Seminar Golden Family yang di laksanakan di Kota Makasar kemarin berlangsung meriah, ratusan pasangan suami-istri menikmati sajian seminar yang berisikan tentang panduan praktis untuk mengelola keluarga emas. Berbagai masalah keluarga terbahas habis dalam seminar ini. Mulai dari masalah perselisihan suami istri, masalah anak-anak sampai masalah hubungan antar keluarga.
Sebagai seorang pemateri, saya mencoba untuk memahami pada seluruh peserta seminar tentang sejauh manakah pemahaman mereka terhadap keluarga itu, dengan melontarkan pertanyaan ke beberapa pasang suami-istri, “Bagaimanakah bapak-ibu memandang keluarga?” Hem…,hampir sesuai dengan tebakan saya bahwa saya tidak mendapatkan jawaban yang spontan alias mikir dulu dan suami istri saling tenggok.
Hei…! Itu tandanya suami-istri belum memiliki cara pandang yang sama. Meskipun demikian, berbagai jawaban telah keluar dari masing-masing pasangan suami-istri tersebut dan sangat variatif.
Ada yang mengatakan bahwa keluarga adalah sarana untuk menghalalkan yang dulunya haram seperti hubungan suami-istri, ada juga yang mengatakan bahwa keluarga adalah sarana yang sah untuk memperbanyak keturunan, yang lain mengatakan bahwa keluarga adalah bersatunya dua anak manusia untuk mengekspresikan cintanya dengan sah dan masih ada beberapa mendifinisikan tentang keluarga.
Bahkan ada seorang ibu yang mengatakan bahwa berkeluarga itu hanya menciptakan beban tambahan kehidupannya saja. Kemudian, saya sendiri diminta untuk menyampaikan apa pemahaman saya tentang keluarga, bisa aja. Kalau saya, keluarga adalah sarana suci pemberian Tuhan pada manusia untuk mewujudkan ketentraman, rasa cinta dan kasih sayang di hatinya sehingga terwujudlah tata kehidupan suami, istri dan anak-anak yang sehat (fisik, emosi dan spiritual).
Sahabat yang berbagia, itulah tadi beberapa pandangan tentang keluarga yang berhasil saya kumpulkan dari seminar Golden Family saya di Kota Makasar. Setiap “pandangan” selalu bersumber dari gambaran yang keluarga dari benak kita. Gambaran tersebut adalah wujud imajinatif tentang kehidupan keluarga yang secara sadar atau tidak sadar telah masuk dalam pikiran kita dan akan mempengaruhi cara kita untuk menjalankan tata kelola keluarga serta harapannya.
Gambaran itu juga akan menentukan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga kita, prioritas keluarga dan penyediaan sumber daya untuk mendukung terwujudnya gambaran tentang keluarga kita.
Contohnya, bila kita menggambarkan bahwa keluarga itu hanya untuk menghalalkan hubungan sexual saja, maka boleh jadi kita akan sangat mudah tergoda dengan “hubungan gelap” atau akan sering melakukan kawin dan cerai. Bila kita menggambarkan bahwa keluarga adalah sarana pemberian Tuhan untuk mewujudkan ketentraman, rasa cinta dan kasih sayang maka kita akan mewujudkan keluarga yang tentram, penuh ekspresi cinta dan kasih sayang.
Bagaimana pandangan kita tentang keluarga? Boleh jadi kita memiliki pandangan keluarga sesuai pengalaman yang kita peroleh, dari sejak kecil hingga dewasa. Seperti seorang ibu yang mengatakan bahwa keluarga adalah beban tambahan kehidupannya, ternyata si ibu dibesarkan oleh keluarga yang nyaris setiap harinya dihiasi dengan pertengkaran ayah dan ibunya, yang diakhiri dengan perceraian.
Kemudian, ia bersama ibunya meniti kehidupan dengan penuh kesusahan dan akhirnya iapun berkesimpulan bahwa membangun kekuarga hanya menjadi beban kehidupan. Dan boleh jadi, pandangan seperti ini keliru karena tidak sesuai dengan kodratnya manusia. Ya, kodrat manusia diantaranya bahwa setiap laki-laki akan tertarik pada perempuan, begitu juga sebaliknya.
Tuhan menciptakan manusia dan dihiasi hatinya dengan rasa cinta kepada sesuatu yang menariknya. Itulah Naluri Cinta yang diberikan Tuhan pada manusia. Dengan Naluri Cinta itu Tuhan bermaksud agar manusia dapat merasakan kedamaian, ketentraman, kebahagiaan dan kenikmatan ketika manusia hidup di dunia. Namun demikian, bila tidak sesuai dengan cara kerja atau ketentuan dan tuntunan dari Sang Pemilik Cinta maka Naluri Cinta bisa menjadi liar dan bekerja tanpa arah.
Dalam Neurosain (ilmu tentang otak manusia), keterpautan Naluri Cinta antara laki-laki dan perempuan akan melibatkan peran otak di dalamnya yakni berupa “hubungan secara limbic” yang menyebabkan ikatannya sangat kuat dan kokoh. Putusnya ikatan ini, membuat mental perempuan menjadi hancur, tidak percaya diri, depresi, dan penyakit mental lainnya. Oleh karenanya, Naluri Cinta ini harus di bangun dengan dasar perikatan yang suci dan kuat dengan menggunakan ketentuan dan tuntunan yang jelas dari Tuhan Sang Pemilik Cinta.
Ketentuan Tuhan adalah lakukan pernikahan, karena pernikahan hanya satu-satunya jalan untuk mengaktivasi Naluri Cinta dengan baik, sehingga ketentraman, penuh rasa cinta dan kasih sayang dalam keluarga akan terwujud. Itulah pandangan Tuhan. Bagaimana dengan sahabat?