Faktor yang mendorong Imam Ibnu Hazm -ulama besar dari Andalusia- untuk belajar fiqh:
Suatu kali beliau menyaksikan jenazah yang akan dishalatkan, lalu beliau masuk ke mesjid dan langsung duduk tanpa shalat tahiyyatul masjid terlebih dahulu. Tiba-tiba seorang laki-laki yang ada di sampingnya berkata: “Berdirilah, dan lakukan shalat tahiyyatul masjid!”
Usia beliau ketika itu sudah menginjak umur 26 tahun.
Beliau menceritakan: “Lalu aku bangkit dan melakukan shalat dua rakaat.
Setelah kami selesai menguburkan jenazah, aku kembali lagi ke mesjid dan aku langsung mengerjakan shalat tahiyyatul masjid. Melihat apa yang aku lakukan, orang yang tadi menyuruhku mengerjakan shalat berkata: “Duduklah, sekarang bukan waktunya untuk shalat”. Karena waktu itu selesai shalat ‘Ashar.
Mendapatkan hal itu aku pergi dalam keadaan sangat sedih. Aku langsung menemui guru yang biasa mendidikku, supaya ia menunjukkan kepadaku rumah ahli fiqh Abu Abdillah ibnu Dahun. Setelah aku mendapatkannya, aku langsung menuju ke alamatnya dan aku memberi tahu beliau tentang perkara yang sudah berlaku pada diriku.
Untuk pertama kali, beliau menganjurkanku untuk mempelajari kitab Muwatta’ terlebih dahulu. Maka mulailah aku membacakannya atas bimbingan beliau, yang berlanjut dengan bacaan-bacaan berikutnya. Setelah berlangsung tiga tahun aku mulai berdiskusi dan berdebat”.
Akhirnya beliau menjadi salah seorang ulama terbesar dalam sejarah, yang menjadi pendiri kedua mazhab Azh-Zhahiry.
Kadangkala peristiwa sepele bisa menjadi pemicu kebangkitan seseorang. Peristiwa yang bisa menjadikan potensinya melejit setinggi langit.
Apakah tidak ada perkara yang kita hadapi sehingga kita perlu belajar serius seperti Imam Ibnu Hazm?