dirinya dengan mimpi orang lain membuat seseorang menjadi kurang mensyukuri nikmat yang telah Allah karuniakan kepadanya.
Seorang tunanetra memiliki impian agar ia bisa menikmati indahnya warna-warna yang menyelimuti setiap benda. Dengan membandingkan impian mereka pernahkah kita mensyukuri nikmat penglihatan ini? Yang dengannya saat ini Anda bisa membaca tulisan sederhana ini. Seorang Tunarungu hanya bisa bermimpi bagaimana nikmatnya bisa mendengar. Dengan merasakan kondisi kita saat ini sudahkah kita mensyukuri nikmat pendengaran, yang dengannya kita bisa mendengar indahnya lantunan merdu bacaan Al Qur’an. Seorang yang tunawicara berharap agar dari lisannya pun bisa keluar kata-kata untuk menyatakan keinginannya kepada orang lain. Dengan memikirkan hal itu apakah kita sudah bersyukur karena bisa berbicara dengan fasih. Apakah nikmat-nikmat diatas sudah kita syukuri dengan melahirkan amal nyata, minimal tidak menggunakan kenikmatan itu untuk jalan kemaksiatan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang masih engkau dustakan?
Teruntuk sahabat-sahabatku yang saat ini masih merasa malas-malasan dalam belajar, masih merasa enggan untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Masih mengeluh dengan jadwal kuliah yang selalu berubah bahkan masih di sibukkan dengan urusan tawuran, lihatlah mereka yang hanya bisa bermimpi untuk dapat mengenyam pendidikan layaknya kalian. Bagi mereka belajar di bangku pendidikan adalah suatu hal yang prestisius. Apakah kenikmatan berupa bisa bersekolah atau kuliah masih belum cukup, padahal di luar sana masih banyak yang tidak mampu untuk sekolah maupun kuliah. Untuk kita yang sudah bekerja, di manapun, di bagian apapun dan dengan penghasilan berapapun, masihkah kita mengeluh dengan nikmat ini? Jika masih ada perasaan mengeluh maka sungguh masih banyak di antara saudara kita yang pengangguran. Bahkan yang merasa penghasilannya kurang pun seyogyanya sangat perlu bersyukur. Tengoklah saudara-saudara kita yang di Somalia, saking susahnya menemukan makanan dan air ada yang menunggu air seni dari hewan ternaknya untuk di jadikan pelepas dahaganya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang masih kamu dustakan?
Bersyukurlah. Di luar sana masih banyak orang yang keadaannya tidak seberuntung kita. Bersyukurlah karena kita tidak hanya bermimpi mendapatkan apa-apa yang sudah kita capai. Sungguh masih banyak di antara saudara-saudara kita yang hanya bisa bermimpi untuk mendapatkan apa-apa yang kita miliki saat ini. Bahkan yang saat ini hanya bisa bermimpi untuk mendapatkan sebuah kenikmatan pun harus bersyukur. Bersyukur, karena masih diberikan kenikmatan untuk dapat bermimpi. Saudara-saudara kita yang saat ini dirawat di Rumah Sakit Jiwa sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya bermimpi. Bersyukurlah atas segala kenikmatan yang telah Allah karuniakan kepada kita. Bersyukurlah kepada Allah. Semoga dengan itu Allah menambah nikmat-Nya. InsyaAllah.