Onani atau masturbasi adalah aktifitas merangsang kemaluan untuk menghasilkan perasaan nikmat yang mana dapat mengeluarkan air mani secara paksa. Apapun caranya, baik itu digosok, disentuh, atau dengan menggunakan alat.
Namun bagaimana hukumnya apabila melakukan onani saat puasa? Apakah hal tersebut menjadi pembatal puasa?
Berdasarkan keputusan dari mayoritas ‘ulama, meski tidak ada dalil yang secara khusus membahas onani saat puasa, masturbasi atau onani merupakan salah satu penyebab puasa menjadi batal. Namun ada sebagian lagi yang berpendapat tidak membatalkan puasa.
Onani Membatalkan Puasa
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi yang shahih,
يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِى
Artinya: “Orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat, makan dan minumnya.” (HR. Bukhari no. 7492)
Dan mayoritas ‘ulama sepakat bahwa onani merupakan bagian dari syahwat.
Telah berkata Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin,
“Jika seseorang memaksa keluar mani dengan cara apa pun baik dengan tangan, menggosok-gosok ke tanah atau dengan cara lainnya, sampai keluar mani, maka puasanya batal.”
Demikian pendapat mayoritas ulama madzhab, yaitu Imam Malik, Syafi’i, Abu Hanifah, dan Ahmad.
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughni, mengatakan:
وَلَوْ اسْتَمْنَى بِيَدِهِ فَقَدْ فَعَلَ مُحَرَّمًا ، وَلَا يَفْسُدُ صَوْمُهُ بِهِ إلَّا أَنْ يُنْزِلَ ، فَإِنْ أَنْزَلَ فَسَدَ صَوْمُهُ ؛ لِأَنَّهُ فِي مَعْنَى الْقُبْلَةِ فِي إثَارَةِ الشَّهْوَةِ
Artinya: “Jika seseorang mengeluarkan mani secara sengaja dengan tangannya, maka ia telah melakukan suatu yang haram. Puasanya tidaklah batal kecuali jika mani itu keluar. Jika mani keluar, maka batallah puasanya. Karena perbuatan ini termasuk dalam makna qublah yang timbul dari syahwat.”
Onani Tidak Membatalkan Puasa
Sedangkan ulama zhahiriyah berpendapat bahwa onani saat puasa tidak sampai membatalkan puasa, meskipun sampai keluar mani.
Alasannya, tidak adanya dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits yang secara jelas menyatakan bahwa onani itu membatalkan puasa. Dan tidak mungkin kita menyatakan suatu ibadah itu batal atau tidak kecuali dengan dalil dari Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah bersabda:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: عَنْ شُعْبَةَ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ الْأَسْوَدِ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: ” كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ “
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Harb, ia berkata : Dari Syu’bah, dari Al-Hakam, dari Ibraahiim, dari Al-Aswad, dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata:
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium dan bermesraan (dengan istrinya) ketika sedang berpuasa. Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling kuat menahan keinginannya (hawa nafsunya) di antara kalian.” – HR. Bukhari
Beberapa ‘ulama zhahiri berpendapat bahwa mencium dan bermesraan dengan istri juga merupakan hal yang dapat menumbuhkan syahwat, namun Rasul mencontohkannya.
Di antara dalil lain yang membolehkan onani saat puasa adalah perkataan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
قول عائشة رضي الله عنها لمن سألها : ما يحل للرجل من امرأته صائما ؟ قالت : ” كل شئ إلا الجماع
أخرجه عبد الرزاق في ” مصنفه ” ( 4 / 190 / 8439 ) بسند صحيح كما قال الحافظ في ” الفتح
Perkataan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha untuk seseorang yang bertanya kepadanya: Apa yang diperbolehkan untuk lelaki dari istrinya tatkala puasa? Maka ‘Aisyah berkata: Semuanya boleh kecuali jima’.
Dikeluarkan oleh Abdurrazzaaq dalam mushannafnya (4/190/8439) dengan sanad yang shohih sebagaimana yang dikatakan oleh al hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kitabnya yang masyhur, Fathul Baari.