Inilah Hudzaifah Radhiyallahu anhu, yang di kemudian hari menjadi Amir di wilayah Masyriq. Ketika menjadi amir, Hudzaifah mengirim surat kepada Umar. Dalam risalahnya itu dia minta agar Umar membebastugaskannya dari jabatan Amir. Dia beralasan dengan kalimat sebagai berikut, “Sesungguhnya saya melihat timbunan harta yang ada di hadapan saya seolah seperti gadis cantik yang selalu merayu dan menggodaku. Maka takutlah Allah perihal diri saya wahai Umar. Bebaskan saya dari jabatan Amir yang engkau mandatkan pada diri saya.”
Mereka adalah kaum yang telah berkorban, telah membayar harga dalam perjuangan untuk mendapatkan syurga Allah dan telah terbina sekian lama di tangan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
Ketika kemewahan dunia datang menghampiri mereka justru berlari dan bersembunyi di balik dinding. Mereka menghadapi seluruh umat manusia melalui kewara’an mereka, melalui hubungan mereka dengan Allah, melalui shalat malam mereka, melalui perilaku nyata mereka yang telah berhasil membuat jutaan manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berondong-bondong
Sesungguhnya, yang mampu menegakkan mizan Ilahi adalah orang-orang semacam Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu, Seorang pencari kebenaran. Masuk negeri satu ke negeri yang lain mencari nabi yang diutus).
Ia mendengar berita kedatangannya dari para sisa rahib Ahli kitab yang tetap berpegang teguh kepada kebenaran. Sampai akhirnya takdir Allah menuntunnya ke Madinah, menanti datangnya sang Nabi, Salman yang dulunya dijual dengan status budak, padahal ia adalah putra seorang kepala negeri di negara Persia, tetap menjadi budak yang berkhidmat pada salah seorang Yahudi di Madinah sampai kaum muslimin memerdekakannya.
Namun waktu berputar, peristiwa demi peristiwa terjadi, Salman si pencari kebenaran, kini duduk di atas singgasana Kisra bin Hormuz. Kisra yang oleh sejarah Daulah Sasaniyah (sejarah raja-raja Persia) dikisahkan menangis siang dan malam setelah mengalami kekalahan. Maka para pembantu dekatnya bertanya, “Wahai paduka, apa gerangan yang terjadi pada diri Tuan?”
Kisra menjawab, “Bagaimana saya bisa hidup, jika tidak tersisa lagi yang saya miliki selain seribu tukang masak dan seribu pelatih elang.”
Kisra menangis siang dan malam karena hanya memiliki seribu tukang masak. Sementara Salman yang duduk di singgasananya dan mengulang-ulang membaca firman Allah: “Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah, dan kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya, demikianlah.Dan Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain.” (Ad-Dukhan : 25-28)
Kehidupannya sangat sederhana sekali, sangat berbeda jauh dengan pola kehidupan Kisra, seperti bumi dan langit.
Dalam riwayat yang mengisahkan tentang Salman Al Farisi dikatakan bahwa Salman hanya membutuhkan uang 1 Dirham untuk belanja sehari-harinya. Ia mendapatkan penghasilan 3 Dirham sehari dari anyam-anyaman yang dibuatnya pada malam hari dan dijualnya pada esok hari. 1 Dirham untuk sedekah, 1 Dirham lagi untuk membeli bahan anyaman dan 1 Dirham yang lain untuk nafkahnya. Yang satu Salman, yang satu Kisra, keduanya berasal dari negeri yang sama. Akan tetapi mizan yang mereka gunakan adalah berbeda. Yang satu memakai mizan Rabbani dan satu memakai mizan jahiliyah. Yang satu cukup dengan belanja 1 Dirham sehari, sementara yang satunya menangis karena tukang masak dan pelatih elang yang dimilikinya tinggal seribu doang ..
Ustadz Ibnu Hasan Ath Thabari