Peminta-minta

Ba’da shalat, seorang bapak separuh baya berdiri di shaf belakang. Pakaiannya rapi dan bersih. Jenggotnya juga tertata rapi. Setelah mengucapkan salam, beliau bertutur dengan bahasa Arab fushhah yang sangat bagus dan enak didengar.

“Saudaraku seiman, aku tidak diizinkan untuk berbicara di hadapan kalian, maka biarkan aku bicara di belakang kalian.

Yang bicara ini saudaramu seiman yang tidak mendapatkan kelapangan rezki. Dia punya tanggungan keluarga dan anak-anak. Bukan saja fakir, tapi juga mempunyai beban hutang.

Dia tidak memiliki siapapun selain Allah tempat mengadu, kemudian kepada kalian hamba Allah, saudara-saudara saya yang ada di mesjid ini”.

Setelah berkata demikian bapak itu pergi ke depan pintu mesjid sambil memegang sebuah kresek hitam.

Pemandangan seperti ini cukup sering kita saksikan di mesjid-mesjid di Mesir. Orang seperti bapak itu bukanlah pengemis yang menjadikan mengemis sebagai pekerjaan rutinnya. Beliau melakukan itu hanya karena terpaksa keadaan, akibat tekanan hidup yang sangat menghimpit. Dia minta-minta hanya sekedar melepaskan diri dari kesulitan, setelah itu di akan kembali menjadi orang biasa.

Orang seperti inilah yang sangat penting kita bantu, bukan pengemis profesional yang menjadikan mengemis sebagai pekerjaannya sehari-hari.

Barangkali mereka itulah orang yang dimaksud Allah dengan ayatnya:

“Dan orang-orang yang di dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang miskin yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa”. (Al Ma’arij: 24-25)

Peredaran kehidupan memang menyimpan banyak rahasia yang tidak kita pahami. Yang menuntut kita untuk hidup lebih arif.