Iman berarti beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada qadar (ketentuan) baik dan buruknya.
Iman adalah ucapan dan perbuatan. Ucapan hati dan lisan, dan amal hati, lisan dan anggota tubuh, iman itu bertambah dengan taat dan berkurang dengan maksiat.
Cabang-cabang Keimanan
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Iman terbagi lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Yang paling utama adalah ucapan laailaa ha illAllah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu termasuk satu cabang dari iman.” (HR. Muslim no. 35)
Tingkatan-tingkatan Keimanan
Iman itu memiliki rasa, manis dan hakekat.
Adapun rasanya iman, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan dengan sabda-Nya: “Yang merasakan nikmatnya iman adalah orang yang ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Rabb (Tuhan), Islam sebagai agama, dan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai rasul.” (HR. Muslim no. 34)
Adapun manisnya iman, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan dengan sabdanya: “Ada tiga perkara, barangsiapa yang ada padanya, niscaya dia merasakan nikmatnya iman: bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lebih dicintainya dari apapun selain keduanya, dia tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan dia benci kembali kepada kekafiran sebagaimana dia benci dilemparkan dalam api neraka.” (Muttafaqun ‘alaihi, HR.Bukhari no.16, dan lafadz darinya, HR. Muslim no. 43)
Adapun hakekat iman, maka bisa didapatkan oleh orang yang memiliki hakekat agama. Berdiri tegak memperjuangkan agama, dalam ibadah dan dakwah, berhijrah dan menolong, berjihad dan berinfak.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rejeki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfaal :2-4)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia. (QS. Al-Anfal: 74)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujuraat :15)
Seorang hamba tidak bisa mencapai hakekat iman hingga dia mengetahui bahwa apapun yang menimpanya tidak akan terlepas darinya dan apapun yang terlepas darinya pasti tidak akan menimpanya.
Kesempurnaan Iman
Cinta yang sempurna kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya memberikan konsekuensi adanya yang dicintainya. Apabila cinta dan bencinya hanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedang keduanya adalah amal ibadah hati. Dan pemberian dan tidak memberinya hanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedang keduanya adalah amal ibadah badan, niscaya keduanya menunjukkan kesempurnaan iman dan kesempurnaan cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dari Abu Umamah Radhiyallahu ‘Anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barang siapa cinta karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, memberi karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan melarang karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya dia telah menyempurnakan iman.” (Hasan/ HR. Abu Daud no. 4681, Shahih Sunan Abu Daud no. 3915. Lihat, as-Silsilah ash-Shahihah no 380)