Sebuah pernikahan di bangun dalam sebuah ikatan yang suci. Ia tidak hanya sekedar menyatukan dua insan yang berbeda, tapi juga menyatukan dua keluarga besar yang berbeda kultur dan budaya. Bahkan Allah menyebut pernikahan dengan Mitsaqan Gholidzo (Perjanjian yang kuat)
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat. (QS. An-Nisa:21)
Bahkan di dalam Al-Quran hanya 3 kali Allah menyebutkan Mitsaqan Gholidzo (Perjanjian yang kuat).
Yang pertama yang tersebut diatas, QS An-Nisa: 21 yang menyebut pernikahan adalah sebuah perjanjian yang kuat/teguh/kokoh.
Yang kedua terdapat dalam QS An-Nisa: 154, Ini adalah perjanjian Allah dengan orang-orang yahudi.
Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) Perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. dan Kami perintahkan kepada mereka: “Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud”, dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka: “Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu”, dan Kami telah mengambil dari mereka Perjanjian yang kokoh. (QS An-Nisa: 154)
Yang ketiga terdapat dalam QS Al-Ahzab:7, ini adalah perjanjian Allah dengan para Nabi.
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil Perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka Perjanjian yang teguh. (QS Al-Ahzab:7)
Begitu sakralnya sebuah pernikahan hingga Allahpun menyamakan perjanjian tersebut dengan perjanjian-Nya dengan para Nabi. Dengan mitsaqon gholidzo (Perjanjian yang kokoh) ini, seorang laki-laki dan seorang wanita menjadi sepasang suami istri setelah sebelumnya mereka hidup terpisah sebagai seorang individu. Memang dalam hitungan mereka itu berbilang, namun pada hakikatnya mereka itu satu. Al Qur’an pun telah menggambarkan kuatnya ikatan antara sepasang insan ini:
“Para istri itu adalah pakaian bagi kalian (para suami) dan kalian adalah pakaian bagi mereka.” (QS.Al Baqoroh: 187)
Ayat yang mulia di atas merupakan ungkapan kedekatan antara keduanya. Masing-masing saling merasakan ketenangan dan saling menutupi dari apa yang tidak halal. (Al Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 1/211-212 , Tafsir Ibnu Katsir, 1/226).
Dalam bahasa Jawa pun istri disebut garwa atau sigaraning nyawa. Sebuah kata yang menarik sekali dan menurut saya juga sangat puitis sekali. Ini juga bisa berarti istri adalah detak jantung kita yang berdetak di tempat lain, istri adalah nafas kita yang berhembus di di lain tempat. Jadi jangan pernah macam-macam dengan sebuah pernikahan.
Sebagai dua insan yang sebelumnya hidup di tempat yang berbeda, kultur dan budaya yang berbeda bahkan mungkin dua insan yang memiliki cara pandang dan berpikir yang berbeda pula. Dari sinilah yang kadang membuat sebuah keluarga tidak selau harmonis. Tidak selamanya sebuah bahtera rumah tangga akan berlayar dalam lautan yang tenang. Tak jarang riak gelombang menghantam bahtera kita yang bisa membuat kita terpontang-panting tidak karuan. Dahsyatnya gelombang tersebut tak jarang membuat sebuah bahtera rumah tangga kandas di tengah jalan. Hancur berkeping-keping, sehingga tidak bisa berlabuh di dermaga kebahagiaan.
SPONSORED: Undangan Pernikahan Unik
Pernikahan di bangun bukan atas dasar persamaan, tetapi dibangun untuk menyatukan perbedaan. Sungguh naif sekali jika sebuah perceraian terjadi hanya karena sudah tidak cocok lagi, karena banyak perbedaan atau bahkan hanya karena materi. Sebuah perbedaan tentu masih bisa dikompromikan-asal tidak bertentangan dengan agama-mana yang sesuai dan mana yang tidak sesuai.
Mitsaqan Gholidzo (Perjanjian yang kuat), dengan perjanjian ini maka sebuah pernikahan tidak dibangun hanya untuk 1-2 hari saja, atau 1-2 tahun saja. Sebuah perjanjian yang disaksikan para Malaikat. Akankah berakhir hanya karena sebuah perbedaan? Tentu saja tidak. Kecuali motif awal nikahnya sudah salah.
Oleh: Agus Alfattan, Surabaya
Facebook