Dalam sebuah artikelnya di Republika Online, Ustad Yusuf Mansur membagikan kisahnya dalam memotivasi kawan-kawannya untuk membuat rumah tahfidz dengan “metode jagung”. Apa itu metode jagung?
Saat masih kecil, kita suka menangkap burung dara. Ada metode efektif yang bisa diterapkan untuk mendapatkan banyak burung dara, yakni memakai jagung. Dalam urusan menangkap burung, biarpun burung itu ada di angkasa dan susah dijangkau, namun jika menggunakan cara pasti bisa juga tertangkap.
Jagung disebar, kemudian tunggu burung datang memakan jagung yang kita sebar. Sebagai penangkap burung, kita harus sabar. Burung yang datang jangan langsung ditangkap, bisa-bisa burungnya kabur. Biarlah mereka menikmati jagung tersebut dan tidak merasa sedang dibohongi.
Ulangi metode jagung di hari kedua, hari ketiga, dan hari keempat. Lama kelamaan burung tersebut akan merasa nyaman berasa di dekat kita dan kita sudah ada di dekat burung itu. Di hari kelima, burung dara malah sudah akrab bertengger di bahu kita. Bahkan, karena kita rutin memberinya jagung di jam yang sama, maka mereka akan datang duluan menunggu kita menebar jagung.
Kisah masa kecil inilah yang dipakai oleh Ustad Yusuf Mansur untuk mendorong kawan-kawan untuk bisa punya rumah tahfidz, pakai metode tebar jagung. Caranya?
Kita buat makanan yang murah meriah, nggak harus mahal. Misal bubur kacang hijau, terus umumkan ke anak-anak sekitar rumah kita. “Datang, ya, nanti sore. Kita makan bubur kacang hijau…” Jangan diumumkan: terima santri yang mau menghafal Al Qur’an. Itu cara biasa, tidak akan ada yang datang kecuali hanya sedikit. Umumkan acara makan-makan saja.
Pada sore yang dijanjikan, anak-anak datang. Kasih saja dulu kacang hijaunya. Sebelum pulang, mereka kita suruh baca satu-dua ayat Surat Ar Rahman. Dikit aja. Pandu mereka kalau bisa, kalau nggak bisa, suruh siapa saja yang bisa untuk memandu.
Kira-kira lima kali pereka pasti hafal dan mereka pasti ridho, sebab sudah kenyang. Setelah selesai beritahu supaya besok datang lagi. Hafalin dua ayat, ya. Oke? Ditunggu besok. Biar saja mereka datang dengan segala kepolosannya. Besok sorenya, anak-anak pasti datang lagi. Hidangkan lagi kacang hijaunya. Kali ini pakai roti. Sesuai janji. Terus ulagi hingga dua ayat kemarin plus tiga ayat baru. Kan sudah pakai roti, tambahlah satu ayat, bukan dua, tapi anak-anak pasti bakalan tetap ridho.
Sementara menunggu besok, kita beli sepeda gunung. Besoknya kita perlihatkan ke anak-anak. Begitu datang dan makan bakso, misalnya, tunjukin tuh sepeda. “Hafalin sampai 30 ayat ya, surat Ar Rahman. Dikasih wakt seminggu, kemari lagi minggu depan. Nanti kita makan-makan lagi.”
Kita kasih tahu, yang sudah hafal sampai 30 ayat, namanya bakal diundi untuk mendapatkan hadiah sepeda gunung ini. Mereka insya Allah akan berjuang untuk menghafal. Begitu seterusnya. Insya Allah, burung yang ada di angkasa saja bisa tertangkap. Apalagi anak-anak yang ada di daratan. Kembangkan lagi sesuai dengan kreatifitas dan doa kawan-kawan. Penuhi setiap komplek, RT/RW di Indonesia ini dengan rumah-rumah tahfidz.
Kalau tidak bisa bikin yang menginap, bikin yang pulang-pergi. Tidak bisa? Bikin yang seminggu sekali. Tidak bisa juga? Support-lah mereka yang bisa dengan mengambil posisi yang menyediakan kacang hijau, bakso, sepeda gunung dan dukungan lain-lain.
“Khairukum, man ta’allamal Qur’aana wa ‘allamahu.” (Sebaik-baik kalian adalah yang mengajar dan mengajarkan Al Qur’an).
Semoga Allah angkat Indonesia dengan sebab kita dakwahkan dan syiarkan Al Qur’an ini.