Paradigma Kuno Yang Menyesatkan

Saya cuma mau menanyakan beberapa hal yang sering sekali orang tua katakan pada anaknya. Mengapa mereka sering mengatakan:

“Nak, belajar yang pinter, biar nanti gampang cari kerja.”

Sepertinya kok aneh sekali mereka ngomong seperti itu.
Dari kalimat tadi, ada dua tujuan yang bisa kita tangkap jelas:

  1. Belajar biar pinter.
  2. Gampang cari kerja.

2 hal ini jelas-jelas paradigma yang dibangun kaum penjajah biar kita bisa dimanfaatkan dengan mudah.

kenapa?

Biar Pinter
Jadi kita dididik biar pinter aja, otak kita penuh dengan pelajaran-pelajaran. Kita ngga dididik jadi orang yang cerdas, penuh akal, karena penjajah takut kita justru bisa mengakali mereka. Kita ngga dididik jadi orang yang kritis, tanggap, dan demokratis karena penjajah takut kita bisa memberontak seketika.

Cari Kerja
Jadi kita dididik hanya untuk mencari pekerjaan, bukan untuk menciptakan pekerjaan. Penjajah hanya ingin kita bekerja untuk mereka, bukan untuk kita sendiri. Penjajah takut kita lebih maju dari mereka.

Paradigma Kuno Yang MenyesatkanSo, kalau yang sampai saat ini masih menggunakan paradigma itu, maaf, Anda masih hidup dalam masa penjajahan.

Kalau hanya untuk pintar, beli buku aja se Gram*dia, 1 minggu khatamin 1 buku. Dijamin pinter. Kalau hanya nyari kerja, sampah di jalanan masih banyak tuh, nyapu di jalanan juga pekerjaan yang mulia bukan?

Terus sekarang udah terlanjur begini, apa yang bisa kita lakukan?

Gampang.

Introspeksi Diri
Cari hal apa yang sering bikin Anda lupa makan, minum, tidur, bahkan bernafas.
Apakah editing video? Kalau iya, jadilah editor profesional. Gambar-gambar di Photoshop atau Corel? Jadi desain grafis aja.

Jangan takut untuk beralih ke segala hal yang Anda sukai, ketika Anda berjuang untuk sesuatu yang Anda suka, seberat apapun tantangannya, pasti akan Anda hadapi dengan senang hati.

Fokus
Jadikan hobi sebagai fokus profesi Anda. Jangan takut kalau nanti ngga dapet kerja, kerjaan itu bisa dateng dari mana aja. Ketika Anda sudah menjadi profesional di bidang tertentu, pekerjaanlah yang akan mencari dan mengejar Anda.

Kalau hobimu mancing, profesional lah di bidang mancing, lalu tunggulah pengusaha-pengusaha kolam pemancingan yang akan datang berkonsultasi tentang kolam ikannya atau pengusaha peralatan mancing yang meminta Anda menjadi kepala bidang research and development.

Ubah Paradigma Kuno Itu

Saatnya kita tahu esensi pendidikan yang kita jalani saat ini, jangan sampai kita hanya menghambur-hamburkan uang untuk mengejar embel-embel SBI (Sekolah berstandar Internasional), atau Good Will suatu Universitas, bukan itu esensi pendidikan.

Seharusnya dunia pendidikan membuat yang berada di dalamnya menjadi insan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan masyarakat. Bukan untuk menambah beban hidup orang tua atau menambah beban negara.

Cara belajar paling efektif adalah: Bekerja sambil belajar. Betapa banyak mahasiswa yang malas kalau suruh belajar? Itu karena tidak ada motivasi lain untuk belajar, kecuali untuk lulus ujian. Lihat bedanya, seorang pegawai swasta yang sangat antusias dalam mengikuti kursus brevet pajak meski begitu banyak aturan pasal-pasal dan tarifnya. Mereka sangat antusias karena mereka merasa butuh pelajaran itu untuk kehidupannya. Kehidupan nyata-nya.

Di sini kita bisa lihat, dunia pendidikan seperti memiliki dunia sendiri dan tidak peduli dengan dunia nyata yang akan dihadapi oleh almamaternya. Ironis.

Tapi kalau bekerja dulu sambil belajar, mana ada perusahaan yang mau nerima pegawai yang belum tahu apa-apa, dan baru mau belajar nanti kalau sudah kerja?

Hanya ada satu perusahaan yang mau nerima orang-orang seperti itu. Yaitu perusahaan Anda sendiri.

So, jangan takut untuk memulai untuk membangun perusahaan sendiri. Dan jangan bayangkan perusahaan itu harus yang megah, punya kantor, punya pegawai banyak, modal miliaran.

Paradigma Kuno Yang MenyesatkanCoba tengok dulu forum Kaskus. Awalnya bukankah Kaskus ini didirikan hanya oleh 1 orang? Bang Andrew Darwish.

Awalnya Kaskus hanya memiliki kantor di sebuah kosan kecil, sampai akhirnya sekarang punya kantor sendiri
dan jutaan member.

Mulailah dari yang kecil, lihat sekeliling Anda, disana banyak sekali peluang menanti.

Dari sesuatu yang Anda mulai itu, bersiaplah untuk menjadi pribadi pembelajar, yang tak sadar bahwa sebenarnya Anda sedang belajar keras untuk meningkatkan kualitas diri.

Nah, jadi harusnya apa dong yang dipelajari di sekolah biar nyambung dengan dunia nyata?

Buang paradigma bahwa sekolah adalah tempat menimba ilmu. Sekolah seharusnya tidak hanya untuk menimba ilmu, tapi juga membangun sikap dan prilaku siswanya.

Mungkin akan lebih bijak jika sekolah SD tidak perlu memberikan pelajaran susunan pemerintahan, hukum dan kewarganegaraan. Alangkah bijaksana jika SD hanya mengajarkan hal-hal yang nyata-nyata dibutuhkan untuk anak-anak seusianya. Mereka butuh bermain, butuh berinteraksi dengan teman-temannya. Mereka tidak membutuhkan les Matematika, les bahasa Inggris, dan les-les lainnya.

Biarkan si anak mengutarakan kenginginannya, kesukaannya. Berikan waktu yang cukup untuk mereka melakukan hobinya. Ketika sudah mulai beranjak dewasa, saatnya dunia pendidikan memberikan arahan untuk menjadi pribadi yang anggun.

Tanamkan nilai-nilai kejujuran, integritas, kerjasama, gotong-royong, pantang menyerah, kreatif, kritis, atraktif.

Sediakan ilmu-ilmu yang mereka butuhkan, yang mereka tanyakan kepada gurunya. Pertanyaan yang mereka dapatkan sendiri dari observasi sederhana dalam kehidupan mereka di rumah, bersama teman di lingkungannya, ataupun di lingkungan sekolahnya.

Jadikan sekolah tempat yang menyenangkan untuk berinteraksi, mencari dan menggali ilmu. Bukan menjadikan sekolah sebagai tempat untuk membuang uang, tenaga, pikiran, hanya untuk mencari titel bekal mancari pekerjaan.

Lalu, kenapa mereka juga mengatakan: “Sudahlah, ngga usah mikir yang macem-macem, yang penting kuliah, belajar, pinter, terus kerja.”

Berapa banyak anak sma/smk yang melanjutkan ke perguruan tinggi? Banyak.
Berapa banyak lulusan perguruan tinggi yang sampai sekarang masih menganggur? Banyak.
Berapa banyak yang mengeluhkan lulusan perguruan tinggi tidak siap turun di dunia kerja? Banyak juga.

Paradigma Kuno Yang MenyesatkanJelas lulusan perguruan tinggi itu banyak yang tidak siap turun di dunia kerja karena memang tidak dididik untuk siap di dunia kerja. Mereka tidak dididik untuk siap dalam menghadapi problematika hidup.

Mahasiswa di perguruan tinggi itu, diajarin tentang ilmu-ilmu yang tinggi. Abstrak, ngga bisa dibayangin di dunia nyata. Sebenernya bukan ngga bisa di bayangin, tapi ga butuh dibayangin, karena mereka ngga punya pengalaman dan juga ngga butuh bagi implementasi di dunia nyata mereka untuk menganalogikan dan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diterima dari kampus.

Mahasiswa itu dididik untuk selalu kritis atas pernyataan dosen, mahasiswa itu dididik untuk siap sedia kalau mau ujian aja, sedangkan dunia kerja menuntut setiap yang kita kerjakan adalah ujian yang menentukan nasib pekerjaan kita selanjutnya.

Jadi kalau mau cari kerja, bukan di perguruan tinggi tempatnya.

Di tempat kursus komputer, kursus njait, kursus bahasa, dan kursus-kursus lainnya yang mengasah kemampuan praktek, keterampilan, bukan kemampuan otak.

Bukan berarti orang kerja cuma butuh keterampilan dan ngga butuh otak, orang kerja juga butuh otak, tapi bukan otak yang isinya logaritma, aljabar, statistika, manajemen keuangan, ekonomi makro, mikro. Bukan otak yang isinya hanya angan-angan tinggi.

Tapi otak yang penuh akal, inspirasi, dan inovasi. Latihannya bukan dengan buku, tapi dengan praktek dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimana menyiasati uang bulanan yang tiap tanggal 15 dah tinggal 5 ribu perak? Bagaimana langganan internet bukan hanya untuk browsing BB+17, tapi bisa buat beli BB untuk kebutuhan dinamis. Itu yang dibutuhkan buat dunia kerja.

Udah banyak orang bilang, kalo ilmu yang kita terima di sekolah/kampus hanya terpakai 10% saja di dunia kerja. Tapi kenapa kita masih bela mati-matian sampe setengah mati berusaha dapet yang cuma 10% itu dengan beratus-ratus ribu hanya untuk beli formulirnya? Berjuta-juta untuk dapet topi yang ada gantungannya? Padahal itu cuman 10%!

Katanya, yang 90% itu EQ dan SQ. So, apa iya berteman itu mbayar? sejak kapan sholat harus mbayar? Kenapa kita ngga mati-matian nglatih inovasi, kreatifitas, dan kejujuran? Apa orang jujur harus mbayar juga? Apa belajar inovasi dan kreatifitas juga harus mbayar? Bukannya inovasi dan kreatifitas yang membuat kita berusaha untuk memperoleh segala sesuatu dengan gratis?

Kenapa coba bisa gitu? Konyol kan?
Mencari burung gereja yang terbang tinggi, padahal di depan mata ada merpati dalam sangkar.

Masih bangga dengan pendidikan tinggi?
Kalo bisa dikagumi tanpa harus berpendidikan tinggi, kenapa engga? Jaman dulu it’s okay! Tapi sekarang pendidikan tinggi bukan sebuah kebanggaan!

Sekarang yang patut dibanggakan bukan pendidikan yang tinggi, tapi seberapa bermanfaatnya kita buat orang banyak. Sekarang jarang ada orang yang bermanfaat buat orang banyak. Sekarang isinya cuma berlomba ngisi kantong sendiri buat anak istri cuma berlomba mbaca buku yang banyak biar nilainya bagus.

Lihat Bill Gates, om Bob Sadino, apa yang dibanggakan dari mereka? Pinter? Sekolahnya pada ngga tamat. Yang dibanggakan dari mereka, betapa hebatnya menfaat yang mereka berikan untuk orang lain.

See? Jaman sekarang orang lebih kagum kalo liat orang yang bisa memberikan manfaat buat orang banyak.

Paradigma konyol Indonesia yang sampe sekarang masih aja dipertahankan!

Mah, Pah, Bu, Pak, Ayah, Bunda. Please.. Ini bukan jamanmu lagi. Jangan paksa aku harus pintar. Aku ngga bisa kalo harus dapet nilai 9 terus, ngga bisa kalo harus IPK di atas 3 terus. Sekarang itu semua ga penting!

Aku pengen bermanfaat buat orang banyak! Biarin aku melakukan hal kecil yang sederhana, yang penting bermanfaat buat orang banyak! Aku ga butuh ilmu yang macem-macem. Aku butuh ilmu yang bisa dipake buat banyak orang.

Aku ingin membahagiakan kalian. Tapi apa engkau bahagia melihatku tersiksa? Aku tahu, kalian orang tua yang sangat menyayangiku. So, please let me do what i love. Bukankah ketika aku bahagia, kalian juga bahagia?

Biarkan aku menjalani hidup dengan paradigma jamanku sekarang, bukan paradigma jamanmu dulu.

Bukan maksud hati sok tau, orang tua tetap lebih berpengalaman, tapi pengalaman mereka adalah pengalaman jaman dulu. Sudah banyak berbeda dengan jaman sekarang.

Ngga ada alasan kalo kuliah tujuannya cuma membahagiakan orang tua. Kebalik! orang tua menguliahkanmu biar bahagia. Kalo kamu ternyata ngga bahagia kuliah berarti selama ini cuman buang duit, tenaga, pikiran dan umur.

Bener kan mah? pah? ayah? bunda?

(Tulisan ini saya dedikasikan buat semua orang tua yang hebat yang memiliki putra putri hebat. Terutama orang tua saya, bapak Soegeng Soedirlan dan Ibu Ninik Srie Isnaeni.)

Kejarlah pendidikan yang meliki tujuan untuk bekal hidup bahagia dunia akhirat.