A. Pengertian
1. Bahasa
Istilah Al hadats ( الحدث ) dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang baru ( الحدیث ), maksudnya sesuatu yang sebelumnya tidak ada kemudian menjadi ada.
2. Istilah
Sedangkan secara istilah, oleh banyak ulama hadats itu diberi definisi dengan beragam redaksi, diantaranya adalah: Status hukum syar’i (hukmi) pada tubuh seseorang yang menghilangkan kesucian. (Nihayatul Muhtaj jilid 1 halaman 51-52)
Definisi Al Hanafiyah: Keluarnya najis dari manusia baik lewat kedua lubang kemaluan atau lewat lubang lainnya, baik sengaja atau tidak sengaja. (Al Bada’i jilid 1 halaman 24)
Definisi Al Hanabilah: Segala yang mewajibkan wudhu atau mandi janabah. (Kasysyaf Al Qina’ jilid 1 halaman 28)
Intinya menurut hemat Penulis, hadats itu adalah sebuah keadaan dimana seseorang terlarang hukumnya melakukan beberapa ritual ibadah, dan dihilangkan atau diangkat hadats itu lewat wudhu’, mandi janabah atau tayammum.
Thaharah dari hadats ini disebut juga thaharah hukmi, karena sesungguhnya yang tidak suci itu bukan bendanya melainkan status hukumnya. Sehingga mensucikannya bersifat ritual hukum saja, tidak ada pembersihan atau penghilangan secara fisik atas noda atau najis.
Thaharah hukmi didapat dengan cara berwudhu’, mandi janabah atau tayammum.
B. Perbedaan Hadats dengan Najis
Hadats punya beberapa persamaan dengan najis, namun punya perbedaan. Di antaranya adalah:
1. Hadats Bukan Benda Tapi Status Hukum
Berbeda dengan najis yang merupakan benda yang bisa dilihat berdasarkan warnanya, baunya atau rasanya di lidah, hadats bukan berbentuk sebuah benda.
Hadats adalah status hukum seseorang karena melakukan suatu perbuatan atau mengalami suatu kejadian. Misalnya, seorang yang buang air kecil dan air besar, maka dia berstatus menanggung hadats kecil. Walau pun dia telah beristinja’ dan membersihkan semua najis yang melekat.
Dan wanita yang mendapat haidh, dia berstatus menanggung hadats besar. Walau pun haidhnya telah berhenti total dan sama sekali tidak keluar lagi. Namun selama di belum mandi janabah yang fungsinya mengangkat hadats besar, statusnya tetap dalam keadaan berhadats besar.
2. Hadats Disucikan Dengan Ritual
Seorang yang berhadats baik hadats kecil atau hadats besar, tetap akan berstatus berhadats meski dia telah menghilangkan najis yang ada pada badan atau pakaiannya.
Hadats hanya dapat diangkat atau dihilangkan dengan melakukan ritual ibadah tertentu, seperti berwudhu’, mandi janabah atau bertayammum.
Sedangkan hukum najis umumnya diangkat dengan cara dibersihkan, dicuci, atau upaya lainnya sehingga secara fisik najis itu telah hilang. Kecuali najis ringan dan najis berat, dimana keduanya dihilangkan dengan cara melakukan pembersihan yang bersifat ritual.
Najis air kencing bayi yang belum makan apapun kecuali air susu ibu, disucikan dengan cara dipercikkan saja dengan air, dan hukumnya telah suci, meski secara fisik najisnya masih ada.
Sedangkan bekas jilatan anjing dan babi tetap masih ada meski telah dicuci sebersih-bersihnya dengan sabun, selama belum dilakukan ritual pencucian dengan air sebanyak 7 kali dan salah satunya dengan menggunakan tanah.
3. Hadats dan Najis Menghalangi Ritual Ibadah
Meski hadats berbeda dengan najis, namun kedua punya punya persamaan, yaitu sama-sama menghalangi seseorang dari melakukan ibadah ritual seperti shalat, melafadzkan ayat Al Quran, tawaf dan sebagainya, sebagaimana nanti akan kita bahas bersama.
Seorang yang pada tubuh, pakaian atau tempatnya masih terkena najis, dia tidak sah bila melakukan shalat dan lainnya. Sebagaimana seorang yang masih dalam status berhadats kecil atau besar, dia dia juga tidak sah bila melakukan shalat dan ibadah lainnya.