Pengikat Hati

Saya punya adik yang sudah berbilang belasan tahun menikah tapi belum dikaruniani anak. Akhirnya, setelah sekian masa, adik saya itu diamanahi seorang anak. Tapi, pada masa penantiannya, pernah ada pertanyaan.

“Mas, anak itu pengikat pernikahan ya?” tanyanya.

Saya menjawab, “Tidak. Tidak ada dalil tentang itu dan banyak fakta yang menunjukkan bahwa kehadiran anak itu tidak mampu mengikat dua hati manusia dalam ikatan pernikahan.”

Anak cuma satu faktor. Ada banyak faktor lain. Ada tampang atau fisik, ada harta, ada popularitas, ada nafkah batin, ada aspek psikologis, ada banyak aspek material, ada aspek komunikasi, dan ada aspek-aspek lain.

Jangan terlalu memercayai satu hal saja. Rawan manipualasi. Tidak punya anak, jadi renggang. Tidak punya uang, jadi renggang. Tidak punya pekerjaan, tidak bisa memberi nafkah batin, perbedaan suku, LDR, tidak rutin ketemu, komunikasi tidak lancar, dan sebagainya, jadi renggang.

Semuanya cuma faktor yang harus dimainkan.

Mungkin tidak ada anak, tapi pasutri harus bisa melihat itu cuma satu faktor dan masih ada faktor lain. Mungkin LDR, tapi itu cuma satu faktor dan ada buanyak faktor pendukung ikatan hati yang lain. Mungkin komunikasi buruk, tapi ada faktor lain.

“Can, apa yang membuat kamu sayang aku?”

“Lha bojone mosok ga disayang,” jawabnya. Mirip dengan apa yang pernah saya tulis ‘Tugasku adalah Mencintaimu’.

Jangan percayai bisikan-bisikan untuk merenggangkan hati. Itu rawan manipulasi. Lebih baik memercayai ajaran untuk berkomitmen dan menuntaskan semua janji dan tekad kita.

Laa sahla illa maa ja’altahu sahlan.

Jangan terlalu mudah meletakkan kesedihan dalam hati kita. Jangan terlalu mudah meletakkan kekecewaan dalam hati kita.

Besarkan jiwa kita, maka yang lain akan mengecil.

Jakarta, 30 Maret 2015