Najis Yang Keluar Dari Tubuh Manusia

Tubuh manusia memang suci, baik manusia muslim atau kafir. Namun tidak demikian halnya dengan benda-benda yang keluar dari tubuh manusia, sebagainnya dan bukan semuanya, adalah benda-benda yang hukumnya najis. Di antara sebagian benda yang keluar dari tubuh manusia dan hukumnya najis adalah darah, nanah, muntah, kotoran, air kecing, mani, mazi, wadi dan lai-lainnya.

1. Darah

Darah manusia itu najis hukumnya, yaitu darah yang mengalir keluar dalam jumlah yang besar dari dalam tubuh. Dan dasarnya adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai dan darah.” (QS  An-Nahl: 115).

Selain itu juga ada hadits Nabi yang menyebutkan bahwa pakaian yang terkena darah dan benda-benda najis lainnya harus dicuci.

Dari Ammar bin Yasir radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,”Sesungguhnya pakaian itu harus dicuci bila terkena mani, air kencing dan darah”. (HR. Ad Daruquthny)

Dari Asma’ binti Abu Bakar berkata bahwa ada seorang wanita mendatangi Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan bertanya,”Aku mendapati pakaian salah seorang kami terkena darah haidh, apa yang harus dia lakukan?”. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,” ia kupas dan lepaskan darah itu lalu ia kerok dengan ujung jari dan kuku sambil dibilas air kemudian ia cuci kemudian ia shalat dengannya”. (HR. Bukhari)

a. Bukan Najis: Darah Dalam Tubuh

Darah yang mengalir di dalam tubuh hukumnya tidak najis, yang najis adalah darah yang mengalir keluar dari tubuh, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

…”atau darah yang mengalir.” (QS  Al An’am: 145)

Termasuk yang menjadi pengecualian adalah organorgan yang terbentuk atau menjadi pusat berkumpulnya darah seperti hati, jantung dan limpa dan lainnya. Semua organ itu tidak termasuk najis, karena bukan berbentuk darah yang mengalir.

Maka orang yang menerima sumbangan donor darah dari luar, ketika darah itu masih berada di dalam kantung, hukumnya najis dan tidak boleh shalat sambil membawa kantung berisi darah. Tetapi bila darah itu sudah disuntikkan ke dalam tubuh seseorang, maka darah yang sudah masuk ke dalam tubuh itu tidak terhitung sebagai benda najis.

Kalau masih tetap dianggap najis, maka seluruh manusia pun pasti mengandung darah juga. Apakah tubuh manusia itu najis karena di dalamnya ada darahnya?

Jawabannya tentu saja tidak najis, karena darah yang najis hanyalah darah yang keluar dari tubuh seseorang.

b. Bukan Najis: Darah Syuhada’

Darah yang juga hukumnya bukan darah najis adalah darah yang mengalir dari tubuh muslim yang mati syahid (syuhada’). Umumnya para ulama sepakat mengatakan bahwa darah orang yang mati syahid itu hukumnya tidak termasuk najis.

Dasar dari kesucian darah para syuhada adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:”

Bungkuslah jasad mereka (syuhada’) sekalian dengan darahdarahnya juga. Sesungguhnya mereka akan datang di hari kiamat dengan berdarah-darah, warnanya warna darah namun aromanya seharum kesturi. (HR. An-Nasai dan Ahmad)

Namun para ulama mengatakan darah syuhada yang suci itu hanya bila darah itu masih menempel di tubuh mereka. Sedangkan bila darah itu terlepas atau tercecer dari tubuh, hukumnya tetap hukum darah seperti umumnya, yaitu najis.

c. Bukan Najis: Darah Yang Dimaafkan

Para ulama juga mengenal istilah kenajisan darah yang dimaafkan. Artinya meski pun wujudnya memang darah, namun karena jumlahnya sedikit sekali, kenajisannya dianggap tidak berlaku. Namun mereka berbeda pendapat tentang batasan dari sedikitnya darah yang dimaafkan kenajisannya itu.

-Al Hanafiyah

Al-Hanafiyah mengatakan bahwa batasannya adalah darah itu tidak terlalu besar mengalir ke luar tubuh melebihi lebarnay lubang tempat keluarnya darah itu. Mazhab ini juga memaafkan najis darah dari kecoak dan kutu busuk, karena dianggap sulit seseorang untuk bisa terhindar dari keduanya.[5]

Terkait dengan darah, hewan air atau hewan yang hidup di laut yang keluar darah dari tubuhnya secara banyak tidak najis. Hal itu disebabkan karena ikan itu hukumnya tidak najis meski sudah mati.

– Al Malikiyah

Dalam pandangan mazhab Al Malikiyah, darah yang kenajisannya dimaafkan adalah darah yang keluar dari tubuh, tapi ukurannya tidak melebihi ukuran uang dirham,

bila terlepas dari tubuh.[6]

Asy-Syafi’iyah

Mazhab Asy-Syafi’iyah mengatakan bahwa darah yang kenajisannya dimaafkan adalah darah yang jumlahnya sangat sedikit sekali. Namun mazhab ini tidak menyebutkan ukurannya secara tepat. Ukurannya menurut ‘urf masingmasing saja.

Selain itu yang juga termasuk dimaafkan adalah darah yang keluar dari tubuh seseorang karena lecet atau sisa pengeluaran darah dalam donor darah. Demikian juga darah kecoak dan kutu busuk, termasuk yang dimaafkan. Juga darah yang tidak nampak oleh mata kita, bila terjadi pendarahan pada bagian tubuh tertentu, termasuk yang dimaafkan.[7]

2. Muntah

Asy-Syafi’iyah dan Al Hanbilah mengatakan bahwa muntah, air kencing dan kotoran manusia adalah bendabenda yang najis. Dasarnya karena muntah adalah makanan yang telah berubah di dalam perut menjadi sesuatu yang kotor dan rusak.[8]

Selain itu juga didukung oleh dalil yang lemah seperti hadits berikut ini:

Wahai Ammar sesungguhnya pakaian itu dicuci oleh sebab salah satu dari 5 hal: kotoran air kencing muntah darah dan mani. (HR. Ad-Daruquthny)[9]

Al-Hanafiyah mengatakan bahwa muntah itu najis manakala memenuhi mulut dalam jumlah yang besar. Sedangkan bila tidak seperti itu hukumnya tetap tidak najis. Ini adalah pendapat yang dipilih dari Abu Yusuf.[10]

Al-Malikiyah mengatakan bahwa muntah itu najis bila telah berubah dari makanan menjadi sesuatu yang lain.[11]

3. Kotoran dan Kencing

Kotoran manusia dan air kencing (urine) adalah benda yang najis menurut jumhur ulama. Abu Hanifah mengatakan kotoran manusia termasuk najis ghalizhah (najis berat). Sementara Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan najis ringan (khafifah).

Dasarnya kenajisan kotoran (tinja) adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:

Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta kepada Ibnu Mas’ud sebuah batu untuk istinja’, namun diberikan dua batu dan sebuah lagi yang terbuat dari kotoran (tahi). Maka beliau mengambil kedua batu itu dan membuang tahi dan berkata,”Yang ini najis”. (HR. Bukhari)

Selain itu juga ada dalil dari hadits yang lain dimana disebutkan bahwa kotoran manusia harus dicuci dari baju.

Baju itu dicuci dari kotoran, kencing, muntah, darah, dan mani. (HR. Al Baihaqi dan Ad-Daruquthny)

4. Nanah

Nanah adalah najis dan bila seseorang terkena nanah, baik pada badan, pakaian atau tempat shalat, maka harus dicuci bekas nanahnya itu, sebelum boleh untuk melakukan ibadah yang mensyaratkan kesucian (wudhu’ atau mandi). Nanah adalah najis karena terbentuk dari darah yang mengalami kerusakan.

5. Mazi dan Wadi

21 Sebagian ulama mendhaifkan hadis ini, di antaranya Ibnu Hajar Al Asqalani.  Mazi adalah cairan bening yang keluar keluar dari kemaluan laki-laki, akibat percumbuan atau hayalan. Mazi itu bening dan biasa keluar sesaat sebelum mani keluar. Dan keluarnya tidak deras atau tidak memancar.

Mazi berbeda dengan mani yaitu bahwa keluarnya mani diiringi dengan lazzah atau kenikmatan (ejakulasi) sedangkan mazi tidak.

Wadi adalah cairan yang kental berwarna putih yang keluar akibat efek dari air kencing.

___________

[5] Al Ikhtiyar Syarah Al Mukhtar, jilid 1 hal. 30-31

[6] Al Kharasyi ala Mukhtashar Khalil, jilid 1 hal. 87

[7] Al Iqna’ li Asy-Syarbini Al Khatib, jilid 1 hal. 82-83

[8] Al Muhadzdzab jilid 1 halaman 53-54, Minhajut-thalibin jilid 1 halaman 70, Al Mughni jilid 1 halaman 175-176

[9] Sunan Ad-Daruquthny jilid 2 halaman 18: Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini kecuali Tsabit bin Hammad dan dia adalah perawi yang sangat lemah.

[10] Fathul Qadir jilid 1 halaman 141, Maraqi Al Falah halaman 16-18

[11] Hasyiyatu Ad-Dasuqi jilid 1 halaman 151, Jawahirul Iklil jilid 1 halaman 191

____________

Rujukan: Fiqih dan Kehidupan