Salah satu indikasi baik atau buruknya seseorang dapat dilihat dari sedekat apa dia dengan Alquran. Manusia yang selama hidupnya berpegang teguh pada Alquran dan Alhadist dapat dipastikan hidupnya berada dalam lindungan Allah SWT.
Kedekatan dengan Alquran dapat dilihat dari sesering apa dia berinteraksi dengan Alquran. Bagaimana bacaanya, hafalannya, dan tentu saja bagaimana dia mengamalkan apa yang dibaca dan dipahami dalam hidupnya.
Bebicara tentang interaksi dengan Alquran, pasti menyangkut dengan seberapa sering dia membaca Alquran. Rasulullah SAW memberikan batasan maksimal seorang muslim harus mengkhatamkan Alquran, yaitu satu bulan. Agar tidak terlalu cepat yang akhirnya tidak ada waktu untuk memahami lebih dalam, namun juga tidak terlalu lama yang artinya melalaikan Alquran.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
“Bacalah (khatamkanlah) Al Quran dalam sebulan.” ‘Abdullah bin ‘Amr lalu berkata, “Aku mampu menambah lebih dari itu.” Beliau pun bersabda, “Bacalah (khatamkanlah) Al Qur’an dalam tujuh hari, jangan lebih daripada itu.” (HR. Bukhari).
Dalam riwayat Abu Daud dari jalur lain dari ‘Abdullah bin ‘Amr ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Berapa hari mesti mengkhatamkan Al Qur’an?” Beliau katakan 40 hari (artinya, satu hari bisa jadi kurang dari satu juz). Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab lagi, “Satu bulan.” (Artinya, satu hari bisa rata-rata mengkhatamkan satu juz)
Ibnu Hajar mengatakan,
“Karena keumuman firman Allah yang artinya, “ Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran ” mencakup pula jika kurang dari itu (kurang dari satu juz). Barangsiapa yang mengklaim harus dengan batasan tertentu, maka ia harus datangkan dalil (penjelas).” (Fathul Bari)
Ibnu Hajar juga menukil perkataan Imam Nawawi,
“Imam Nawawi berkata, “Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada batasan hari dalam mengkhatamkan Al Qur’an, semuanya tergantung pada semangat dan kekuatan. Dan ini berbeda-beda satu orang dan lainnya dilihat dari kondisi dan person.” (Fathul Bari).