Jaringan milisi jihadis dunia beberapa pekan lalu kalang kabut. Beberapa situs mereka di Internet tiba-tiba mati total. Tangan-tangan hacker diyakini berada di belakang kejadian itu. Padahal, forum di situs-situs itu selama ini jadi andalan mereka dalam berbagi tips dan trik merancang dan melancarkan serangan teror.
Berita ini pertama kali mengemuka di laman Washington Post, 2 April silam. Sekitar lima situs utama kaum militan terganggu koneksinya. Yang pertama diserang peretas adalah situs Shamukh al-Islam. Web paling populer di kalangan simpatisan al-Qaeda dalam menyebarkan video dan pesan radikal kelompok ini mati mendadak pada 22 Maret 2012.
Yang kedua adalah Ansar al-Mujahidin Arabic Forum, yang down sehari setelahnya. Habis itu, dalam kurun waktu seminggu setelahnya, hacker giliran menghajar situs al-Fida dan dua laman lain yang tak disebutkan namanya.
Salah satu moderator forum di situs itu menyatakan mereka sedang kelimpungan diteror peretas. “Media ini tengah mendapatkan serangan yang ganas,” tulisnya.
Para ahli keamanan siber mengungkapkan situs-situs itu mendapat serangan canggih yang tidak hanya berdampak pada laman tapi juga server mereka, yang memastikan tak ada satupun pengunjung yang bisa mengaksesnya.
Dua situs di antaranya, sudah beroperasi kembali saat tulisan ini diunggah. Sisanya masih mati. Sesaat setelah dua lama itu kembali beroperasi, berbagai pesan jihad langsung kembali membanjiri ruang forum.
“Musuh-musuh Allah yang membanggakan kebebasan tidak mampu menghancurkan media kita yang diberkahi ini. Mereka terganggu dengan perkembangan (situs) kita yang cepat, memiliki performa yang unik, yang mengungkapkan dosa-dosa, dusta, kebohongan, dan pengingkaran mereka pada kebenaran,” tulis moderator salah satu situs tersebut, berapi-api, sebagaimana diterjemahkan SITE Monitoring Service, lembaga independen pemantau terorisme siber.
Aaron Zelin, peneliti di Universitas Brandeis, mengatakan setelah beberapa hari situs mereka mati, al-Qaeda sempat kalang kabut. Mereka tidak bisa lagi memutakhirkan laporan dan propaganda mereka di sejumlah negara. Padahal, setiap hari forum-forum itu gencar menyebarkan pesan kebencian pada negara-negara Barat yang mereka sebut sebagai “kaum salibis”.
“Cabang al-Qaeda di Pakistan, Yaman, Irak dan Afrika Utara tidak dapat mengeluarkan rilis sejak itu,” kata Zelin.
Majalah Time, mengutip pemerintah Saudi, menulis terdapat sekitar 17 ribu situs jihad di seluruh dunia. Tapi hanya sedikit yang benar-benar terhubung dengan al-Qaeda; tidak lebih dari lima atau enam situs. Sisanya hanya sekadar menyalin berita atau berdiskusi.
Toh demikian, lima situs itu tak bisa dianggap enteng. Tercatat, beberapa rencana penyerangan pernah dibahas di forum pada situs-situs tersebut. Salah satunya yang terungkap adalah rencana lima warga Amerika menyerang negara mereka sendiri. Kelimanya berhasil ditangkap di Pakistan pada 2009 lalu.
Di tahun yang sama, tentara AS keturunan Palestina, Nidal Malik Hassan, memberondong rekannya sendiri –atas nama jihad– di pangkalan militer Fort Hood, Texas. Insiden itu menewaskan 13 orang dan melukai 29 lainnya.
Berdasarkan penelusuran aparat keamanan AS, rencana serangan dan penembakan tersebut dipicu oleh aktivitas mereka di berbagai forum jihad. Cara ini efektif dan murah karena mereka tak perlu bertemu muka langsung dengan para ulama radikal perekrut anggota, cukup berbicara di Internet.
Di sebuah artikelnya, Christian Science Monitor menulis betapa internet kini telah menjadi tempat andalan kelompok militan untuk menyebarkan paham mereka. Forum-forum digunakan untuk merekrut, mengumpulkan dana, melakukan riset, mengkoordinasikan aksi, menyebarkan propaganda, dan melancarkan perang psikologis.
Beberapa situs bahkan mengajarkan cara membuat bom rakitan sendiri. Salah satu situs al-Qaeda, Al Battar (artinya: pedang), juga memberikan tips dan trik menculik seseorang. Secara terperinci, dibebarkan berbagai metode untuk menangani sandera, bernegosiasi, hingga cara mengadu domba pemerintah dengan media melalui jalur politik. Secara eksplisit, mereka dianjurkan membunuh sandera jika pemerintah tidak mau membayar tebusan. Tak lupa, mereka diminta mewaspadai alat pelacak yang ditanam di gepok uang tebusan.
Gabriel Weimann, profesor peneliti situs milisi jihadis di United States Institute of Peace, menyatakan laman jihadis yang terkait al-Qaeda bertambah banyak dengan pesatnya. “Ketika al-Qaeda dikejar hingga ke gunung, mereka beralih ke internet. Pertama mereka buat dua situs per hari, menjadi 50, lalu ratusan dan ribuan,” kata Weimann.
Dalang Hacker
Hingga kini, siapa yang berada di balik aksi peretasan itu masih menjadi misteri. Fox New spada Selasa 10 April 2012 secara ekslusif memberitakan pelakunya adalah seorang kakek dengan ID: “The Raptor”. Dia mengaku melancarkan serangan itu untuk menjaga pemuda AS dari racun radikalisme. Kepada Fox, dia mengaku seorang pensiunan militer. Selain memiliki blog, dia juga aktif di Twitter dengan akun bernama @th3raptor.
“Anak-anak kita terbunuh karena para militan kini lebih piawai membuat bom ketimbang kue mangkok. Saya akan melakukan apapun untuk merusak semangat para musuh kita ini,” kata Raptor.
Di dunia maya di mana kebohongan berseliweran, klaim Raptor tak bisa langsung dipegang. Belum ada konfirmasi mengenai perannya dalam mematikan jaringan situs al-Qaeda itu. Para ahli siber mengatakan ini bukan pekerjaan satu orang, melainkan beberapa orang. Kemungkinan, mereka beroperasi di bawah perintah suatu pemerintah atau lembaga besar.
Tanggal 4 April lalu, jurnalis media Spanyol El Confidencial Digital, Pelayo Barro, menuding AS lah yang berada di balik operasi penyerangan tersebut. Dia mengaku mendapat informasi ini dari orang dalam badan intelijen Spanyol.
“Sumber saya, yang bekerja sebagai konsultan Pusat Intelijen Nasional Spanyol mengatakan sebuah tim beranggotakan 10 orang yang bekerja untuk Obama telah berhasil membobol password beberapa forum Islamis. Ini adalah penyerangan siber terbesar selama ini,” kata Barro kepada Majalah Time.
Belum ada konfirmasi dari pemerintah Amerika Serikat mengenai klaim ini. Namun, pengamat milisi jihadis dari perusahaan konsultan intelijen Flashpoint Partners, Evan Kohlmann, meragukan keterlibatan Uncle Sam.
“Sejujurnya, saya kira pemerintah AS tidak akan mematikan situs-situs jihad. Orang-orang di badan intelijen dan penegakan hukum yang saya kenal meyakini justru akan lebih menguntungkan bagi mereka membiarkan situs-situs itu tetap beroperasi, dan memanfaatkannya untuk tujuan penyelidikan,” kata Kohlmann.
Jika bukan pemerintah AS, dia melanjutkan, kemungkinan serangan itu dilancarkan pemerintah Prancis dan Israel, dengan menggunakan jasa hacker handal.
Argumen itu bukannya tak beralasan. Peretasan dilancarkan paska Perancis membunuh Mohammed Merah, pelaku pembunuhan tiga tentara dan empat orang Yahudi di Toulouse.
Bukan kali pertama institusi pemerintahan melancarkan serangan siber ke situs milisi jihadis. Pada 2010 lalu, Inggris diduga berada di balik aksi peretasan situs majalah militan Inspire. Badan intelijen Inggris, M16, disebut-sebut telah mengubah modul membuat bom rakitan menjadi resep kue mangkok di acara Ellen DeGeneres.
Tapi, banyak juga yang berpendapat operasi semacam itu tak susah-susah amat. Situs-situs al-Qaeda terbilang mudah dibobol. Jeff Bardin, ahli teror siber di perusahaan intelijen Treadstone 71, mengatakan keamanan situs-situs itu sangat longgar, karena kebanyakan menggunakan program vBulletin berbahasa Arab yang mengutamakan kecepatan dan kemudahan penggunaan ketimbang keamanan.
Kendati mudah diretas, tidak berarti ancaman dari situs-situs itu gampang menghilang. Para ahli mengatakan serangan hacker itu cuma mengganggu al-Qaeda sementara waktu saja. Forum dan situs dapat kembali dibangun dengan mudah, secepat kilat.
Cendekiawan dari Carnegie Endowment for International Peace, Chris Boucek, berpendapat cara terbaik menghadang radikalisme bukanlah melalui agresi militer ataupun merusak situs milisi jihadis, tapi melalui pelurusan paham menurut hukum Islam yang sebenarnya, yang senantiasa menganjurkan kedamaian dan melarang kekerasan.
“Kita berhadapan dengan gerakan yang melandaskan aksi mereka pada ideologi dan kebencian. Kita perlu mengerti apa yang ada di kepala mereka,” kata Boucek.
Dia memuji program pemerintah Arab Saudi yang membiayai para cendekiawan Muslim untuk “menyusup” ke berbagai forum militan di Internet dan lalu mendebat penyebaran paham yang mereka lihat telah menyimpang dari ajaran Islam. “Mereka juga menyertakan dokumen, studi dan video pertobatan, yang menjelaskan berbagai kesalahan ekstremisme dan radikalisme. Ada efek berantai ketika mereka membaca tulisan para ulama itu,” kata Boucek.
Boucek melihat, program bertajuk “Kampanye Sakinah” itu justru jauh lebih ampuh dalam meluruskan pandangan para netter muda militan soal ajaran Islam yang sejati, yang senantiasa menganjurkan kedamaian dan menjauhkan kekerasan.