Dr. Mustafa As Siba’i dalam karyanya, Peradaban Islam, bercerita tentang Cordova –yang di masa Abdurrahman III dari Bani Umayyah – adalah ibukota Andalus yang muslim. Cordova dikelilingi taman-taman hijau, hingga setiap orang yang berkunjung ke sana biasanya bersenang-senang terlebih dahulu di kebun-kebun dan taman-taman itu sebelum sampai di kota. Penduduknya lebih dari satu juta jiwa (pada masa itu kota terbesar di Eropa penduduknya tidak lebih dari 25.000 orang). Tempat-tempat mandi berjumlah 900 buah dan rumah-rumah penduduknya berjumlah 283.000 buah. Gedung-gedung sebanyak 80.000 buah, masjid ada 600 buah dan luas kota Cordoba adalah delapan farsakh (30.000 hasta). Semua masyarakatnya terpelajar. Di pinggiran kota bagian timur terdapat 170 orang wanita penulis mushaf dengan Khat Kufi. Di seluruh Cordoba terdapat lima puluh rumah sakit dan delapan puluh sekolah. Orang-orang miskin menuntut ilmu secara cuma-cuma.
Kemudian Istana Al Hambra. Rasanya tidak mungkin menceritakan secara detail bagaimana kemegahan Al Hambra di tulisan kali ini, tetapi cukuplah kita dengarkan senandung penyair Perancis, Viktor Hugo:
‘Wahai Al Hambra!
Wahai istana yang dihias oleh malaikat seperti kehendak khayalan,dan dijadikannya lambang keserasian!
Wahai benteng yang memiliki kemuliaan,yang dihias dengan ukiran dan lukisan, bak bunga-bunga dan ranting-ranting yang rindang menggelantung!
Tatkala sinar rembulan yang keperak-perakan memantul pada dinding-dindingmu, dari sela-sela bangunan Arab-mu, terdengar bagimu di malam hari suara yang menyihir akal’.
Selanjutnya, Sevilla. Di kota ini terdapat 6000 alat tenun untuk sutera saja. Setiap penjuru kota Sevilla dikelilingi pohon-pohon zaitun, dan karena itulah di situ terdapat 100.000 tempat pemerasan minyak zaitun. Secara umum, kota-kota Spanyol ramai sekali. Setiap kota terkenal dengan berbagai macam industrinya yang diincar oleh bangsa Eropa dengan antusias. Bahkan kota-kota itu terkenal dengan pabrik-pabrik baju besi, topi baja, dan alat perlengkapan baja lainnya sehingga orang-orang Eropa datang dari setiap tempat untuk membelinya. Renault berkata, “Ketika bangsa Arab menyerbu Perancis Selatan dari Andalus dan menaklukkan kota-kota Narbonne, Avignon, Lion, dan lain-lain, mereka dilengkapi dengan senjata-senjata yang tak dimiliki bangsa Eropa.”
Dan ketika kita beralih ke dunia Islam Timur, maka akan kita temui kota-kota besar dengan peradabannya yang mengagumkan. Ambil contoh saja, Baghdad. Sebelum dibangun oleh Al Mansur, khalifah Abbasiah yang tersohor, Baghdad yang adalah wilayah yang sempit dan kecil. Di setiap penghujung tahun para pedagang dari daerah-daerah tetangga berkumpul di situ. Ketika Al Mansur bertekad bulat membangunnya, ia lalu mendatangkan insinyur-insinyur teknik, para arsitek dan pakar-pakar ilmu ukur. Kemudian ia melakukan sendiri peletakan batu pertama dalam pembangunan itu seraya berkata :
Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah dan seluruh bumi milik Allah. Yang diwariskan kepada orang-orang yang dikehendakiNya dari kalangan hamba-hambaNya, dan akibat yang baik diperuntukkan bagi orang-orang yang taqwa. Selanjutnya ia berkata lagi, Bangunlah kota ini atas berkah Allah.
Abu Bakar Al Khatib menunjukkan kekagumannya dengan berkata,
“…sampai kita lalai menyebutkan banyak hal dari kebaikan-kebaikan yang dikhususkan Allah bagi Baghdad di hadapan seluruh dunia, Timur dan Barat. Di antara kebaikan-kebaikan tersebut ialah akhlak-akhlak mulia, perangai-perangai menyenangkan, air-air tawar yang melimpah, buah-buah yang banyak dan segar, keadaan-keadaan yang indah, kecakapan dalam setiap pekerjaan dan penghimpunan bagi setiap kebutuhan, keamanan dari munculnya bid`ah, kegembiraan terhadap banyak ulama dan penuntut ilmu, ahli fiqh dan orang yang belajar fiqh, tokoh-tokoh ilmu kalam, pakar-pakar ilmu hitung dan ilmu nahwu, penyair-penyair piawai, perawi-perawi khabar, nasab dan seni sastra, berkumpulnya buah-buahan berbagai musim di satu musim yang hal itu tak pernah ada di negeri manapun di dunia ini kecuali di Baghdad (terutama pada musim gugur).”
Dari secuil fakta di atas, dapat kita lihat kontradiksi peradaban Barat dan Islam. Kita saksikan bagaimana Eropa hidup di dalam gumpalan kekumuhan yang ekstrim sementara dunia Islam gemerlap dengan kemajuan peradaban yang tak terbayangkan. Barat, dengan segenap keangkuhannya, sepertinya memang harus menelan pil pahit menghadapi kenyataan bahwa Islam memang unggul dalam membangun peradabannya.
Lalu, apa yang membuat Islam begitu unggul dan kemunculannya sungguh membawa perubahan dalam sejarah peradaban manusia? Apa yang membuat peradaban Islam berbeda dari seluruh peradaban baik yang telah berlalu maupun yang akan datang?
Peradaban Islam berpijak pada asas TAUHID yang mutlak dalam aqidah. Peradaban Islam adalah peradaban pertama yang menyerukan bahwa Tuhan itu satu dan tidak mempunyai sekutu dalam kekuasaan dan kerajaanNya. Hanya Allah yang disembah dan hanya Allah tempat meminta pertolongan. “Iyyaaka na`budu wa iyyaaka nas ta`iin”. Hanya Dia yang memuliakan dan menghinakan, yang memberi dan mengaruniai. Tiada sesuatupun di langit dan di bumi kecuali berada kekuasaan dan pengaturan-Nya.
Ketinggian dalam memahami kalimat tauhid ini memiliki pengaruh besar dalam mengangkat martabat manusia, dalam membebaskan rakyat jelata dari kedzaliman raja, pejabat, bangsawan dan tokoh agama. Tauhid ini juga berpengaruh besar dalam meluruskan hubungan antara penguasa dan rakyat, dalam mengarahkan pandangan hanya kepada Allah semata sebagai pencipta mahkluk dan Rabb. Kebebasannya dari setiap fenomena paganisme (paham keberhalaan) dalam aqidah, hukum, seni, puisi dan sastra. Inilah rahasia yang membuat peradaban Islam berpaling dari penerjemahan mutiara-mutiara sastra Yunani yang paganis (keberhalaan), dan ini pula yang menjadi rahasia mengapa peradaban Islam lemah dalam seni-seni pahat dan patung meskipun menonjol dalam seni seni-seni ukir dan desain bangunan.
Kesatuan dalam aqidah ini mencetak setiap asas dan sistem yang dibawanya. Ada kesatuan dalam risalah, kesatuan dalam perundang-undangan, kesatuan dalam tujuan-tujuan umum, kesatuan dalam eksistensi universal manusia, dan kesatuan dalam sarana-sarana penghidupan serta model pemikiran. Bahkan para peneliti seni keislaman telah menyaksikan adanya kesatuan gaya dan rasa dalam bentuknya yang beraneka macam. Sepotong gading Andalus, kain tenun Mesir, benda keramik Syria dan benda logam Iran tampak memiliki gaya dan karakter yang sama meskipun bentuk dan hiasannya berbeda.
Peradaban Islamlah satu-satunya peradaban yang tidak memisahkan agama dari negara, sekaligus selamat dari setiap tragedi percampuran antara keduanya sebagaimana yang dialami Eropa pada abad-abad pertengahan. Kepala negara adalah khalifah dan amir bagi orang-orang mukmin, tetapi kekuasaannya untuk melayani umat dan semata-mata demi menegakkan kebenaran dan keadilan.
Peradaban Islam tidak mengenal nation (bangsa) yang kecil dan terpecah-pecah. Sebaliknya, peradaban Islam menyatukan umat manusia dari beragam latar belakang ras, bangsa, wilayah geografis, keturunan dan beragam bahasa. Tanpa menghilangkan jati diri dan identitas masing-masing. Islam tidak mengenal penjajahan dan eksplotiasi kekayaan suatu negeri, apalagi menghina dan memperkosa wanita-wanita. Para penyebar Islam ke berbagai negeri justru menjadi guru dalam bidang moral di setiap negeri yang dimasukinya.
Peradaban Islam sungguh kontras dengan peradaban Barat hari ini yang gencar mengekspor free sex, lesbianisme, homoseksual, hedonisme dan dekadensi moral. Barat mengatakan bahwa perilaku seks sejenis adalah hak asasi manusia dan melegalkannya. Bahkan secara hukum telah meresmikan pasangan laki-laki menikah sejenis untuk membentuk sebuah rumah tangga yang diakui secara hukum. Peradaban barat telah melahirkan anak-anak yang tidak pernah tahu siapa ayah mereka, karena mereka lahir dari rahim wanita-wanita yang terbiasa berzina. Sangat jauh berbeda dengan peradaban Islam yang mengajarkan persamaan derajat manusia, menghormati dan memuliakan wanita serta menempatkan pada posisi yang sangat penting. Mengharamkan protitusi baik resmi maupun terselubung. Mengharamkan zina dan perselingkuhan.
Bagi orang yang berpikir, ia akan menyaksikan keteraturan, keseimbangan, dan kesempurnaan yang terlihat jelas di setiap sudut jagad raya dan di setiap skenario yang diatur oleh Rabb-nya. Dan sungguh, jalan keluar dari sebagian besar permasalahan yang sedang manusia alami saat ini (dan di masa yang akan datang) sangatlah jelas. Islam dengan semua syari’at dan tatanannya adalah satu-satunya solusi. Banyak yang meyakininya, namun tidak sedikit yang enggan bergerak dari sistem yang saat ini membelenggunya. Dan selanjutnya, kepentingan pribadi masing-masing orang, pengaruh dari golongan mereka, ambisi untuk menonjolkan diri pribadi dari pada mencari sebuah solusi secara ikhlas, membawa mereka pada jalan buntu.
“Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (QS Al Kahfi: 54)
Oleh: Khaleeda