Tanggal : Bulan Ramadhan, Tahun Kesepuluh Nabi Dilantik Menjadi Nabi
Catatan:
Kesakitan yang mendera Abu Thalib makin hari makin parah. Maka, tidak lama selepas itu kematian menjemputnya. Kematiannya terjadi pada bulan Rejab tahun kesepuluh kenabian,[1] tepatnya enam bulan setelah dibebaskan dari pemboikotan.[2]
Ada pula yang menyebutkan bahwa dia meninggal pada bulan Ramadhan, tiga hari sebelum meninggalnya Khadijah.
Dalam Sahih al-Bukhari terdapat riwayat dari Musayyib yang menyatakan bahwa ketika ajal kematian menjemput Abu Thalib, Nabi Muhammad mendatanginya. Sementara itu, di sana telah ada Abu Jahal. Nabi Muhammad berkata, “Duhai bapa saudaraku, ucapkanlah, ‘Laa ilaaha illallaah (tiada Tuhan selain Allah).’ Itulah kalimah yang bisa kujadikan pegangan untuk menolongmu di hadapan Allah.”
Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah pun tidak mau kalah. Mereka berdua berkata, “Hai Abu Thalib! Adakah kamu akan berpaling dari agama Abdul Muthalib?”
Mereka berdua terus saja mengucapkan kata-kata yang dapat mencegah Abu Thalib dari beriman. Akhirnya terlontar kata-kata terakhir dari lisan Abu Thalib, “Atas agama Abdul Muthalib.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. kecewa namun masih berkata, “Sesungguhnya aku akan memohon ampunan untukmu, wahai bapa saudaraku, selagi mana aku tidak dilarang.”
Atas hal itu, turunlah ayat, “Tidak sepatutnya bagi nabi dan orang beriman memohonkan ampun bagi orang Musyrik sekalipun mereka itu adalah keluarga terdekat, setelah diterangkan dengan jelas kepada mereka bahwa jika mereka tetap tidak mau beriman, maka mereka adalah penghuni Neraka Jahanam.”
Ditambah lagi dengan ayat, “Sesungguhnya kamu tidak dapat memberi hidayah kepada orang yang kamu cinta.”[3]
Tidak diragukan betapa besarnya jasa Abu Thalib yang menjaga dan melindungi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.. Perlindungannya yang menyebabkan dakwah Islam terus berkibar laksana hentaman badai bagi orang kafir yang sombong dan bodoh. Sayangnya, tatkala penghujung usia, dia tetap memeluk agama nenek moyangnya sehingga dia gagal merangkul kemenangan.
Dalam Sahih al-Bukhari terdapat riwayat dari Abbas bin Abdul Muthalib yang berkata kepada Nabi Muhammad, “Engkau sangat memerlukan bapa saudaramu, wahai Rasulullah. Sesungguhnya dia melindungimu dan rela marah demi dirimu.”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. membalas, “Dia berada di bagian yang paling atas dalam neraka. Kalau bukan karena dia menolong aku, pastilah dia berada di bagian neraka yang paling bawah.”[4]
Ada juga riwayat dari Abu Said al-Khudri bahwasanya dia mendengar Nabi Muhammad bersabda tentang bapa saudaranya, “Semoga syafaatku bermanfaat untuknya pada hari kiamat, sehingga dia ditempatkan di bagian yang atas dari neraka yang kedalamannya hanya mencapai tumit.”[5]
Khadijah Meninggal Dunia
Dua bulan atau tiga hari setelah kematian Abu Thalib (dengan adanya perbedaan pendapat dalam hal ini) Ummul Mukminin, Khadijah al-Kubra juga meninggal. Meninggalnya pada usia 65 tahun, pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh kenabian. Pada waktu itu, umur Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. adalah 50 tahun.[6]
Khadijah merupakan salah satu kurniaan agung dari Allah untuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.. Seperempat abad hidup bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam., Khadijah sentiasa mendampingi beliau dengan penuh perhatian terutamanya ketika ujian dan keresahan melanda, menyokong Beliau tatkala genting, membantu beliau menyiarkan agama Islam, menyertai beliau mengharungi pahit dan payahnya perjuangan serta menyokong beliau dengan jiwa dan hartanya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. menyatakan tentang Khadijah, “Dia mengimaniku ketika banyak manusia mengingkariku. Dia percaya pada kejujuranku ketika banyak manusia menuduhku berdusta. Dia memanfaatkan hartanya untukku ketika banyak manusia memulauku. Darinya, Allah mengurniakanku anak dan tidak dari isteri-isteriku yang lain.”[7]
Dalam Sahih al-Bukhari diriwayatkan bahwa Abu Hurairah menyatakan, “Suatu ketika, Jibril mendatangi Nabi Muhammad. Dia lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, Khadijah dating menghampirimu. Dia membawa sebuah bekalan berisi makanan dan air minuman. Jika dia sampai nanti, sampaikanlah kepadanya bahwa Allah menitipkan salam untuknya. Janjikanlah untuknya sebuah rumah rotan di syurga yang di dalamnya tidak ada pergaduhan maupun kesusahan’.”[8]
___
[1] Syah Akbar Khan Najib Abady, Tarikh Islam, jil I, hlm. 120. Dalam berbagai-bagai rujukan terdapat perbedaan yang ketara berkaitan bulan Abu Thalib meninggal dunia. Apa yang saya tulis ini adalah apa yang saya pandang rajih karena kebanyakan rujukan sepakat menyatakan bahwa meninggalnya Abu Thalib terjadi selang enam bulan setelah dia bebas dari pemboikotan. Pemboikotan itu sendiri terjadi selama tiga tahun. Sementara itu, boikot dimulai pada malam pertama bulan Muharram tahun ketujuh kenabian. Dengan demikian, kematian Abu Thalib dapat disimpulkan terjadi pada bulan Rejab tahun kesepuluh kenabian.
[2] Abdullah bin Muhammad al-Najdy, Mukhtashar Sirah al-Rasul, hlm. 111.
[3] Sahih al-Bukhari, bab tentang kisah Abu Thalib, jil I, hlm. 548.
[4] Sahih al-Bukhari, bab tentang kisah Abu Thalib, jil I, hlm. 548.
[5] Sahih al-Bukhari, bab tentang kisah Abu Thalib, jil I, hlm. 548.
[6] Meninggalnya Khadijah pada bulan Ramadhan pada tahun kesepuluh kenabian ini ditulis oleh Ibnu Jauzy dalam Talqih Fuhum Ahl al-Atsar, hlm. 7. Juga ditulis oleh al-‘Allamah al-Mansyurfuri dalam Rahmah li al- ‘Alamin, jil II, hlm. 164. Banyak ulama lain juga menulis seperti yang demikian.
[7] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, jil VI, hlm. 118.
[8] Sahih al-Bukhari, bab tentang pernikahan nabi dengan Khadijah serta keutamaannya, jil I, hlm. 539.