Teruntuk jiwa-jiwa yang sedang terluka, sesungguhnya Allah selalu bersama kita.
Kesabaran yang Kokoh
Dalam episode lanjutan Perang Uhud, terselip adegan Perang Hamra’ul Asad. Perang ini diniatkan sebagai perang pembuktian, siapa yang menjadi pemenang sejati dalam Perang Uhud. Namun pada praktiknya semua di luar perkiraan. Meskipun antara pasukan Muslim dan pasukan Quraisy sudah menyiapkan pasukan, keduanya tak sempat bertatap muka.
Pasukan Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan termakan bujukan Ma’bad bin Abu Ma’bad al-Khaza’i, seorang alumni pasukan Quraisy yang baru saja menyatakan ke-Islam-annya di hadapan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, sehingga Abu Sufyan memerintahkan pasukan Quraisy kembali ke Makkah. Pasukan Muslim sendiri walaupun sudah menunggu selama tiga hari di sebuah tempat bernama Hamra’ul Asad, akhirnya tidak mendapati kedatangan pasukan Quraisy kecuali beberapa gangguan yang dengan mudah diatasi. Setelah yakin pasukan Quraisy tidak datang, mereka pun kembali ke Madinah.
Pada Perang Uhud ini (termasuk Perang Hamra’ul Asad, karena dianggap serangkaian), tidak jelas siapa pemenang sebenarnya. Dari pasukan Muslim, walaupun mengalami goncangan hebat sampai porak-poranda di dalam perang, mereka tidak lari, dan tidak ada seorang pun yang tertawan. Sedangkan pasukan Quraisy, tidak mendapatkan harta rampasan sama sekali. Bahkan di akhir, mereka tidak berani menyerang pasukan Muslimin di Hamra’ul Asad dan memilih pulang ke Makkah. (Sambungan dari Perisai dan Pedang Umat Muslim bagian 1)
Dengan keadaan masing-masing pihak memperoleh kerugiannya, sudah wajar jika mereka memposisikan diri untuk bersabar. Namun, apakah sabarnya kaum kafir dengan sabarnya umat muslim sama!? Allah subhanahu wa ta’ala pun menjawabnya;
“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). jika kamu menderita kesakitan, Maka Sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa’ [4]:104)
Kesabaran milik umat Muslim adalah kesabaran yang diselimuti ketaqwaan. Ketika seorang Muslim ditimpa musibah atau ujian, lalu ia bersabar dengan mengharap ridha Allah, maka itulah kesabaran paling kokoh. Berbeda dengan umat lain, yang sabar karena mereka dituntut untuk bersabar. Tidak ada ridha yang mereka cari. Bahkan mereka baru bersabar setelah melampiaskan kekesalan mereka, mencaci kesialan mereka, dan mencari kambing hitas atas kemalangan mereka. Padahal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sabar yang sebenarnya ialah sabar pada saat bermula (pertama kali) tertimpa musibah.” (HR. Bukhari)