Berinteraksi dengan Al Qur’an
Pesatnya ilmu pengetahuan senantiasa seiring dengan perkembangan zaman. Kecanggihan teknologi telah mengantarkan manusia menuju zaman informasi yang serba instan (Achmad, 2007: 65). Canggihnya teknologi sudah tentu memberikan dampak positif dan negatif. Arus globalisasi mampu menyeret manusi -manusia yang tidak berilmu pengetahuan terjerumus ke dalam lembah kegelapan.
Sebagaimana kita ketahui, generasi muda Indonesia tengah dilanda demam popularitas dengan meninggalkan identitas budaya ketimuran. Oleh karena itu, perlu langkah pengembangan potensi diri untuk membangun sebuah peradaban yang tinggi. Pengembangan Sumber Daya Manusia haruslah beorientasi pada usaha mengaktualisasikan potensi semaksimal mungkin (Sikki, 2002: 107). Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka pada zaman sekarang ini, hendaklah ada suatu upaya “kontekstualisasi” ilmu pengetahuan.
Dalam membangun peradaban, maka tidak akan terlepas dari ideologi dan budaya suatu bangsa. Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka masyarakat Indonesia hendaklah selalu berpegang teguh pada nilai-nilai Al Qur’an untuk menciptakan peradaban yang Islami. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Al Qur’an adalah kitab yang selalu terjaga keasliannya sampai akhir zaman. Sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
Sesungguhnya Kami lah yang telah menurunkan Al Qur’an dan Kami pula yang akan menjaganya. (QS Al Hijr: 9)
Al Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk dan pedoman bagi umat manusia, yang mana jika dibaca maka akan mendapatkan pahala (Abdul Khaliq, 1991). Salah satu upaya penjagaan Al Qur’an adalah dengan menghapalnya. Menghapal Al Qur’an memiliki banyak manfaat dalam kehidupan, terutama menumbuhkan kecerdasan spritual, ketentraman jiwa, dan kedekatan dengan Allah. Melalui kedekatan tersebut, maka akan muncul semangat untuk beramal, bekerja, dan belajar terutama bagi penuntut ilmu.
Salah satu barometer kemuliaan seorang muslim adalah sejauh mana intensitasnya berinteraksi dengan Al Qur’an (Badwilan, 2008). Allah telah menjanjikan kedudukan yang tinggi dan mulia bagi hamba-Nya yang senantiasa membaca dan menghapal Al Qur’an. Diantara keutamaan menghapal Al Qur’an adalah adanya jaminan surga, penghargaan mahkota dari Allah pada hari kiamat, dan kesempatan memberi syafaat kepada beberapa anggota keluarga.
Banyak para penghapal Al Qur’an memiliki kecerdasan intelektual dan mampu menghasilkan karya–karya yang agung. Misalnya Abdullah bin Mas’ud, Imam Syafi’i, Imam Nawawi, Yusuf Qardhawi, dan masih banyak yang lainnya. Al Qur’an memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah sebagai pedoman, peringatan, obat, dan sumber ilmu pengetahuan (Shihab, 1994).
Penghapal Al Qur’an sesungguhnya adalah orang yang otaknya dipenuhi ilmu pengetahuan Allah, baik secara rinci maupun secara global (Suharto, 2003). Dengan demikian, menghapal Al Qur’an merupakan suatu keutamaan untuk menumbuhkan pencerdasan terhadap umat Islam dalam rangka membangun peradaban bangsa.
Apabila melihat realita saat ini, kemauan generasi Islam dalam menghapal Al Qur’an sangatlah minim. Masyarakat lebih disibukkan dengan berbagai aktivitas dunia yang melenakan. Mereka lebih bangga jika hapal dengan lagu-lagu Barat, puisi-puisi cinta, deretan nama selebritis, dan sebagainya. Semua itu tidak akan mampu mewujudkan cita-cita untuk membangun masyarakat yang madani.
Proses menghapal Al Qur’an memang tidak semudah menghapal buku pelajaran, namun bahasa Al Qur’an sangat indah dan mudah untuk diingat. Untuk menghapal, diperlukan metode yang menarik agar proses menghapal menjadi ringan. Dalam menghadapi hal tersebut, kita perlu mencari alternatif metode menghapal Al Qur’an yang tidak sulit, kreatif, dan menarik.
Eksplorasi Kisah Al Qur’an Melalui Komik Tahfiz
Salah satu ide yang penulis tawarkan dalam menghapal Al Qur’an adalah melalui komik tahfiz. Sebagaimana yang kita ketahui dewasa ini, salah satu karya sastera yang sangat populer di setiap kalangan adalah komik. Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita (Wikipedia, 2008). Biasanya komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, sampai terkumpul dalam bentuk buku.
Pada tahun 1996, Will Eisner menerbitkan buku Graphic Storytelling, dimana ia mendefinisikan komik sebagai “tatanan gambar dan balon kata yang berurutan, dalam sebuah buku komik.” Sebelumnya, di tahun 1986, dalam buku Comics and Sequential Art, Eisner mendefinisikan eknis dan struktur komik sebagai sequential art, “susunan gambar dan kata-kata untuk menceritakan sesuatu atau mendramatisasi suatu ide”(Wikipedia, 2008).
Untuk lingkup nusantara, terdapat sebutan tersendiri untuk komik seperti diungkapkan oleh pengamat budaya Arswendo Atmowiloto (1986) yaitu cerita bergambar atau disingkat menjadi cergam, akronim yang dicetuskan oleh seorang komikus Medan bernama Zam Nuldyn sekitar tahun 1970. Sementara itu, Dr. Seno Gumira Ajidarma (2002), jurnalis dan pengamat komik, mengemukakan bahwa komikus Teguh Santosa dalam komik Mat Romeo (1971) mengiklankannya dengan kata-kata “disadjikan setjara filmis dan kolosal” yang sangat relevan dengan novel bergambar.
Negara yang sangat terkenal dengan kisah komiknya adalah Jepang. Anime Jepang telah diakui kuantitas dan kualitasnya di seluruh dunia. Sebelum terbit dalam bentuk buku, komik Jepang juga dimunculkan dalam suatu kumpulan cerita yang tebalnya 300-400 halaman (majalah Animonster vol. 27). Lalu, dibantu dengan teknologi yang modern, sejarah produksi komik berkembang serius di Jepang. Bahkan cerita-cerita komik Jepang melegenda di mana-mana.
Di Indonesia, telah ada MKI (Masyarakat Komik Indonesia) yang merupakan komik lokal dari Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Pada tahun 1998 diadakan Pekan Komik dan Animasi yang mencatat sejarah animator Indonesia. Selain itu, di Indonesia juga telah berdiri studio komik yang memproduksi komik buatan dalam negeri. Meskipun perkembangannya tidak pesat seperti di Jepang, namun komunitas tersebut selalu berkarya seiring perkembangan zaman.
Komik Tahfiz adalah suatu komik yang berisi gambar disertai potongan ayat-ayat Al Qur’an, berfungsi sebagai sarana dalam menghapal Al Qur’an supaya lebih mudah dan menarik. Tahfiz berasal dari bahasa Arab yang artinya proses pemeliharaan. Kitab Al Qur’an berisi tentang tauhid, syari’at, ilmu pengetahuan, dan kisah-kisah. Jadi, yang bisa dituangkan dalam bentuk Komik Tahfiz hanyalah kisah-kisah yang terdapat dalam Al Qur’an. Sangat banyak kisah dalam Al Qur’an yang patut dieksplorasi, sehingga dapat menjadi hikmah dan pelajaran bagi manusia.
Menurut Kamus Praktis Bahasa Indonesia, eksplorasi berarti penyelidikan, penjelajahan bagian-bagian dunia dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak tentang keadaan atau sumber yang terdapat di tempat tersebut (Gunawan, 2003: 268). Sedangkan menurut Kamus Oxford, exploration is done in order to find out. Jadi, eksplorasi merupakan suatu usaha mencari atau menggali sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan.
Kisah-kisah yang terdapat dalam Al Qur’an sangat bagus apabila dieksplorasi dalam bentuk komik tahfiz. Seiring dengan pesatnya ilmu pengetahuan, alangkah baiknya jika kita memanfaatkan fasilitas komik dalam menghapal Algur’an. Dewasa ini, komik cukup diminati semua kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa pun banyak yang menyukai komik. Dengan memanfaatkan hobi masyarakat yang cenderung gemar membaca komik, maka usaha untuk menghapal Al Qur’an yang terkesan sulit menjadi nyaman dan menarik karena didukung oleh gambar.
Komik Tahfiz ini karena berisi kisah-kisah pendek, maka bisa juga digabung dalam bentuk satu buah komik dengan seri cerita yang berbeda, misalnya seri tauhid, seri aqidah, kisah binatang, dan kisah nabi-nabi. Misalnya, salah satu kisah yang penting dalam menanamkan pondasi tauhid adalah kisah Luqman Al Hakim yang mengajarkan hikmah kepada anaknya.
Maka, kisah antara Luqman dan anaknya tersebut digambarkan dalam bentuk animasi komik. Kemudian, dialog atau perkataan tokoh dalam kisah tersebut memakai bahasa Al Qur’an yaitu berupa ayat-ayat Al Qur’an itu sendiri yang terdapat dalam balon-balon dialog maupun dalam keterangan cerita, sehingga pembaca menjadi fasih untuk melafazkannya apabila sering diulang. Bahasa Al Qur’an tersebut diiringi dengan terjemahannya agar pembaca lebih mudah memahami maknanya.
Contoh Komik Tahfiz:
Berdasarkan permasalahan menghapal Al Qur’an yang rumit, maka penulis memiliki gagasan baru dalam metode menghapal Al Qur’an melalui komik tahfiz. Selain sebagai hiburan, kisah-kisah dalam Komik Tahfiz akan menambah wawasan pembaca akan ilmu agama Islam. Anak-anak senantiasa senang membaca komik berulang-ulang sehingga membiasakannya membaca lafaz ayat Al Qur’an yang ada dalam komik. Jika masyarakat muslim mampu meningkatkan hapalan Qur’an melalui kisah-kisah yang ada dalam Komik Tahfiz, maka kecerdasan untuk mengembangkan ilmu pun akan meningkat. Dengan demikian, usaha membangun peradaban yang islami akan terwujud. Wallahu a’lam bish shawab.
Ditulis oleh Sisri Dona, mahasiswi pascasarjana S2 Ilmu Sastra Universitas Gajah Mada, tinggal di Yogyakarta.