Sahabatku,
Apa yang memberatkanmu—wahai hamba Allah—untuk tersenyum di hadapan istrimu ketika masuk menemuinya. Bukankah dengan melakukan itu engkau memperoleh ganjaran dari Allah Ta’ala?
Sahabatku,
Apa yang membebanimu untuk bermuka cerah ketika melihat istri dan anak-anakmu, padahal engkau akan mendapatkan pahala karenanya?
Sahabatku,
Apa susahnya saat engkau masuk ke rumah sambil mengucapkan salam secara sempurna “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,” agar engkau memperoleh manfaat pahalah dengan tiga puluh kebaikan?
Sahabatku,
Apa yang menyusahkanmu saat engkau berkata kepada istrimu dengan perkataan yang baik, sehingga dia meridhaimu, meski dalam perkataanmu titu ada sedikit yang dipaksakan?
Sahabatku,
Wahai hamba Allah, apakah menyusahkanmu jika engkau berdo’a: “Ya Allah, perbaikilah istriku, dan curahkan keberkahan padanya?” Sadar dan tauhkah engkau bahwa ucapan yang lembut merupakan amalan sedekah yang baik?
Sahabatku,
Apa yang memberatkanmu untuk membawa hadiah (oleh-oleh) untuk istri dan anak-anakmu ketika engkau pulang dari safar?
Sahabatku,
Luangkanlah waktumu untuk menemani istrimu membaca al-Qur-an, mendatangi majlis ta’lim (majelis ilmu), membaca buku-buku yang bermanfaat terutama yang mengajarkan al-Qur-an dan as-Sunnah menurut pemahaman para Sahabat.
Sahabatku,
Tahukah engkau wahai hamba Allah, bahwa jima’ (bersetubuh) akan mendatangkan ganjaran dari Allah? Bahkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( مِنْ أَمَاثِلِ أَعْمَالِكُمْ إِتْيَانُ الْحَلَالِ – يَعْنِى النِّسَاءَ. )
“Di antara amal perbuatan kalian yang paling utama adalah mendatangi (bersetubuh) yang halal, yaitu dengan istri-istri kalian.”
(Hadits shahih: diriwayatkan oleh Ahmad (IV/231), Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’ (II/26, no. 1391), dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir (XXII, no. 848). Lihat: Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 441) [sumber: pustakaimamsyafii]Nu’aim dalam Hilyatu