Istilah ini digunakan sebagian orang bagi umat Islam yang mudah terpancing emosi menanggapi suatu peristiwa yang menimpa agama dan umatnya. Mudah marah, meledak-ledak dan kadang bicara agak kasar. Bahkan ada yang sampai mengajak perang angkat senjata.
Sebelumnya, bagi saya pribadi –insyaallah- sifat seperti ini tidak ada, bisa disaksikan dari status-status yang saya tulis dalam menanggapi berbagai peristiwa selama ini. Sekalipun barangkali di dalam hati tidak kalah kobarannya dengan saudara kita yang diistilahkan dengan “sumbu pendek” tersebut.
Menurut saya sikap seperti itu tidak selalu salah, bahkan kita umat Islam ini butuh manusia-manusia bermental seperti itu dengan beberapa alasan:
1. Bila kita perhatikan shahabat Rasulullah ada yang lemah lembut seperti Abu Bakar, dan ada yang tegas bergelora seperti Umar bin Khattab. Sekalipun di beberapa peristiwa Abu Bakar bisa lebih tegas dan terkesan sangar dari pada Umar. Intinya dalam membela agama ini di samping bersifat lembut, kita butuh sikap tegas yang kadang terkesan meledak-ledak yang bagi sebagian orang diejek sebagai “sumbu pendek”.
2. Mereka baru sebatas kata-kata yang terkesan profokatif, yang ditulis di medsos seperti FB, twitter, WA, blog, dll. Tidak sampai kepada tindakan menggalang kekuatan apalagi bertindak anarkis.
3. Tindakan ini perlu untuk memperlihatkan eksistensi kita kepada umat lain supaya mereka tidak semena-mena memperlakukan umat Islam ini. Coba bayangkan, bila sebagian umat Islam di suatu daerah dizalimi oleh umat lain, lalu tidak ada yang menanggapi di semua medsos, semua adem-ayem, membisu, tenang tidak bergeming, kira-kira apa yang akan terjadi?
Mari kita baca lagi apa di antara penyebab runtuhnya Baghdad di tangan bangsa Tatar, musnahnya Islam di Andalusia atau daratan Eropah semusnah-musnahnya, dan yang belum lama terjadi, bagaimana Negara Yahudi Israel bisa berdiri.
Ketika mesjid al Aqsha mereka bakar, pada malam itu orang Yahudi tidak bisa tidur. Mereka ketakutan menanti pembalasan umat Islam. Ternyata sampai pagi tidak ada balasan dan kecaman apa-apa. Saat itu barulah mereka yakin bahwa umat Islam sudah tidur pulas. Waktunya mereka melancarkan aksi seenaknya sampai hari ini.
Saya yakin bila umat Islam di Papua sana disakiti, kemudian umat Islam lain mulai dari Sabang sampai Merauke diam tanpa berbuat apa-apa, dengan alasan kita harus pastikan dulu berita ini benar atau tidak, kita tidak bisa percaya begitu saja kepada media, jangan bertindak gegabah, harus tahu dulu kronologis sebenarnya, pasti sudah ada yang berkompeten menangani ini, saya yakin seyakin-yakinnya bila itu yang terjadi pada hari berikutnya peristiwa yang serupa akan menjalar ke Manado, terus ke Samarinda, lanjut ke Semarang, lanjut lagi sampai ke Medan, sampai Islam tinggal nama di tanah air.
Mungkin orang akan membantah, “Tidak ada itu, itu hanya ketakutan yang tidak berdasar, umat beragama di Indonesia sudah terbiasa dengan hidup dalam toleransi”.
Mungkin itu kata mereka, tapi saya lebih yakin dengan apa yang dikatakan Allah dalam al-Qur’an dengan berbagai macam ungkapan:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. (Al-Baqarah: 120)
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)”. (An-Nisa’: 89)
“….bahkan siang dan malam kalian melancarkan tipu daya ketika kalian menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya”. (Saba’: 33)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”. (Ali ‘Imran: 118)
Dan banyak lagi ayat yang lain.
Hal itu terbukti dalam lapangan, bukan hanya kecurigaan atau buruk sangka, bagaimana mereka berusaha dengan segala cara memurtadkan bangsa Indonesia dari agamanya yang lurus.
4. Orang bersumbu pendek ini bagaikan reactor nuklir yang mempunyai energi luar biasa. Bila dibiarkan bereaksi di sembarang tempat, ia akan mendatangkan bencana besar. Namun bila dikendalikan dengan cara yang baik, ia akan mampu memenuhi kebutuhan energi di suatu negara besar.
Maka kewajiban pihak berwenanglah untuk mengendalikan energi mereka dengan cara yang benar. Tanpa menelantarkannya begitu saja, yang pada akhirnya akan meledak sendiri. Mana mungkin mereka bisa diam saja bila saudara mereka sesama muslim disakiti di berbagai tempat, tapi tidak ada tindakan yang adil bagi pelaku.
5. Sumbu pendek jauh lebih berguna dari pada muslim dayus yang tidak peduli terhadap apapun yang diderita oleh umatnya. Bagaikan batu, walau segunung kalau tidak ada yang menggerakkan ia tidak akan berbuat apa-apa. Dilemparkan baru berarti. Dan untuk melemparkannya pun butuh tenaga yang tidak sedikit. Akhirnya habis tenaga duluan sebelum manfaatnya dirasakan. Setelah digerakkan pun hasilnya tidak seberapa.
Selagi saudara-saudara bersumbu pendek berteriak dengan suara dan tulisan, tanpa melakukan kekerasan dan kesewenang-wenangan, mereka sangatlah bermanfaat sebagai benteng terakhir kemuliaan agama ini.
Bila ada yang berkata, “Sumbu pendek hanya mempermalukan Islam di depan umat lain, yang akan menjadi bahan ejekan”.
Kita jawab: “Apakah anda akan menunggu pujian dari musuh-musuh anda?” Bila musuh sudah memuji anda apakah mereka masih juga dikatakan musuh? Itu artinya apa yang mereka inginkan dari anda sudah mereka capai. Dan anda sudah menjadi temannya. Anda sudah berada di lobang yang sama dengan mereka.
Bila musuh mengejek, itu artinya lutut mereka sudah menggigil, persendiannya sudah gemetaran, dan jantungnya berdegup kencang karena ketakutan dengan teriakan dan ketegasan muslim sumbu pendek. Karena hanya melontarkan ejekan yang bisa mereka lakukan. Jika ejekan sudah tidak ada lagi artinya mereka sudah punya kekuatan untuk membinasakanmu sampai lumat. Tidak butuh ejekan lagi. Saat itu lenyaplah kamu sebagai umat yang mulia.
Karenanya, jangan kau ejek lagi saudaramu dengan ejekan “sumbu pendek”. Suatu saat nanti kamu akan memuji keberadaannya. Di kala nyawamu terselamatkan dengan keberadaan mereka.
Ustadz Zulfi Akmal, Lc. MA.
NB: Tulisan ini khusus mengarah kepada “sumbu pendek” yang terbatas pada kata-kata dan tulisan. Bukan bagi “sumbu pendek” yang langsung kepada perbuatan anarkis.