Tanggal : Bulan Ramadhan, Tahun kelima Nabi Dilantik Menjadi Nabi
Catatan:
Pada bulan Rajab tahun kelima kenabian, berhijrahlah gelombang Muhajirin pertama dari kalangan sahabat menuju Habsyah. Mereka terdiri dari 12 orang lelaki dan 4 orang wanita. Pemimpin perjalanan mereka ialah Usman bin Affan. Ikut serta juga adalah Sayyidah Ruqayyah, anak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tentang mereka berdua, nabi berkata, “Mereka berdua adalah Ahli Bait pertama yang berhijrah setelah Ibrahim dan Luth.”[1]
Perjalanan mereka dilakukan dengan berhati-hati pada tengah malam, sehingga orang Quraisy tidak mengetahuinya. Mereka menuju ke laut sehingga sampai di Pelabuhan Syaibah. Takdir menemukan mereka dengan dua buah kapal pedagang yang kemudian mengkirim mereka berlayar sehingga ke Habsyah. Selepas itu, barulah orang Quraisy menyadari pemergian mereka. Maka, orang Quraisy segera menyelusuri jejak kaki mereka. Namun begitu, tatkala orang Quraisy sampai di tepi pantai, rupa-rupanya para Muhajirin telah selamat berlayar dengan aman. Orang Islam kemudiannya tinggal di Habsyah dengan mendapat layanan yang baik dari penduduk setempat.[2]
Pada bulan Ramadhan tahun yang sama, Nabi Muhammad keluar menuju ke Masjidil Haram. Di sana ada banyak orang Quraisy yang sedang berkumpul. Di situ terdapat para pemimpin dan pembesar mereka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. berdiri di hadapan mereka. Secara tiba-tiba, beliau membacakan Surah an-Najm kepada mereka. Itulah kali pertama orang kafir mendengar bacaan kalam Allah. Ini karena, selama ini, usaha mereka yang berkesinambungan dalam memusuhi nabi hanya didasari atas hasutan dari sebagian mereka kepada sebagian yang lain. Antara bentuk hasutan itu ialah,
“Orang-orang kafir berkata: Janganlah kamu mendengar al-Quran ini serta buatlah penafian terhadapnya supaya kamu dapat mengalahkannya,” sebagaimana termaktub dalam Surah Fussilat ayat 26.
Maka, untuk kali ini, kejutan yang diberikan oleh nabi kepada mereka membuatkan mereka semua mendengar bacaan Surah an-Najm tersebut. Ketika itulah telinga mereka digetarkan oleh kalam Ilahi yang indah lagi menawan, di mana keindahan dan keagungannya sukar untuk dijelaskan. Mereka tinggalkan segala kesibukan mereka seketika sehingga masingmasing larut dalam keasyikan mendengar bacaan tersebut.
Di benak mereka tidak terlintas sedikit pun selain bacaan tersebut. Hinggalah tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. membaca bagian-bagian akhir surah ini yang terdengar begitu menggoncang, hati mereka seakan-akan terbang. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. meneruskan pembacaan hingga pada ayat,
“Maka bersujudlah kamu kepada Allah dan sembahlah Dia.” (An-Najm: 62), lalu beliau bersujud.
Ketika itulah semua orang yang ada di sana tidak mampu menguasai hatinya hingga mereka tersungkur bersujud. Sebenarnya cahaya kebenaran telah mencerai-beraikan sifat keras kepala di dalam diri orang yang sombong dan suka mencela itu. Buktinya, mereka tidak berkuasa mengawal diri hingga tersungkur bersujud kepada Allah.[3]
Jatuhlah segala yang ada di tangan mereka tatkala mereka merasakan keagungan kalam Allah. Mereka bersujud terhadap perkara yang selama ini mereka usahakan dengan seluruh tenaga mereka untuk menghapus dan melenyapkannya. Mereka kemudian dikecam dan ditegur dengan sangat keras dari berbagai arah oleh orang Musyrik yang tidak mendengar langsung bacaan yang menakjubkan itu. Disebabkan itulah mereka kembali memungkiri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam..
Mereka turut memfitnah bahwa beliau bersimpati terhadap berhala-berhala mereka dengan ucapan penghormatan, yaitu bahwa beliau berkata tentang berhala-berhala itu, “Burungburung bangau yang suci dan mulia itu, yang syafaatnya sungguh diidam-idamkan.” Ke mana-mana sahaja mereka membawa fitnah ini. Memang tidak aneh jika perkara seperti ini dilakukan oleh kaum yang terbiasa berdusta dan memfitnah.[4]
Berita tentang bersujudnya orang Musyrik sampai ke telinga para Muhajirin di Habsyah tetapi dengan maklumat yang berbeda dari fakta yang sebenarnya. Maklumat yang mereka terima adalah bahwa orang Quraisy memeluk Islam. Disebabkan itulah mereka kembali ke Mekah pada bulan Syawal pada tahun yang sama.
Pada siang hari ketika jarak perjalanan mereka hanya tinggal satu jam untuk sampai di Mekah, mereka mendengar fakta kejadian yang sebenarnya. Maka, beberapa orang antara mereka kembali semula ke Habsyah. Sementara itu, kebanyakan mereka yang tetap berusaha masuk ke kota Mekah hanya dapat memasukinya secara sembunyi-sembunyi atau dengan perlindungan orang Quraisy.[5]
Selepas itu, badai ujian dan seksaan yang dilancarkan oleh Quraisy kepada mereka yang kembali dari Habsyah dan para pemeluk Islam lainnya semakin kuat. Masing-masing disiksa oleh keluarganya sendiri. Padahal sebelum ini, orang Quraisy sukar untuk menyeksa mereka yang ada di Habsyah lantaran orang Quraisy mendengar bahwa Najasyi melayani mereka dengan baik. Oleh itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. melihat bahwa tidak ada pilihan lain kecuali mengarahkan kepada para sahabat untuk berhijrah lagi ke Habsyah.
Hijrah yang kedua ini lebih sukar dari yang pertama. Kali ini orang Quraisy terusm-enerus mengawasi setiap gerak-geri orang Islam serta bertekad untuk menggagalkan usaha hijrah. Namun begitu, orang Islam juga menyedari situasi ini sehingga mereka bergerak lebih cepat dan Allah pun memudahkan perjalanan tersebut untuk mereka. Akhirnya, mereka dapat sampai ke wilayah pemerintahan Najasyi di Habsyah sebelum disusuli oleh orang Quraisy.
Pada hijrah yang kedua ini, jumlah orang Islam yang berhijrah terdiri dari 83 orang lelaki dan ditambah dengan 18 atau 19 orang wanita.[6] Al-‘Allamah Muhammad Sulaiman al- Mansyurfuri menegaskan pilihannya pada pendapat yang pertama yaitu jumlah wanita yang berhijrah adalah 18 orang.[7]
Sementara maklumat bahwa antara mereka terdapat Ammar bin Yasir, masih diragukan kesahihannya.
___
[1] Abdullah bin Muhammad al-Najdy Alu Syaikh, Mukhtashar Sirah al-Rasul, hlm. 92-93 dan Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Zad al-Ma’ad, jil I, hlm. 24.
[2] Muhammad Sulaiman Salman al-Mansyurfuri, Rahmah li al-‘Alamin, jil I, hlm. 61 dan Ibnu Qayyim al- Jauziyah, Zad al-Ma’ad, jil I, hlm. 24.
[3] Bukhari meriwayatkan kisah sujud ini secara ringkas dari Ibnu Mas‘ud dan Ibnu Abbas. Lihat bab tentang sujud pada bacaan Surah an-Najm dan bab tentang sujudnya orang Islam dan orang Musyrik, jil I, hlm. 146, juga bab tentang seksaan yang diterima nabi dan sahabatnya dari orang Musyrikdi Mekah, jil I, hlm. 543.
[4] Abu al-A‘la al-Maududy, Tafhim al-Quran, jil V, hlm. 188. Penjelasan seperti inilah yang disimpulkan oleh para peneliti ketika mengkaji hadis tentang sujudnya orang-orang Musyrik.
[5] Abu al-A‘la al-Maududy, Tafhim al-Quran, jil V, hlm. 188; Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Zad al-Ma’ad, jil I, hlm. 24 dan jil II, hlm. 44; juga Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiah, jil I, hlm. 364.
[6] Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Zad al-Ma’ad, jil I, hlm. 24 dan Muhammad Sulaiman Salman al-Mansyurfuri, Rahmah li al-‘Alamin, jil I, hlm. 61.
[7] Muhammad Sulaiman Salman al-Mansyurfuri, Rahmah li al-‘Alamin, jil I, hlm. 61.