Munafik!

Jangan terlalu sering bilang, “Munafik, Lu!”

Apalagi pada orang yang lahiriahnya baik, “Agama kedok doang, munafik!”

Munafik atau nifak adalah ketidaksamaan antara ucapan dan perbuatan, antara lahiriah dan batiniah. Jadi hampir setiap kita punya sisi munafik, mungkin lebih munafik dari yang sering kita bilang, “Ah, munafik!”

Coba lihat KTP kita, apa kita jawab waktu ditanya agama kita oleh petugas kelurahan? Ya, Islam, karena itu diketik agama kita Islam alias kita mengaku Muslim.

Bila Anda perempuan, Muslimah wajib berjilbab. Bila Anda tidak berjilbab berarti ada sifat munafik pada diri Anda, sebab pengakuan keIslaman Anda tidak sama dengan perbuatan Anda

Anda tidak shalat?

Anda sering berdua dengan yang bukan mahram Anda?

Anda meminum alkohol?

Anda berzina?

Anda suka melanggar janji dan perkataan?

Itu semua ciri nifak/munafik dalam keIslaman, di mana kita mengaku Muslim tetapi perbuatan kita tak sama dengan pengakuan kita.

Hampir setiap kita memiliki sisi kemunafikan. Setiap maksiat adalah kemunafikan karena bertentangan dengan syahadat kita, sebab dalam syahadat kita berikrar untuk menjadikan Allah sebagai yang disembah dan ditaati, tapi perbuatan kita sebaliknya.

Jadi kalau kita ini masih ahli maksiat, janganlah sedikit-sedikit lihat orang jilbab, “Ah, munafik!”

Mendengar Kyai nikah lagi, “Kyai munafik, sorban buat kedok saja!”

Lihat orang ceramah, “Ustadz munafik!”

Mari kita lihat diri kita, tidakkah kita lebih munafik dari dia? Tidakkah kita melanggar janji syahadat kita dengan dosa justru lebih banyak dari dia? Bukankah kita justru lebih gemar berdusta dan mengingkari janji dari dia? Bukankah kita juga sering pura-pura? Tidak pernahkah kita dalam hidup kita bersikap lebih munafik dari dia?

Kalau kita kotor, bercerminlah, jangan mengumbar kata “munafik” yang justru itu menunjukkan betapa kotornya kita.

Ustadz Rudi Wahyudi, SPI.